Senin, 02 Agustus 2010

Sistem Pemberian Insentif di Organisasi Pemerintahan


Dasar / Pertimbangan Pemberian Insentif


1.     Kehadiran.
  • Sistem ini mendasarkan besar kecilnya insentif pada banyaknya jumlah hari kehadiran dalam satu bulan. Artinya, lembaga menghargai jerih payah pegawai yang bersedia untuk datang ke kantor pada jam atau waktu yang telah ditentukan, tanpa memandang apa yang dikerjakan – dan apa hasil kerja – pegawai tadi saat berada di kantor.
  • Sistem ini selama ini diterapkan di lingkungan Perw. LAN Jawa Barat, dengan pertimbangan untuk me-ningkatkan kedisiplinan pegawai, sekaligus sebagai wujud komitmen lembaga untuk memperbaiki kesejahteraan pegawai.
  • Sayangnya, sistem ini mengandung beberapa kele-mahan, antara lain: 1) pegawai cenderung berusaha untuk memperoleh tunjangan check clock secara penuh, meskipun tingkat kehadirannya tidak penuh ; 2) tidak menjamin bahwa setiap pegawai selalu ada pada jam kerja ; 3) membuka kemungkinan terjadinya ketidakadilan pada sebagian pegawai ; 4) lebih dikaitkan kepada aspek tunjangan semata dari pada pembinaan kedisiplinan, sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai instrumen penilaian kinerja dan motivasi pegawai.
  • Sistem ini dapat dipertahankan sepanjang telah ada instrumen pelengkap untuk menilai prestasi pegawai. Disamping itu, sistem ini hendaknya tidak dikaitkan dengan kebijakan insentif lain (misalnya mobil jemputan).

2.     Prestasi.
  • Sistem ini mendasarkan besar kecilnya insentif pada unjuk kerja (performance) dan hasil kerja (output) pegawai, baik secara individual maupun kolegial. Oleh karena itu, sistem ini sebenarnya merupakan sistem yang paling adil dan mampu merangsang semangat kompetisi diantara pegawai.
  • Prasyarat yang dibutuhkan adalah adanya uraian tugas individu / unit, standar prestasi kerja, serta alat ukur dan mekanisme pengukurannya.
  • Di lingkungan Perwakilan LAN Jawa Barat, belum terdapat prasyarat diatas, sehingga perlu segera dilakukan kajian dan analisis mengenai hal tersebut.
  • Sistem ini hendaknya dijalankan simultan dengan program pembinaan kepegawaian. Artinya, dalam hal seorang pegawai menunjukkan kinerja atau prestasi yang rendah, harus ada tindakan / kebijakan pimpinan untuk segera mengatasinya, bukan dengan cara tidak membayar insentif semata kepada pegawai yang bersangkutan. Sebab, tidak diberikannya insentif kepada pegawai yang berprestasi kurang, tidak identik dengan penalty atau punishment.

3.     Beban Kerja.
  • Sistem ini mendasarkan besar kecilnya insentif pada berat ringan atau banyak sedikitnya pekerjaan dan tanggung jawab seorang pegawai.
  • Prasyarat yang dibutuhkan adalah adanya alat ukur dan mekanisme pengukuran beban kerja secara in-dividual maupun kolegial. Sayangnya, di lingkungan Perwakilan LAN Jawa Barat belum memilikinya, sehingga jika sistem ini akan digunakan perlu dilakukan kajian dan analisis mengenai hal tersebut.
  • Sistem ini cukup adil namun secara kelembagaan mengandung sedikit kelemahan, yakni memperlihat-kan adanya pembagian kerja (distribution of work) yang kurang merata diantara pegawai. Hal ini sekaligus menunjukkan adanya kesenjangan kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pencapaian tujuan organisasi.
  • Sehubungan dengan hal diatas, sistem ini akan sangat efektif jika sebelumnya telah terdapat pembagian pekerjaan dan tanggung jawab yang relatif merata di kalangan pegawai.

4.     Sosial.
  • Sistem ini mendasarkan besar kecilnya insentif pada pertimbangan stratifikasi pendapatan pegawai. Artinya, pegawai yang memiliki penghasilan rendah seyogyanya mendapatkan prioritas dalam mendapatkan insentif.
  • Disamping itu, pemberian insentif dapat diberikan sewaktu-waktu pada saat terdapat peristiwa tertentu yang dialami pegawai (misalnya pernikahan, anggo-ta keluarga meninggal, khitanan anak, ulang tahun, dsb), sehingga membutuhkan bantuan.
  • Sistem ini sangat baik diberikan sebagai pelengkap sistem insentif yang lain. Artinya, sistem insentif sosial ini hanya bersifat kasuistis dan kontingensial.

