Kamis, 02 September 2010

Konsepsi Sustainability Development dan Strategi Negara Berkembang dalam Menghadapi Masalah Keseimbangan Pembangunan Ekonomi dan Ekologi


Pengertian Ekonomi dan Ekologi

Ekonomi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari atau mencari metode produksi dan sistem organisasi yang paling efisien untuk distribusi barang atau aktivitas koordinasi, distribusi dan pertukaran. Ilmu ekonomi ini memiliki tujuan tercapainya kesejahteraan manusia (Garna, 1996: 31). Ilmu ekonomi berkembang di dunia Barat dibawah pengaruh aliran klasik Inggris, yang mengkaji variabel ekonomi seperti hubungan harga dengan penawaran, aliran uang, dan nisbah (kadar) masukan - keluaran (Garna,1996: 46).

Dalam kaitannya dengan teori pembangunan, konsep pertumbuhan ekonomi (economic growth) dianggap identik dengan konsep pembangunan. Itulah sebabnya, perkembangan teori pembangunan modern tidak dapat dilepaskan dari perkembangan disiplin ilmu ekonomi. Namun pada suatu titik kritis, muncullah “anomali pembangunan” dimana berkembanganya pertumbuhan ekonomi tidak identik dengan berkembangnya pembangunan.

“Anomali pembangunan” ini ternyata banyak terjadi di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), oleh karena struktur perekonomiannya bersifat eksploitatif, dalam arti laju pertumbuhan ekonomi yang dikejar semaksimal mungkin tanpa mempedulikan kelestarian lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Dengan kata lain, meskipun derajat kesejahteraan ekonomi sebagai bangsa meningkat, namun jika Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi setiap rencana kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, sampai kepada tindakan perdata dan pidana bagi mereka yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan baik disengaja maupun tidak disengaja.

Pentingnya lingkungan yang baru disadari setelah banyaknya kerugian yang ditimbulkan akibat kerusakan lingkungan, karena diabaikannya konsep ekologi dalam pembangunan. Padahal pembangunan akan sangat menguntungkan apabila mendapat dukungan dari lingkungannya. Segala sumber daya alam yang dimanfaatkan secara optimal tanpa mengeksploitasinya, akan membuat pembangunan terlanjutkan (lumintu), sehingga kebutuhan pada saat ini akan terpenuhi tanpa mengurangi kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang.


Strategi Negara Berkembang (c.q. Indonesia) Dalam Menghadapi Masalah Kelumintuan Pembangunan.

Pada uraian diatas telah disinggung mengenai political will pemerintah untuk menerapkan konsep ekologi pembangunan. Meskipun demikian, dapat kita amati bahwa penerapan konsep ekologi pembangunan tidak hanya didorong oleh niat atau kebijakan intern suatu negara, melainkan juga sering mendapat pengaruh dari negara lainnya.

Sebagai contoh, dengan adanya tekanan internasional dalam bidang perdagangan terhadap produk-produk yang berlabel lingkungan (ecolabelling), standar internasional tentang manajemen lingkungan (ISO 14000), serta meningkatnya kesadaran konsumen terhadap barang-barang yang ramah lingkungan, maka hal ini juga mendorong pemerintah untuk melakukan pembangunan berwawasan lingkungan.

Adapun strategi yang ditempuh dalam rangka mencapai keseimbangan antara kepentingan ekonomi sekaligus kepentingan ekologis, di antara negara berkembang tentu akan berbeda tergantung keterkaitan kepentingannya dengan masing-masing sektor pembangunan, dan juga berkaitan dengan dimensi waktu. Untuk membuat suatu strategi, biasanya berangkat dari suatu kerangka teoritis tertentu, sehingga dengan demikian terdapat hubungan antara strategi dengan teori (Kristiadi, 1997).

Teori sendiri dapat diartikan sebagai ungkapan hubungan kausal yang logis diantara berbagai gejala atau diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka berpikir dalam memahami serta menanggapi permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut. Apabila keseluruhan faktor serta variabel didalamnya telah diketahui secara pasti, maka kemudian dpaat diperhitungkan langkah-langkah atau kebijaksanaan yang perlu dilakukan untuk mengatasinya, baik secara teknis maupun institusional. Keseluruhan langkah (kebijaksanaan) dengan perhitungan yang pasti guna mencapai suatu tujuan atau untuk mengatasi suatu persoalan, inilah yang disebut sebagai strategi (Kristiadi, 1997).

Strategi pembangunan di negara-negara berkembang saat ini pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi inilah, pembangunan yang dilakukan telah memanfaatkan sumber-sumber daya alam secara tidak terkendali. Sumber-sumber daya alam dikeruk habis-habisan, pembangunan dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan, sehingga daya dukung lingkungan berkurang, dalam arti bahwa kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkurang, serta lingkungan sudah sulit untuk menetralisir kerusakan/pencemaran yang diakibatkan pembangunan.

Persoalan lingkungan hidup yang demikian kompleks, secara berantai menimbulkan pula permasalahan yang erat kaitannya dengan lingkungan, seperti penyalahgunaan fungsi tanah, kesimpangsiuran kebijakan tata guna lahan dan tata ruang, dan sebagainya. Padahal disadari sebagai faktor produksi utama, manusia sangat sensitif, dan sangat potensial untuk menimbulkan kerawanan sosial. Beberapa hal yang sering menjadi sumber keresahan misalnya masalah distribusi pemilikan dan penguasaan tanah, konversi tanah pertanian menjadi non pertanian (hunian atau industri), penetapan harga tanah yang jauh dari kewajaran, dan sebagainya. Kompleksitas permasalahan pembangunan lingkungan dan segala dampak yang menyertainya, jelas tidak bisa dilepaskan dari konsep, model atau sistem perencanaan pembangunan yang kita anut selama ini. Pembangunan yang tidak memperoleh sambutan dan antusiasme masyarakat, menunjukkan bahwa dalam perencanaannya kurang memperhatikan aspek tepat guna, tepat ruang dan tepat sasaran.

Dengan demikian, permasalahan utamanya adalah kontradiksi issu yang menyangkut masalah lingkungan dihadapkan pada tuntutan pembangunan yang semakin banyak membutuhkan lahan/ruang. Karena alasan ekonomis, pembangunan akhirnya dilaksanakan demi pembangunan itu sendiri dan bukan demi kesejahteraan masyarakat secara luas dan merata. Padahal, pembangunan lingkungan secara intensif terkait dengan aspek-aspek lain seperti kesehatan, hak asasi dan partisipasi. Disamping itu, konsep, model dan sistem perencanaan pembangunan belum trasparan, serta kurang terintegrasikan dengan perencanaan tata ruang dan tata guna lahan untuk masa yang akan datang. Disinilah perlunya koordinasi lintas sektoral dan multi disipliner yang mampu memformulasikan kebijakan bidang lingkungan yang komprehensif, berkelanjutan dan memperhatikan keseimbangan habitat dan pemanfaatannya.

Selanjutnya secara lebih rinci dapat diidentifikasikan berbagai permasalahan lingkungan dalam hubungannya dengan kelangsungan hidup masyarakat, sebagai berikut:

Pola pembangunan berkelanjutan yang merupakan sinergi antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan lingkungan belum memperoleh dukungan dari seluruh organisasi kemasyarakatan termasuk dunia usaha, karena masih kurangnya perangkat kebijaksanaan dan pelaksanaan yang tepat, seperti penetapan mutu baku lingkungan, peraturan pemerintah yang mantap dan ditegakkan secara konsisten, serta pola tingkah laku sosial.

Di bidang hukum, belum seluruh UU yang mendukung pembangunan berkelanjutan diikuti dengan peraturan pelaksanaannya seperti yang terjadi pada UU Lingkungan Hidup dan UU Penataan Ruang; atau jika peraturan sudah ada belum dapat diterapkan secara konsekuen dan konsisten termasuk lembaga yudikatif yang belum mampu bertindak terhadap kelompok industri atau pihak tertentu yang melakukan perusakan lingkungan.

Masih seringnya timbul konflik atau perbedaan kepentingan antar sektoral, bahkan antar pribadi dengan sektor; serta belum seimbangnya pola perencanaan partisipatif yang memadukan perencanaan bottom up dan top down. Disamping itu, belum mantapnya iklim kebebasan dalam lingkungan sosial yang baik, telah menimbulkan ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan, termasuk adanya kecenderungan ketakutan (kesenjangan komunikasi) dari sekelompok masyarakat untuk melaporkan keadaan sebenarnya, atau jika ada tidak berlanjut (misalnya pengaduan yang terhenti pada pihak legislatif).

Alih pemilikan dan alih fungsi lahan / tanah yang kurang tertib. Sebagai contoh, di Jawa Barat telah terjadi alih pemilikan dan alih fungsi lahan / tanah secara besar-besaran, melebihi propinsi-propinsi lain di Indonesia, yang berakibat terjadinya perubahan tata air yang merugikan lingkungan hidup dan merusak fungsi lindunng suatu kawasan. Hal ini masih diperparah dengan terjadinya perebutan penggunaan air antara kepentingan pertanian, industri dan keperluan rumah tangga, sebagai akibat perkembangan pemukiman, kota baru dan zona serta kawasan industri.

Tingkat pencemaran yang cukup tinggi oleh limbah rumah tangga masih tinggi, yang disebabkan karena ketidakmampuan masyarakat untuk membuat sanitasi. Begitu juga, pencemaran industri telah menunjukkan kecenderungan yang membahayalkan kesehatan dan higiene produk yang mengandalkan alam. Pencemaran ini disebabkan kurangnya kesadaran, kurang dikuasainya teknologi pengolahan limbah, masih belum optimalnya produk hukum sebagai pilar pengaman, serta belum berfungsinya aparat pengendalian dan pengawasan lapangan secara optimal.

Semakin banyaknya permintaan akan golongan C untuk pembangunan dan reklamasi, sehingga telah merubah usaha dan cara penggalian yang berdaya rusak tinggi. Selain itu, usaha memanfaatkan pantai terutama untuk pariwisata, telah menyebabkan diperhitungkan dengan biaya recovery untuk perbaikan lingkungan akibat eksploitasi yang berlebihan, maka kesejahteraan tadi belum cukup seimbang.

Dari sinilah disadari perlunya pengendalian pembangunan dari segi ekologis. Ekologi sendiri dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Ilmu ini berkembang karena disadari atau tidak, tingkat ketergantungan manusia terhadap lingkungannya sangat tinggi. Berkaitan dengan pembangunan yang dilakukan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya, yang mempergunakan sumber daya alam sebagai bahan bakunya, maka saat ini sudah terdapat ketidakseimbangan antara manfaat yang diterima oleh manusia dari alam dengan kelestarian alam itu sendiri. Kemudian berkembanglah yang dinamakan ekologi pembangunan. Ilmu ini mempelajari hubungan timbal balik antara pembangunan dengan lingkungannya.

Di Indonesia sendiri, political will pemerintah untuk mengaplikasikan konsep ekologi pembangunan dimulai dengan disahkannya Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini mencoba menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dalam arti agar pembangunan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Disamping itu, dalam undang-undang ini dijabarkan lebih lanjut mengenai strategi pembangunan yang berdasrkan konsep ekologi, yakni diwajibkannya melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Tidak ada komentar: