Rabu, 02 Mei 2012

Air yang Istiqamah


Air adalah salah satu kebutuhan vital hidup kita. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari AIR yang paling mendasar adalah sifatnya yang selalu mencari tempat yang rendah. Hal ini merupakan suatu isyarat bagi kita, bahwa dalam hidup ini manusia seharusnya tidak berpatah arang dalam berusaha menggapai cita-citanya. "Dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan", begitu pepatah mengatakan. 


Kita mendapati, betapa istiqomahnya air dalam menempuh perjalanan untuk mencapai tempat yang rendah. Dari tempat yang tinggi, air meluncur membelah bumi hingga menjadi aliran yang kita sebut sungai. Disitu air mengalir bebas menuju tempat rendah mana saja yang ia sukai. Tidak jarang air itu secara beramai-ramai mengalir, menghantam, atau menghanyutkan apa saja yang mengganggu perjalannya. Dengan tekadnya, dia terus berusaha menuju tempat yang rendah. 


Kalau ia menemui onggokan tanah yang kuat atau apa saja yang menghalangi perjalanannya, maka ia akan membuat manuver dengan membuat kelokan dan mencari jalan alternatif, atau berpisah dengan kawan-kawannya melingkari penghalang itu, yang akhirnya terjadi dua aliran. Sepintas aliran itu terlihat saling bercerai, tapi kalau kita jeli, itu merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuannya. 


Bila rintangan itu bendungan kokoh maka ia akan membuat kumpulan yang nantinya sebagian diantara mereka tidak dapat terbendung lagi, dengan begitu ia dapat meneruskan perjalanannya. Dan andaipun kumpulannya kurang, ia akan mencari jalan lain yaitu menguap. Ia akan berkumpul bersama diangkasa dalam gumpalan awan, dan apabila telah mencapai titik kulminasinya, ia akan membentuk titik-titik hujan. Semakin tebal awan itu, semakin lebat pula hujan yang turun. Dengan begitu ia akan mencapai tempat tujuannya, yaitu tempat yang rendah. 


Betapa besarnya pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa perjalanan air itu, yakni kosistensinya, dan tak mengenal putus asa dalam mencapai tujuannya. Dan sifat itu pula yang semestinya senantiasa menjiwai diri kita. Imam Syafi'i dalam salah satu syairnya, menjadikan dinamika sifat air ini sebagai suatu bukti bahwa dalam bergerak dan beraktifitas akan ada kebaikan, dalam diam dan tanpa karya akan banyak kerugian dan kerusakan.


Sumber: Anonim

Doa Jenderal Douglas Mc Arthur Untuk Anaknya


Tuhanku,

Bentuklah putraku menjadi manusia yang cukup kuat untuk menyadari manakala ia lemah, dan cukup berani untuk menghadapi dirinya sendiri manakala ia takut. Manusia yang selalu memiliki rasa bangga dan keteguhan dalam kekalahan, rendah hati serta jujur dalam kemenangan.

Bentuklah putraku menjadi manusia kuat dan mengerti bahwa mengetahui dan kenal akan dirinya sendiri adalah dasar dari segala ilmu yang benar. 

Tuhanku,

Jangan putraku dibimbing atas jalan yang mudah dan lemah, biarlah Kau bimbing di bawah tempa dan desak kesulitan tantangan hidup. Bimbinglah putraku supaya tegak berdiri di tengah badai, berbelas kasih kepada mereka yang jatuh.

Bentuklah putraku menjadi manusia berhati bening dengan cita meninggi langit. Seorang putra yang sanggup memimpin dirinya sendiri sebelum ia berhasrat memimpin orang lain. Seorang putra yang menjangkau ke hari depan tapi tidak melupakan masa lampau. 

Dan setelah segala menjadi miliknya, semoga putraku dilengkapi hati yang ringan untuk menari serta selalu akan bersungguh hati, tapi jangan sekali-kali menganggap dirinya terlalu berkesungguhan. Berikanlah padanya kepadanya kerendahan hati, kesederhanaan dan keagungan hakiki, pikiran cerah dan terbuka bagi sumber kearifan dan bagi kelembutan dari kekuatan sebenarnya. Dan aku, orangtuanya 'kan berani berbisik, "Hidup kami tidaklah sia-sia".


Sumber:
"A Soldier's Prayer for His Son" (Gen. Douglas Mac Arthur)

Berpikir Positif ...


Terima kasihlah kepada orang yang telah mencelakai Anda, karena dia telah melatih kegigihan hati Anda.
Terima kasihlah kepada orang yang telah menipu Anda, karena dia telah menambah pengalaman dan wawasan Anda.
Terima kasihlah kepada orang yang telah mencambuk Anda, karena dia telah membuat Anda berlari sangat kencang, melebihi kecepatan normal Anda.
Terima kasihlah kepada orang yang telah meninggalkan/mencampakkan Anda, karena dia telah mendidik Anda untuk mandiri.
Terima kasihlah kepada orang yang telah menjatuhkan Anda, karena dia telah menguatkan kemampuan Anda.
Terima kasihlah kepada orang yang telah memarahi Anda, karena dia telah membantu menumbuhkan ketenangan dan kebijaksanaan Anda.
Terima kasihlah kepada semua orang yang telah membuat Anda kuat, kokoh dan berhasil.

Meja Kayu


Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orangtua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orangtua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. 

Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. "Kita harus lakukan sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini." 

Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek. 

Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. 

Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam. Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa?". Anaknya menjawab, "Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya. 

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Mereka makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.

Teman, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak. Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan. 

Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri
Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.

Betapa terlihat disini peran orang tua sangat penting karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita ....

Never Perfect in the World


Suatu ketika, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah seorang raja yang bijaksana. Namanya Raja Henry. Raja Henry yang telah tua itu ingin segera turun takhta.Raja Henry memiliki seorang anak bernama Pangeran Arthur. 

Putra mahkota itu baik hati, bertanggung jawab, serta bijaksana. Ia juga dekat dengan rakyat. Itu sebabnya ia sangat cocok untuk memerintah kerajaan itu. Tetapi sayangnya ia belum beristeri. Padahal salah satu syarat untuk menjadi raja di kerajaan itu, pangeran harus memiliki isteri.Kesibukan di istana pun dimulai. Seluruh anggota kerajaan sibuk mencarikan wanita yang cocok untuk Pangeran.  

Tapi, tak satu pun wanita yang dapat membuat Pangeran Arthur jatuh cinta. Selalu saja ada kekurangannya di mata Pangeran Arthur. Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda pengembara. Ia datang ke kerajaan dan menemui Pangeran yang sedang melamun di taman istana.  

"Selamat pagi Pangeran Arthur!" sapa sang pengembara.
"Selamat pagi. Siapakah kau?" tanya Pangeran Arthur.
"Aku pengembara biasa. Namaku Theo. Kudengar, Pangeran sedang bingung memilih calon isteri?" tanya Theo.

"Ya, aku bingung sekali. Semua wanita yang dikenalkan padaku, tidak ada yang menarik hati. Ada yang cantik, tapi berkulit hitam. Ada yang putih, tetapi bertubuh pendek. Ada yang bertubuh semampai, berwajah cantik, tetapi tidak bisa membaca. Aduuh!" keluh Pangeran dengan wajah bingung. 

"Hmm, bagaimana kalau kuajak Pangeran berjalan-jalan sebentar. Siapa tahu di perjalanan nanti Pangeran bisa menemukan jalan keluar," ajak Theo sambil memandang wajah Pangeran yang tampak letih. "Ooh, baiklah," jawab Pangeran sambil melangkah. Mereka berdua lalu berjalan-jalan ke luar istana. 

Theo mengajak Pangeran ke daerah pantai. Disana mereka berbincang-bincang dengan seorang nelayan.Tak lama kemudian nelayan itu mengajak pangeran dan Theo ke rumahnya. "Isteriku sedang memasak ikan bakar yang lezat. Pasti Pangeran menyukainya," ujar si nelayan.Setibanya di rumah nelayan,terciumlah aroma ikan bakar yang sangat lezat. Mereka duduk di teras rumah nelayan itu. Tak lama kemudian keluarlah istri nelayan menghidangkan ikan bakar. Istri nelayan itu bertubuh pendek. Ketika sang istri masuk ke dalam,Theo bertanya, "Wahai Nelayan! Mengapa engkau memilih istri yang bertubuh pendek?" Nelayan itu tersenyum lalu menjawab: 

"Aku mencintainya. Lagipula, walau tubuhnya pendek, hatinya sangat baik. Ia pun pandai memasak." Theo dan Pangeran Arthur mengangguk-angguk mengerti. Selesai makan, mereka berterima kasih dan melanjutkan perjalanan. 

Kini Theo dan Pangeran Arthur sampai di rumah seorang petani. Disana mereka menumpang istirahat. Rumah Pak Tani sangat bersih. Tak ada sedikit pun debu. Mereka beberapa saat bercakap dengan Pak Tani. Lalu keluarlah isteri Pak Tani menyuguhkan minuman dan kue-kue kecil. Bu Tani bertubuh sangat gemuk. Pipinya tembam dan dagunya berlipat-lipat. Setelah Bu Tani pergi ke sawah, Theo pun bertanya, "Pak Tani yang baik hati. Mengapa kau memilih isteri yang gemuk?"Pak Tani tersenyum dan menjawab dengan suara bangga, "Ia adalah wanita yang rajin. Lihatlah, rumahku bersih sekali bukan? Setiap hari ia membersihkannya dengan teliti. Lagipula, aku sangat mencintainya."Pangeran dan Theo mengangguk-angguk mengerti. Mereka lalu pamit, dan berjalan pulang ke Istana.  

Setibanya di Istana, mereka bertemu seorang pelayan dan isterinya. Pelayan itu amat pendiam, sedangkan isterinya cerewet sekali. Theo Kembali bertanya, "Pelayan, mengapa kau mau beristerikan wanita secerewet dia?" Pelayan menjawab sambil merangkul isterinya, "Walau cerewet, dia sangat memperhatikanku. Dan aku sangat mencintainya". Theo dan Pangeran mengangguk-angguk mengerti. Lalu berjalan dan duduk di tepi kolam istana. 

Pangeran berkata pada Theo, "Kini aku mengerti. Tak ada manusia yang sempurna. Begitu pula dengan calon isteriku. Yang penting, aku mencintainya dan hatinya baik. "Theo menarik nafas lega. Ia lalu membuka rambutnya yang ternyata palsu. Rambut aslinya ternyata panjang dan keemasan. Ia juga membuka kumis dan jenggot palsunya. 

Kini di hadapan Pangeran ada seorang puteri yang cantik jelita. Puteri itu berkata, "Pangeran, sebenarnya aku Puteri Rosa dari negeri tetangga. Ibunda Pangeran mengundangku ke sini. Dan menyuruhku melakukan semua hal tadi. Mungkin ibundamu ingin menyadarkanmu..." Pangeran sangat terkejut tetapi kemudian berkata, "Akhirnya aku dapat menemukan wanita yang cocok untuk menjadi isteriku". Mereka berdua akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya. 

Sumber: Anonim

Hidup Hanya Sebuah Perjalanan


Dulu, ada seorang Kaisar yang mengatakan pada salah seorang penunggang kudanya, jika dia bisa naik kuda dan menjelajahi daerah seluas apapun, Kaisar akan memberikan kepadanya daerah seluas yang bisa dijelajahinya. Kontan si penunggang kuda itu melompat ke punggung kudanya dan melesat secepat mungkin untuk menjelajahi dataran seluas mungkin. 

Dia melaju dan terus melaju, melecuti kudanya untuk lari secepat mungkin. Ketika lapar dan letih, dia tidak berhenti karena dia ingin menguasai dataran seluas mungkin. Akhirnya, sampailah dia pada suatu tempat di mana cukup luas daerah telah berhasil dijelajahinya, dan dia menjadi begitu kelelahan dan hampir mati. Lalu dia berkata terhadap dirinya sendiri, "Mengapa aku memaksa diri begitu keras untuk menguasai daerah yang begitu luas? Sekarang aku sudah sekarat, dan aku hanya butuh tempat yang begitu kecil untuk menguburkan diriku sendiri."  

Cerita ini mirip dengan perjalanan hidup kita. Kita memaksa diri begitu keras tiap hari untuk mencari uang, kuasa, dan keyakinan diri. Kita mengabaikan kesehatan kita, waktu kita bersama keluarga, dan kesempatan mengagumi keindahan sekitar, hal-hal yang ingin kita lakukan, dan juga kehidupan rohani dan pelayanan kita. 

Suatu hari ketika kita menoleh ke belakang, kita akan melihat betapa kita tidak membutuhkan sebanyak itu, tapi kita tak mampu memutar mundur waktu atas semua yang tidak sempat kita lakukan. Maka, sempatkanlah untuk memikirkan barang sejenak apa yang akan kita lakukan apabila kita mati besok. Atau apa yang akan kita lakukan jika kita meninggal dalam waktu seminggu? Sebulan? Setahun? Sepuluh tahun? 40 tahun lagi? Bukankah suatu hal yang menyenangkan sekaligus menyeramkan mengetahui kapan kita akan mati? Cuma yaitu--kita tidak tahu, kita semua tidak ada yang tahu... 

Jalanilah hidup yang seimbang - Belajarlah untuk menghormati dan menikmati kehidupan, dan yang terutama:  Mengetahui apa yang TERPENTING dalam hidup ini. 

Sumber: Unknown (Anonim)

7 Keajaiban Dunia


Sekelompok pelajar kelas geografi belajar mengenai "Tujuh Keajaiban Dunia." Pada akhir pelajaran, pelajar tersebut di minta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan "Tujuh Keajaiban Dunia" saat ini. Walaupun ada beberapa ketidaksesuaian, sebagian besar daftar berisi:  

1)      Piramida Besar di Mesir
2)      Taj Mahal
3)      Grand Canyon
4)      Panama Canal
5)      Empire State Building
6)      St. Peter's Basilica
7)      Tembok China  

Ketika mengumpulkan daftar pilihan, sang guru memperhatikan seorang pelajar, seorang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya. Gadis pendiam itu menjawab,  

"Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya." Sang guru berkata, "Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya." Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, "Saya pikir Tujuh Keajaiban Dunia adalah:

1)      Bisa menyentuh
2)      Bisa mencicip
3)      Bisa melihat
4)      Bisa mendengar  

Dia ragu lagi sebentar, dan kemudian melanjutkan...

5)      Bisa merasakan
6)      Bisa tertawa
7)      Dan bisa mencintai  

Ruang kelas tersebut sunyi seketika. Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada
eksploitasi manusia dan menyebutnya "keajaiban" sementara kita lihat lagi semua yang telah Tuhan lakukan untuk kita, menyebutnya sebagai "biasa". Semoga Anda hari ini diingatkan tentang segala hal yang betul-betul ajaib dalam kehidupan Anda.  

Sumber: Utami Henrica S.

Perumpamaan Air Mendidih


Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. 

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. 

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?"  

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. 

"Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?" Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu. 

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat. Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik. 

Sumber: Unknown (Anonim)

Kakak Seorang Gelandangan


Roy Angel adalah pendeta miskin yang memiliki kakak seorang milyuner. Pada tahun 1940, ketika bisnis minyak bumi sedang mengalami puncak, kakaknya menjual padang rumput di Texas pada waktu yang tepat dengan harga yang sangat tinggi. Seketika itu kakak Roy Angel menjadi kayaraya. Setelah itu kaka Roy Angel menanam saham pada perusahaan besar dan memperoleh untung yang besar. Kini dia tinggal di apartemen mewah di New York dan memiliki kantor di Wallstreet. 

Seminggu sebelum Natal, kakaknya menghadiahi Roy Angel sebuah mobil baru yang mewah dan mengkilap. Suatu pagi seorang anak gelandangan menatap mobilnya dengan penuh kekaguman. 

"Hai.. nak" sapa Roy. Anak itu melihat pada Roy dan bertanya "Apakah ini mobil Tuan?"
"Ya," jawab Roy singkat. "Berapa harganya Tuan?"
"Sesungguhnya saya tidak tahu harganya berapa". "Mengapa Tuan tidak tahu harganya, bukankan Tuan yang punya mobil ini?" Gelandangan kecil itu bertanya penuh heran.
"Saya tidak tahu karena mobil ini hadiah dari kakak saya" Mendengar jawaban itu mata anak itu melebar dan bergumam, "Seandainya....  seandainya..." 

Roy mengira ia tahu persis apa yang didambakan anak kecil itu, "Anak ini pasti berharap memiliki kakak yang sama seperti kakakku". Ternyata Roy salah menduga, saat anak itu melanjutkan kata-katanya: "Seandainya ... seandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu ..." 

Dengan masih terheran-heran Roy mengajak anak itu berkeliling dengan mobilnya. Anak itu tak henti-henti memuji keindahan mobilnya. Sampai satu kali anak itu berkata, "Tuan bersediakah Tuan mampir ke rumah saya ? Letaknya hanya beberapa blok dari sini". Sekali lagi Roy mengira dia tahu apa yang ingin dilakukan anak ini. "Pasti anak ini ingin memperlihatkan pada teman-temannya bahwa ia telah naik mobil mewah", pikir Roy. 

"OK, mengapa tidak", kata Roy sambil menuju arah rumah anak itu. Tiba di sudut jalan si anak gelandangan memohon pada Roy untuk berhenti sejenak, "Tuan, bersediakah Tuan menunggu sebentar? Saya akan segera kembali". Anak itu berlari menuju rumah gubuknya yang sudah reot. Setelah menunggu hampir sepuluh menit, Roy mulai penasaran apa yang dilakukan anak itu dan keluar dari mobilnya, menatap rumah reot itu. Pada waktu itu ia mendengar suara kaki yang perlahan-lahan. Beberapa saat kemudian anak gelandangan itu keluar sambil menggendong adiknya yang lumpuh. Setelah tiba di dekat mobil anak gelandangan itu berkata pada adiknya: 

"Lihat... seperti yang kakak bilang padamu. Ini mobil terbaru. Kakak Tuan ini menghadiahkannya pada Tuan ini. Suatu saat nanti kakak akan membelikan mobil seperti ini untukmu".  

Bukan karena keinginan seorang anak gelandangan yang hendak menghadiahkan mobil mewah untuk adiknya yang membuat Roy tak dapat menahan haru pada saat itu juga, tetapi karena ketulusan kasih seorang kakak yang selalu ingin memberi yang terbaik bagi adiknya. Sandainya saya dapat menjadi kakak seperti itu. 

Sumber: Stories for the family's heart by Alice Gray.

Renungan Tagore


Jangan biarkan aku berdoa agar terlindung dari bahaya; melainkan biarlah aku menghadapinya dengan tak gentar.
Jangan biarkan aku memohon agar kepedihan dihilangkan; melainkan biarlah aku diberi semangat untuk menaklukannya.
Jangan biarkan aku mencari sekutu dalam pertempuran hidup; melainkan biarlah aku mencari kekuatanku sendiri.
Jangan biarkan aku mengharapkan agar diselamatkan; melainkan biarlah aku mengharapkan kesabaran untuk memenangkan kemerdekaanku.
Buatlah aku agar jangan jadi pengecut; yang mengharapkan belas kasihMu hanya dalam keberhasilanku.
Tapi biarlah aku mencari genggaman tanganMU di dalam kegagalanku. 

Let me not pray to be sheltered from dangers, but to be fearless in facing them.
Let me not beg for the stilling of my pain but for the heart to conquer it.
Let me not look for allies in life's battlefield, but to my own strength.
Let me not crave in anxious fear to be saved, but hope for the patience to win my freedom.
Grant me that I may not be a coward, feeling Your mercy in my success alone.
But let me find the grasp of Your hand in my failure. 

RABRINDRANATH TAGORE (1861 -1941)
Filsuf dan penyair berkebangsaan India. Peraih Nobel Sastra tahun 1913 

Sumber: Unknown (Anonim)

Hal-hal Untuk Diingat dan Dilupakan


Forget each kindness that you do,
As soon as you have done it.
Forget the praise that falls to you,
The moment you have won it.
Forget the slander that you hear,
Before you can repeat it.
Forget each slight, each spite, each sneer,
Whenever you may meet it. 

Lupakan setiap kebaikan yang kau lakukan,
segera setelah itu kau kerjakan.
Lupakan pujian yang jatuh atasmu,
pada saat kau memenangkannya.
Lupakan fitnahan yang kau dengar,
sebelum kau sempat mengulangnya.
Lupakan setiap pelecehen, dengki dan ejekan,
setiap kali dan kapanpun kau jumpai. 

Remember every promise you made,
And keep it to the letter.
Remember those who lend you aid,
And be a grateful debtor.
Remember all the happiness
That comes your way in living. 

Ingatlah setiap janji yang kau buat,
dan tepatilah setiap kata.
Ingatlah mereka yang memberimu bantuan,
dan jadilah penghutang penuh syukur.
Ingatlah akan segala kebahagiaan
yang menyertaimu dalam hidup. 

Forget each worry and distress,
Be hopeful and forgiving.
Remember good, remember truth,
Remember heaven is above you.
And you will find, through age and youth,
That many will come to love you. 

Lupakan setiap kekuatiran dan kegelisahan,
jadilah penuh harapan dan pemaaf.
Ingatlah kebaikan, ingatlah kebenaran,
ingatlah surga ada diatasmu.
Dan kan kau alami, lewat usia dan remajamu,
bahwa akan datang banyak pencintamu.


Sumber: Unknown (Anonim)

Menikmati Kebosanan


Ini sebuah cerita ringan tentang kebosanan. Seorang tua yang bijak ditanya oleh tamunya. 

Tamu :"Sebenarnya apa itu perasaan 'bosan', pak tua?"
Pak Tua :"Bosan adalah keadaan dimana pikiran menginginkan perubahan, mendambakan sesuatu yang baru, dan menginginkan berhentinya rutinitas hidup dan keadaan yang monoton dari waktu ke waktu." 

Tamu :"Kenapa kita merasa bosan?"
Pak Tua :"Karena kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki." 

Tamu :"Bagaimana menghilangkan kebosanan?"
Pak Tua :"Hanya ada satu cara, nikmatilah kebosanan itu, maka kita pun akan terbebas darinya."

Tamu :"Bagaimana mungkin bisa menikmati kebosanan?"
Pak Tua:"Bertanyalah pada dirimu sendiri: mengapa kamu tidak pernah bosan makan nasi yang sama rasanya setiap hari?" 

Tamu :"Karena kita makan nasi dengan lauk dan sayur yang berbeda, Pak Tua."
Pak Tua :"Benar sekali, anakku, tambahkan sesuatu yang baru dalam rutinitasmu maka kebosanan pun akan hilang."


Tamu: "Bagaimana menambahkan hal baru dalam rutinitas?"
Pak Tua :"Ubahlah caramu melakukan rutinitas itu. Kalau biasanya menulis sambil duduk, cobalah menulis sambil jongkok atau berbaring. Kalau biasanya membaca di kursi, cobalah membaca sambil berjalan-jalan atau meloncat-loncat. Kalau biasanya menelpon dengan tangan kanan, cobalah dengan tangan kiri atau dengan kaki kalau bisa. Dan seterusnya." Lalu Tamu itu pun pergi. 

Beberapa hari kemudian Tamu itu mengunjungi Pak Tua lagi.
Tamu :"Pak tua, saya sudah melakukan apa yang Anda sarankan, kenapa saya masih merasa bosan juga?"
Pak Tua :"Coba lakukan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan." 
Tamu :"Contohnya?"
Pak Tua :"Mainkan permainan yang paling kamu senangi di waktu kecil dulu." Lalu Tamu itu pun pergi. 

Beberapa minggu kemudian, Tamu itu datang lagi ke rumah Pak Tua.

Tamu :"Pak tua, saya melakukan apa yang Anda sarankan. Di setiap waktu senggang saya bermain sepuas-puasnya semua permainan anak-anak yang saya senangi dulu. Dan keajaiban pun terjadi. Sampai sekarang saya tidak pernah merasa bosan lagi, meskipun di saat saya melakukan hal-hal yang dulu pernah saya anggap membosankan. Kenapa bisa demikian, Pak Tua?"

Sambil tersenyum Pak Tua berkata: "Karena segala sesuatu sebenarnya berasal dari pikiranmu sendiri, anakku. Kebosanan itu pun berasal dari pikiranmu yang berpikir tentang kebosanan. Saya menyuruhmu bermain seperti anak kecil agar pikiranmu menjadi ceria. Sekarang kamu tidak merasa bosan lagi karena pikiranmu tentang keceriaan berhasil mengalahkan pikiranmu tentang kebosanan. Segala sesuatu berasal dari pikiran. Berpikir bosan menyebabkan kau bosan. Berpikir ceria menjadikan kamu ceria."

Sumber: Unknown (Anonim)

Imbalan yang Setimpal


Pada suatu hari, ayahku menyewa tiga orang pemuda untuk membantunya menyimpan panen jerami. Sorenya, dia mengumpulkan ketiganya untuk memberikan upah. "Berapa yang harus dibayar, John?" tanya ayah kepada pemuda pertama yang dipekerjakannya. "55 dolar, pak Burres," jawab John. Ayah menuliskan cek senilai 55 dolar untuknya. 

"Berapa yang harus kubayar, Michael?" tanya ayah kepada pemuda kedua, yang jumlah jam kerjanya sama dengan John. "Anda harus membayar 75 dolar," kata Michael. Dengan terkejut, ayahku bertanya perlahan, "Bagaimana cara menghitung sampai jumlahnya sebegitu,Michael?" "Begini," kata Michael. "Saya menghitung sejak saya masuk ke dalam mobil untuk berangkat ke tempat kerja, sampai saya tiba di rumah, ditambah bensin dan uang makan". "Uang makan - meskipun makanan sudah disediakan?" “Yep", jawab Michael. "Oh, begitu," kata ayahku sambil menuliskan cek senilai dolar yang diminta.  

"Kalau kau bagaimana, Nathan?" tanya ayah. "Berapa yang harus kubayar?"

"Bapak bayar 38 dolar dan 50 sen, pak Burres," kata Nathan. Sekali lagi ayahku kaget pada perbedaan jumlah yang diminta. Pemuda ketiga ini, seperti dua yang lain, dipekerjakan untuk pekerjaan yang sama dan telah bekerja sejumlah waktu yang sama (dan berasal dari kota kecil yangsama). Ayahku meminta penjelasan. "Dan bagaimana kau menghitung sampai jumlahnya sebegitu, Nathan?"

"Yah," kata Nathan. "Saya tidak minta upah untuk waktu istirahat siang, karena istri bapak memasak dan menyiapkan makan siang. Saya tidak bayar bensin karena saya datang bersama teman-teman saya. Jadi jumlah jam kerja saya cukup untuk diberi upah 38,50 dolar." Ayahku lalu menuliskan cek senilai 100 dolar. 

Ayah lalu memandang ketiga pemuda itu, yang terdiam oleh perbuatan ayahku, semua agak bingung dengan jumlah yang berbeda dalam cek mereka masing-masing. "Saya selalu membayar orang sesuai dengan nilainya, nak. Dari tempat asalku, kami menyebutnya imbalan yang setimpal. Dia memandang ketiga pemuda dihadapannya dengan bijak, dan dalam gaya kebapakannya yang khas menambahkan: "Nilai-nilai dalam diri seseorang menciptakan nilai orang tersebut."  

Sumber: Bettie B. Young, He's Able, Vol.55

Jendela


Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang diantaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya. Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya. 

Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan. 

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana. 

"Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah." 

Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah. 

Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu. Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya.

Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG!!! 

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun.

"Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup," kata perawat itu.

Sumber: Unknown & Anonim

Pelajaran Hidup


Pelajaran pertama yang paling berharga

Ketika kuliah saya di sekolah perawat memasuki tahun kedua, profesor kami memberikan kuis. Saya harus berkonsentrasi keras dan menahan nafas selama mengerjakan kuiz tersebut, sampai saya membaca pertanyaan terakhir: "Siapakah nama dari wanita yang membersihkan sekolah?" Saya langsung merasa bahwa itu adalah pertanyaan yang lucu.saya telah melihat wanita pembersih itu beberapa kali, dia tinggi, berambut hitam dan berumur kurang lebih 50, tetapi bagaimana saya tahu namanya? Saya menyerahkan kertas jawaban saya kepada profesor dan membiarkan pertanyaan terakhir kosong. 

Sebelum kelas berakhir, seorang teman saya bertanya apakah pertanyaan terakhir itu akan di nilai. "tentu saja", jawab si profesor. "Di karir anda, anda akan bertemu banyak orang. Mereka semua penting. Mereka pantas mendapatkan perhatian dan kasih sayang, walau yang kau lakukan hanyalah tersenyum dan mengucapkan "hallo" Saya tidak pernah melupakan pelajaran itu. Saya akhirnya tahu bahwa nama wanita pembersih itu adalah Dorothy.


Pelajaran kedua yang penting

Suatu malam, pada pukul 23.30, seorang wanita setengah baya keturunan Afrika Amerika, berdiri di pinggir jalan tol Alabama, berusaha untuk sabar menghadapi kilatan petir dan hujan. Mobil dia rusak berat dan ia sangat membutuhkan tumpangan. Dengan tubuh yang basah kuyub, dia memutuskan untuk menghentikan mobil yang lewat. Seorang laki-laki kulit putih menghentikan langkahnya untuk menolong wanita malang itu. 

Pada tahun 1960, kejadian tersebut amatlah ganjil karena adanya konflik ras. Laki-laki itu membawa wanita itu ke tempat yang aman, membantu wanita itu untuk mendapatkan taksi. Wanita itu terlihat sangat terburu-buru tapi dia menyempatkan diri untuk menulis alamat pria itu dan berterima kasih pada laki-laki itu. 

Tujuh hari berlalu dan sesorang mengetuk pintu pria itu. Sebuah televisi besar telah diantarkan ke rumah laki-laki itu sebagai suatu kejutan. Catatan khusus telah di lekatkan di televisi tersebut. Tertulis:"Terima kasih banyak atas bantuan anda pada waktu saya berada di jalan tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi pakaian saya, tapi juga semangat saya. Lalu anda datang. Karena anda, saya bisa sampai ke tempat suami saya yang sekarat sesaat sebelum suami saya meninggal dunia. Tuhan memberkati Anda karena telah menolong saya dan mau menolong orang lain."

Hormat saya, Nyonya Nat. King Cole.


Pelajaran penting ketiga

Selalu mengingat kepada siapa saja yang melayani anda. Pada suatu hari ketika Es krim Sundae harganya lebih murah, seorang anak laki-laki berumur 10 tahun memasuki coffe shop hotel dan duduk di meja. Seorang pelayan meletakkan segelas air di depan dia. 

"Berapa harganya es krim Sundae" anak laki-laki itu bertanya "Harganya lima puluh sent." jawab pelayan itu. Anak laki2 itu mengeluarkan tangan dia dari jaket dan melihat uang koin yang dimilikinya. 

"Hm.., berapa harga dari semangkuk es krim polos?" tanya dia Sementara itu orang-orang telah mengantri untuk memperoleh meja dan pelayan menjadi tidak sabar. "Tiga puluh lima sent" jawab pelayan itu dengan kasar.  

"Anak laki-laki itu menghitung kembali uang koinnya,"Saya mau es krim polos saja" jawab dia lagi Pelayan itu membawakan dia es krim, meletakkan tagihan di meja dan meninggalkan anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu segera menghabiskan es krimnya dan kemudian membayar ke kashir dan lalu pergi. 

Sewaktu pelayan itu kembali lagi ke meja tempat anak laki-laki itu, dia mulai menangis karena di sana dia menemukan dua buah uang dua puluh sen tertata apik di dekat mangkuk es krim yang kosong. Anda lihat, dia tidak bisa membeli es krim sundae dan lebih memilih es krim polos, karena dia harus mempunyai uang yang cukup untuk memberikan pelayan itu tips.

Pelajaran penting ke empat

Bebarapa tahun yang lalu, saya bekerja sebagai tenaga suka rela pada sebuah rumah sakit. Saya mengenal seorang gadis kecil bernama Liz yang menderita penyakit yang jarang dan sangat serius. Satu-satunya kesempatan dia untuk sembuh tampaknya hanyalah transfusi darah dari adik laki-lakinya yang berumur lima tahun, yang mana telah secara ajaib berhasil sembuh dari penyakit yang sama yang pernah di alami oleh Liz. 

Dokter menjelaskan situasi itu kepada adik laki-lakinya Liz dan bertanya apakah dia bersedia memberikan darahnya ke kakak perempuannya.saya melihat dia ragu untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya dia mengambil nafas dalam-dalam dan berkata,"Ya, saya akan melakukan itu jika hal itu dapat menolong dia". 

Transfusi darah kemudian dilakukan, dia berbaring di tempat tidur bersebelahan dengan kakak perempuannya dan tersenyum, seperti yang kami semua lakukan, sembari melihat darah mengalir keluar dari tubuhnya. Kemudian wajahnya berubah menjadi pucat dan senyumnya menghilang. Dia melihat ke arah dokter dan bertanya dengan suara yang bergetar, "apakah saya akan segera mati?" 

Karena masih muda, anak laki-laki itu telah salah mengerti dengan perkataan dokter. Dia mengira bahwa dia harus memberikan semua darahnya kepada kakak perempuannya guna dapat menyelamatkan dia. 

Anda bisa melihat bahwa anak laki-laki itu mau berkorban demi saudaranya sendiri.

Sumber: Anonim.