5.      Kontribusi Pegawai terhadap Lembaga.
Sering terjadi seorang pegawai memiliki jaringan kerja dengan instansi diluar LAN, yang kemudian menjalin kerjasama program antar lembaga. Dalam kasus seperti ini, lembaga akan mendapatkan kontribusi keuangan dari program kerjasama antar lembaga tadi, sehingga sudah sepatutnya memberikan bagian insentif kepada pegawai yang bersangkutan.


Waktu / Frekuensi Pembayaran Insentif


1.     Bulanan.
Pembayaran insentif dilakukan setiap awal, tengah atau akhir bulan. Hal ini sangat membantu kondisi keuangan pegawai, mengingat jumlah gaji yang diterima secara umum kurang memadai.  Konseku-ensinya, jumlah insentif tidak sebesar dibanding jika insentif dibayarkan tiga bulanan atau tahunan. Kele-mahannya adalah jika sistem insentif menggunakan dasar prestasi, sebab prestasi pegawai belum begitu nampak dalam jangka waktu satu bulan.

2.     Triwulanan.
Pembayaran insentif yang dilakukan setiap tiga bulanan ini sebenarnya lebih rasional dibanding insentif bulanan, mengingat grafik prestasi pegawai telah dapat diketahui secara lebih akurat. Disamping itu, jumlah insentif yang diterima akan lebih besar dibanding insentif bulanan.

3.     Tahunan.
Pembayaran insentif tahunan ini sangat baik dilakukan sebagai pelengkap insentif lain (bulanan / triwulanan), dan tidak dikaitkan dengan tinggi rendahnya kinerja pegawai, melainkan lebih sebagai wujud kepedulian dan kebersamaan lembaga atas pengabdian pegawai selama 1 tahun berjalan. Insentif ini khususnya bisa diberikan jika terdapat “sisa anggaran” atau semacam SHU dari berbagai kegiatan.

4.     Akhir Kegiatan.
Pembayaran insentif yang dilakukan setiap selesainya suatu kegiatan / program ini sebenarnya sangat mencerminkan rasa keadilan. Namun mengingat tidak semua pegawai terlibat dalam setiap kegiatan, maka akan terbuka kemungkinan tidak meratanya insentif, disamping akan menimbulkan peluang gap antar unit. Oleh karena itu, insentif akhir kegiatan ini cukup dijadikan pelengkap bagi insentif lain.

5.     Special Moment (Ultah, Nikah, dll).
Pembayaran insentif untuk peristiwa khusus ini sangat penting dilakukan untuk menunjukkan perhatian lembaga terhadap peristiwa-peristiwa yang bersifat pribadi (privacy). Insentif ini sangat memungkinkan jika dijadikan sebagai kegiatan yang melekat pada program Sub Bagian Kepegawaian dengan memanfaatkan sumber Anggaran Rutin.

 

 

Bentuk Insentif


1.     Uang.
Uang merupakan bentuk insentif yang paling banyak dipakai karena sifatnya yang fleksibel (dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan). Namun dilihat dari maknanya, seringkali uang lebih kecil dibanding bentuk insentif lain, misalnya barang atau surat penghargaan.

2.     Barang.
Bentuk insentif ini jarang dipakai untuk sistem pembayaran yang bersifat rutin / berkala. Biasa-nya barang sebagai insentif diberikan pada waktu-waktu tertentu seperti hari raya atau inflasi ekonomi. Dalam hal ini, untuk insentif tahunan sangat cocok untuk diberikan barang, sebagai variasi terhadap insentif uang.

3.     Surat Penghargaan Pimpinan.
Bentuk insentif ini jarang diberikan, karena sangat tergantung kepada prestasi yang dicapai oleh pegawai yang dinilai layak diberi penghargaan. Padahal, tidak semua orang mampu menunjukkan prestasi secara progresif. Meskipun demikian, bentuk ini tetap perlu dipertahankan sebagai pelengkap insentif yang lain, bahkan jika memungkinkan disertai dengan “uang pembinaan”.

4.     Lain-Lain: Antar jemput, Asuransi, Beasiswa, Tiket berhaji, dll.
Bentuk insentif ini belum pernah diberikan di lingkungan Perwakilan LAN Jawa Barat, kecuali antar jemput. Padahal, bentuk-bentuk yang lain dapat pula diadakan mengingat frekuensinya yang sangat jarang / sedikit. Hal ini bisa ditem-puh dengan cara menyisihkan sebagian anggaran proyek / crash program, atau khusus dibiayai dari anggaran rutin dan dijadikan sebagai kegiatan yang melekat pada program kerja Sub Bagian Kepegawaian. Jika bentuk insentif ini akan dimunculkan, yang terpenting adalah membuat aturan main atau prosedur pemilihan pegawai yang berhak mendapatkan insentif.

 

Sumber Pembiayaan Insentif


1.     Anggaran Rutin.
Anggaran rutin ini merupakan sumber yang pa-ling rasional untuk membayar tunjangan/insentif, terutama yang bersifat bulanan. Dalam hal ini, Sub Bagian Kepegawaian hendaknya menyusun program kerja tentang ‘peningkatan kesejahtera-an pegawai’ yang akan dibiayai dari anggaran Rutin. Dengan kata lain, pemberian insentif merupakan kegiatan yang melekat pada program Sub Bagian Kepegawaian. Keuntungan lain dari sumber ini adalah bahwa pemberian insentif dapat berjalan secara teratur tanpa membebani pengelola keuangan untuk mencari dana taktis.

2.     Anggaran “Proyek”.
Anggaran proyek ini dapat menjadi alternatif sumber pembiayaan insentif, khususnya bagi pegawai yang terlibat dalam proyek yang ber-sangkutan. Disamping itu, sumber proyek sangat memungkinkan untuk membayar tunjangan / insentif yang bersifat kegiatan.

3.     Crash Program.
Sumber ini paling fleksibel, dalam arti dapat dijadikan sumber untuk membiayai semua bentuk insentif dan dapat diberikan kapan saja. Kelemahannya, anggaran ini merupakan sumber non budgeter yang jumlahnya tidak dapat dipastikan sehingga menyulitkan pengelola keuangan untuk menggali / menyediakannya.

4.     Swadana Unit.
Sumber ini dapat dijadikan alternatif peningkat-an kesejahteraan pegawai ketika sumber lain tidak memungkinkan. Dana dari sumber ini dapat digalang dengan cara iuran / menyisihkan sebagian pendapatan sebagai kas / kencleng unit. Kelemahannya, unit yang memiliki banyak kegiatan akan mampu memberi tunjangan yang lebih besar kepada stafnya dibanding unit lain yang kurang memiliki kegiatan. Artinya, akan timbul kesenjangan antar unit jika tidak diatur sistem cross subsidi.


Rekomendasi


1.        Mengingat bahwa masing-masing sistem pembayaran insentif memiliki keuntungan dan kelemahan, maka sebaiknya dibuat suatu sistem gabungan (variasi) agar dapat dihindarkan kelemahan yang ada pada masing-masing sistem tersebut. Dengan kata lain, sistem pemberian insentif tidak bersifat tunggal, baik bentuknya, frekuensinya, sistemnya, maupun sumber pembiayaannya.

2.        Karena sifatnya yang variatif tersebut, maka dasar atau pertimbangan utama yang hendaknya dipakai adalah prestasi kerja tanpa mengabaikan dasar pertimbangan yang lain. Dalam hal ini, seorang pegawai akan memperoleh insentif optimal jika :
Syarat 1 :      pegawai tersebut menunjukkan skala prestasi individual yang tinggi / baik.
Syarat 2 :      pegawai tersebut menunjukkan skala prestasi kolegial yang tinggi / baik.
Syarat 3 :      pegawai tersebut memiliki beban kerja minimal sama dengan bulan / triwulan yang lalu.
Syarat 4 :      pegawai tersebut memenuhi kewajiban hadir minimal 80 persen.

3.        Besaran insentif disarankan tidak terlalu tinggi (namun juga tidak terlalu rendah). Yang terpenting justru frekuensi yang cukup sering yang didukung oleh sumber pembiayaan yang beragam. Hal ini mengandung konsekuensi perlunya pengaturan waktu / penjadualan insentif, bentuk insentif dan sumber pembiayaannya.

4.        Sub Bagian Kepegawaian hendaknya membuat rencana program dan kegiatan tentang “peningkatan kesejahteraan pegawai” serta kebutuhan anggaran dan sumber pembiayaannya. Hal ini dimaksudkan agar pengelola keuangan tidak dibebani dengan kewajiban menggalang dana secara crash program dalam rangka memberi tunjangan / insentif kepada pegawai.


Bandung, 1 Februari 2000
TRI

Tidak ada komentar: