Kamis, 02 Juli 2015

In Memoriam Teh Kania Damayanti



Rabu pagi, tanggal 1 Juli 2015, sekretaris saya, mbak Suti melaporkan bahwa tanggal 3 Juli ada kegiatan FGD di Pusat Inovasi Pelayanan Publik. Saya bertanya, apa yang dibahas, dan siapa yang memberi tahu tentang kegiatan tersebut? Mbak Suti menjawab bahwa ini info dari mbak Ria, yang memancing pertanyaan saya lebih lanjut, kok bukan bu Kania saja yang memberitahu saya tentang kegiatan itu, kok malah mbak Ria melalui mbak Suti?

Saat itulah saya tersadar bahwa sudah 3 hari terakhir saya tidak bertemu bu Kania, yang sering saya panggil teh Nia. Teh Nia adalah kolega di kantor yang paling sering mendatangi saya. Beliau bisa secara tiba-tiba nongol di depan pintu ruangan saya yang memang tidak pernah saya tutup sepanjang saya berada di kantor. Jedal-jedul ke ruangan saya menjadi sesuatu yang sangat lazim beliau lakukan, untuk sekedar menginformasikan hasil pekerjaan unitnya, atau untuk minta pendapat tentang sesuatu, bahkan untuk memberi aneka macam nasihat untuk saya. Ya, kami merasa tidak ada sekat jabatan sama sekali. Sebagai teman seangkatan dengan usia yang sedikit diatas saya, saya memperlakukan beliau lebih sebagai kakak dibanding sebagai anak buah.

Maka, ketika 3 hari terakhir saya tidak bertemu, tiba-tiba muncul rasa “kangen” dan rasa ingin tahu ada apa dengan beliau. Saya berencana untuk mendatangi ke ruangannya, seperti yang biasa lakukan juga kepada staf lain secara insidentil. Namun, betapa terkejutnya saya ketika sekitar jam 3 sore ada permintaan segera untuk menghubungi bu Sri Hadiati (bu Atik). Saya langsung menelpon bu Atik, dan beliaulah orang pertama yang mengabarkan bahwa teh Nia sudah tidak ada. Saya bertanya, apa maksudnya? Terus terang, saat itu saya tidak berani menafsirkan “tidak ada” sebagai kematian. Namun, justru itulah yang dimaksudkan bu Atik.

Tentu saja, saya kaget luar biasa dan merasa tidak percaya. Dalam pertemuan terakhir saya pada hari Jum’at tanggal 28 Juni, tidak nampak sama sekali ada keluhan kesehatan yang beliau rasakan. Sejujurnya, sebagai sesama penderita Hipertensi, saya mengamati kesehatan beliau lebih prima dibanding saya. Jika saya masih teratur minum obat penurun tensi setiap hari, frekuensi beliau sudah lebih jarang yakni 2 hari sekali. Beliau bahkan memberi banyak saran kepada saya untuk mengkonsumsi herbal seperti mentimun atau seledri. “Resep tradisional” beliau ini masih saya praktikkan sampai sekarang.

Saya juga melihat bahwa teh Nia adalah tipe orang yang periang, open-mind, dan seperti tidak memiliki permasalahan apapun. Kesan saya, hidupnya begitu ringan seakan tanpa beban, berjalan lempang seolah tanpa lika-liku. Tidak pernah sekalipun saya melihat beliau bermuka masam atau muram, apalagi marah-marah. Meskipun saya tahu ada hal-hal yang bisa membuatnya kurang bahagia dengan kondisi pekerjaannya, beliau selalu menonjolkan sikap keibuan dan kewanitaannya yang bisa menimbulkan kesejukan. Beliau-pun sangat tekun dengan tugasnya selaku Kepala Pusat. Dalam berbagai keterbatasannya selaku ibu dari anak dengan kebutuhan khusus, beliau mampu membagi waktu dengan sangat baik. Meskipun beberapa kali beliau ijin dengan alasan mengurus anaknya, tidak sedikitpun saya merasa kinerjanya berkurang. Komitmen terhadap amanah dan tanggung jawab jabatan, saya nilai utuh dan bulat, tidak tercela sedikitpun.

Bagi Kedeputian Inovasi, kepergian teh Nia adalah sebuah kehilangan dan kerugian besar. Direktori Inovasi yang terbangun cukup baik selama ini adalah jasa utama dan peninggalan terpenting beliau. Saya tahu benar bahwa beliau masih memendam mimpi dan rencana besar untuk terus memperbaiki display maupun content dari Direktori ini, sehingga suatu ketika akan menjadi sumber paling kredibel penelusuran beragam inovasi sektor publik di negeri ini. Sungguh kami berharap bahwa salah satu amal jariyah beliau ini menjadi sumber pahala yang terus mengalir setiap kali anak negeri mendapatkan manfaat dari Direktori ini. Dan sebagai bentuk sayang kami di Kedeputian Inovasi kepada teh Nia, kami akan terus menjadikan spirit beliau untuk membenahi dan menyempurnakan Direktori ini.

Bagi saya pribadi, mungkin tidak akan ada lagi kawan yang jedal-jedul ke ruangan saya sesering yang teh Nia lakukan. Kepergiannya telah membuka mata saya betapa beliau selalu menawarkan keakraban dalam sebuah teamwork dan kehangatan dalam persahabatan. Beliau adalah kohesi dalam sebuah organisasi yang membuat elemen-elemen di dalamnya tetap terikat secara erat, sekaligus tetap cair dan mengalir.

Saya, dan kami semua para sahabat teh Nia di kantor dan dimanapun, pasti akan sangat merindukan kehadirannya. Namun, kerinduan itu akan kami wujudkan dalam bentuk doa, semoga beliau tenang dan bahagia di alam keabadian. Kami begitu yakin bahwa Allah jauh lebih menyayangi teh Nia dibanding kami semua. Kami bermunajat semoga Allah SWT memperlakukan teh Nia sebagai hamba-Nya yang taat dan solihah, serta menganugerahinya husnul khatimah. Selamat jalan teh Nia …

Veteran 10 lantai 5, Jum’at mubarok, 3 Juli 2015.