Laman

Jumat, 01 Oktober 2010

Dasar Penulisan Karya Tulis: Suatu Pendekatan & Pengalaman Empirik


Pengantar


Menulis pada hakekatnya adalah suatu kegiatan yang dapat dengan mudah dilakukan oleh setiap orang (terutama bagi yang telah bebas B3: Buta Huruf, Buta Aksara dan Buta Pengetahuan Dasar). Namun kenyataannya, banyak orang yang mengaku tidak bisa atau tidak pandai menulis, meskipun dia adalah seorang sarjana. Hal ini dapat dipahami, sebab menulis bukan semata-mata aktivitas untuk merangkaikan huruf menjadi kata, dan merangkaikan kata menjadi kalimat. Lebih dari itu, menulis adalah upaya merangkaikan ide, gagasan dan atau pemikiran kedalam kalimat secara permanen, sehingga dapat dimengerti / dipahami oleh pihak lain, bahkan dapat digunakan untuk mempengaruhi ide, gagasan dan atau pemikiran orang lain.

Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa menulis merupakan suatu aktivitas yang gampang-gampang susah. Artinya, untuk sekedar memindahkan ide, gagasan, atau bahasa lisan kedalam bahasa tertulis, adalah sesuatu yang cukup mudah. Namun untuk mampu menyusun sistematika pemikiran, penggunaan ejaan dan tanda baca yang baik, serta kedalaman dan ketajaman materi, adalah sesuatu yang sangat sulit. Untuk itu, keterampilan dan kemampuan menulis harus terus dibina / dilatih dengan disertai pengetahuan dan kemampuan yang memadai dalam aspek-aspek yang terkait dengan penulisan.

Disamping itu, dalam era informasi dan komunikasi canggih saat ini, kemampuan menulis sangat dibutuhkan oleh seluruh profesi yang ada. Oleh karena itu, meskipun sistem informasi dan komunikasi dewasa ini cenderung semakin paper-less, namun kemampuan menulis tidak mungkin dapat diabaikan, apalagi dihilangkan.


Menulis Sebagai Proses Kreatif


Menulis dapat dikatakan sebagai suatu proses kreatif. Artinya, menulis merupakan kegiatan yang mengandalkan kepada kemampuan pikir (intelektual) yang tidak dimiliki sembarang orang. Disamping itu, suatu tulisan yang baik harus pula melalui proses untuk mengorganisasikan ide atau gagasan, serta fakta-fakta yang ada, sehingga tulisan tersebut dapat dipahami secara jelas, sistematis, serta mampu memenuhi tujuannya. Dan akhirnya, dalam menulis-pun dibutuhkan keterampilan untuk mengolah data maupun berbagai referensi yang dapat mendukung dan memberi bobot lebih pada tulisan yang kita susun.

Selanjutnya dari proses tersebut, masih dibutuhkan pengetahuan dan atau kemampuan lain, yakni metode atau teknik penulisan. Dengan dua macam kemampuan ini, barulah dapat dihasilkan sebuah tulisan, baik kategori ilmiah maupun non ilmiah. Dengan kata lain, hanya orang-orang kreatiflah yang akan dapat menjadi penulis yang baik.

Dalam kaitan ini, untuk dapat menjadi seorang penulis yang baik, langkah pertama yang harus dilakukan adalah perbanyaklah membaca. Sebab, dengan banyak membaca ini, paling tidak akan didapatkan tiga keuntungan sebagai berikut:

1.      Dengan banyak membaca, seseorang dapat memperkaya ide dari berbagai sumber informasi. Dan semakin banyaknya dimiliki ide ini, seseorang akan semakin mampu memilah ide yang perlu dan up to date, atau ide yang tidak perlu, usang dan out of date.

2.      Dengan banyak membaca, seseorang akan dapat mengetahui selera pembaca. Dan kemampuan mengetahui selera pembaca akan memungkinkan seseorang untuk mengarahkan tulisannya sesuai selera dan keinginan pembaca. (contoh: selera pembaca “Femina” dan “Gatra” tidaklah sama).

3.      Dengan banyak membaca, seseorang dapat belajar mengenai bagaimana seorang penulis menyampaikan dan mengorganisasikan ide atau gagasan, menyusun kalimat yang efektif, dan sebagainya.

 

 

Tahapan Menulis


Bagi seseorang yang telah terbiasa menulis, tahapan-tahapan yang dilaluinya sering tidak teratur. Misalnya, begitu ada ide atau gagasan yang muncul tentang suatu fenomena, dia langsung menuangkan secara analitis dalam tulisan, dan setelah itu baru mencarikan konteks (latar belakang) yang sesuai dengan ide atau gagasannya tersebut, atau memperkaya dengan bahan-bahan pembanding lainnya. Akan tetapi bagi seseorang yang belum terbiasa menulis, beberapa tahapan dibawah ini dapat membantu untuk mempermudah penulisan.

Dalam hal ini, menurut Semi (1990: 11-15); Karim (1989: 5-6); Widyamartaya (1978: 9-14), tahapan menulis dapat disusun sebagai berikut.

1.   Memunculkan gagasan
Oleh karena tulisan merupakan kumpulan gagasan, maka tidak ada tulisan yang tidak mengandung gagasan. Sehubungan dengan hal tersebut, langkah pertama adalah mencari, menggali dan atau memunculkan gagasan.
Selanjutnya apabila ide / gagasan telah muncul, perlu dilakukan pencatatan terhadap setiap ide yang muncul (seringkali datang dengan seketika). Ide yang muncul pertama kali ini dapat disamakan dengan inspirasi atau ilham, yang tentu saja belum tersusun secara sistematis. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan sistematisasi, sekaligus untuk membantu ingatan, maka apapun, kapanpun dan dimanapun gagasan / ide muncul, hendaknya langsung dituangkan kedalam catatan kecil.
Adapun gagasan, ide atau masalah ini dapat diperoleh atau digali melalui empat sumber, yakni:
a.    Pengalaman
Setiap peristiwa yang menimpa seseorang (misalnya mendaki gunung, hidup masa muda di pedesaan, susahnya mencari pekerjaan, menolong kecelakaan, dan sebagainya) dapat dimanfaatkan sebagai sumber ide, khususnya dalam segi-segi yang menarik, dan bukan semata-mata proses kejadian dari peristiwa tersebut.
b.    Pengamatan
Banyak peristiwa yang terjadi disekeliling kita yang sifatnya sekali terjadi (einmalig) atau berulang (siklis). Terhadap peristiwa tersebut, seringkali dibiarkan dan diabaikan begitu saja terjadi. Namun bagi orang-orang tertentu peristiwa tersebut mungkin menarik perhatiannya, sehingga selalu diikuti dan diamati, dengan disertai pertanyaan-pertanyaan: mengapa terjadi, kapan telah terjadi dan akan terjadi lagi, apa tanda-tanda kejadiannya, dan sebagainya. pengamatan terhadap sesuatu yang melekat atau menyertai peristiwa tertentu ini dapat disebut sebagai fenomena atau gejala. Contoh: mengapa di musim kemarau banyak terjadi perceraian di Kuningan, Indramayu dan sekitarnya; mengapa produktivitas organisasi mengalami penurunan. Berbagai hasil pengamatan inilah yang bisa dijadikan sebagai sumber atau bahan tulisan.
c.    Imajinasi
Pengalaman dan pengamatan berangkat dari sesuatu yang riil dan konkrit, sedangkan imajinasi adalah penggambaran tentang sesuatu yang semu / maya dan abstrak. Namun imajinasi dapat pula dibentuk oleh pengalaman atau pengamatan, yang kemudian diberi nilai-nilai yang “abstrak” tadi. Contoh: kehidupan di penjara adalah konkrit bagi nara pidana, namun kitapun dapat mengimajinasikan hidup dan tinggal di penjara. Inilah salah satu sumber / bahan penulisan, yang membutuhkan daya khayal tinggi.
d.    Pendapat / Keyakinan
Pendapat biasanya bersifat subyektif, yang menunjukkan sikap atau pandangan seseorang terhadap obyek tertentu. Misalnya adalah pendapat tentang kelakuan / perilaku selebritis, tentang keindahan suatu lukisan, tentang kebijakan yang ditempuh pemerintah dibidang ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, seseorang juga mempunyai keyakinan, misalnya tentang sesuatu yang gaib, tentang akan terjadinya letusan gunung merapi, dan sebagainya. adanya pendapat dan keyakinan ini dapat dijadikan sebagai sumber atau bahan tulisan.

2.   Pengumpulan Informasi
Langkah berikutnya adalah mengumpulkan informasi dan data yang relevan dengan topik atau pokok bahasan yang akan ditulis. Hal ini diperlukan untuk memperlengkap dan memperkaya bahan penulisan, sehingga dapat dihindari pengungkapan dan isi tulisan yang monoton. Data dan informasi ini dapat berupa gambar, angka statistik, grafik, pendapat para pakar, dan sebagainya.

3.   Penetapan Tujuan
Penetapan tujuan tulisan merupakan tahap yang cukup penting, sebab tujuan penulisan sangat berpengaruh terhadap bentuk, panjang dan cara penyajian tulisan. Tujuan ini dapat berdiri sendiri, tetapi lebih sering merupakan gabungan dari beberapa tujuan. Adapun tujuan yang biasanya dimiliki oleh penulis adalah sebagai berikut:
§  Memberikan arahan, yakni memberi petunjuk kepada orang lain dalam mengerjakan sesuatu, misalnya cara menjalankan mesin.
§  Menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian atau penjelasan tentang sesuatu yang harus diketahui orang lain, misalnya manfaat olah raga bagi kesehatan jantung, pentingnya lingkungan hidup.
§  Menceritakan kejadian, yaitu memberikan informasi tentang sesuatu peristiwa yang berlangsung disuatu tempat dan suatu waktu, misalnya tentang perjuangan P. Diponegoro, kerusuhan dan penjarahan di Jakarta.
§  Meringkaskan, yaitu membuat rangkuman suatu tulisan sehingga menadi lebih singkat.
§  Meyakinkan, yaitu tulisan yang berusaha meyakinkan, mempengaruhi dan atau mempengaruhi pendapat dan sikap orang lain.

Berikut ini dikemukakan be berapa contoh tulisan singkat, dan Anda diminta untuk menentukan jenis tujuannya.

4.   Perancangan Tulisan
Merancang tulisan diartikan sebagai kegiatan penilaian kembali informasi dan data, pemilihan sub topik, penetapan bentuk / panjang tulisan, serta penulisan outline / bagan atau plot karangan atau tulisan.
Bagan, otline atau plot dari tulisan ini dapat menggunakan beberapa pola, antara lain: DAM-D, D-S-D, PMT, 5W + 1H, dan T-A-S.

5.   Penulisan
Ini dapat dikatakan sebagai tahap terpenting dari proses penulisan secara keseluruhan. Dalam tahap ini, jangan dilupakan tentang hal-hal: tujuan penulisan, sasaran pembaca, pemilihan kalimat yang efektif, dan sebagainya.

6.   Penyuntingan / Revisi
Setelah draft tulisan selesai, ada baiknya kita baca ulang dalam kedudukan kita sebagai pembaca. Dari proses baca ulang ini bisa jadi akan ditemukan kesalahan atau kejanggalan, baik dalam hal tanda baca, kesinambungan antar paragraf, akurasi data, efektivitas kalimat (apakah terjadi pengulangan yang tidak perlu), dan sebagainya. Jika ternyata ada kesalahan atau kejanggalan ini, maka perlu diadakan perbaikan / revisi. Proses perbaikan setelah selesai tersusun draft tulisan inilah yang disebut editing atau penyuntingan.


Prinsip Penulisan

Untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik dan menarik, lugas dan tuntas, serta enak dibaca dan perlu, maka seorang penulis harus memperhatikan prinsip penulisan. Menurut Carl Goeller (dalam Semi, 1990: 16), suatu tulisan hendaknya memenuhi prinsip ABC (Acuracy, Brevity, Clarity), atau akurat, singkat dan jelas.

Tulisan yang akurat, artinya segala sesuatu yang dikemukakan dalam tulisan memberi keyakinan kepada pembaca, karena informasi atau gagasan yang disampaikan adalah sesuatu yang masuk akal, atau dirasakan sebagai sesuatu yang benar. Nama-nama atau data yang dikemukakan dituliskan dengan tepat, dan tidak ada pernyataan yang terlalu luas dan umum, sehingga dapat dipahami dengan mudah serta tidak menimbulkan prasangka.

Tulisan yang singkat, artinya tulisan itu hanya menyatakan apa yang perlu dan patut dikatakan, dan tidak melebih-lebihkan suatu fakta. Penggunaan bahasa juga tidak menimbulkan kesan menggurui, dan cukup menggunakan kata-kata yang secara umum telah banyak diketahui banyak orang.

Tulisan yang jelas, artinya tulisan itu mudah dipahami pembaca, seolah-olah ia sedang berhadapan dengan penulis. Dengan kata lain, tulisan yang jelas adalah tulisan yang bagi pembaca dinilai informatif dan komunikatif. Prinsip-prinsip ini dapat diukur dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu.




Beberapa Kendala yang Muncul Dalam Menulis

1.      Kurang percaya diri.
Ketika dihadapkan pada suatu kasus yang harus dianalisa / dipecahkan – apalagi secara tertulis – sebagian besar orang selalu berpikir bahwa “saya tidak bisa”. Lebih-lebih jika dalam komunitas lingkungannya terdapat satu atau beberapa orang yang bisa menulis, maka ia cenderung menyarankan agar orang itulah yang mengerjakan tugas. Padahal orang yang bisa menulis belum tentu merasa lebih pandai dibanding temannya. Disamping itu, bentuk rasa kurang percaya diri dapat terlihat bahwa seseorang malu jika tulisannya dibaca orang lain. Kerugian dari kendala ini adalah bahwa ia tidak akan segera tahu kelemahannya; dan kalaupun ia mengetahuinya maka ia kurang terpacu untuk memperbaiki kelemahannya tersebut.

2.      Kesulitan dalam menentukan kata pembuka atau kata permulaan.
Ide / gagasan yang menumpuk di kepala, kadang begitu sulit ditransfer dalam bentuk tertulis. Seorang orator ulung, belum tentu seorang penulis yang baik; sebaliknya, seorang yang kurang mampu berdebat secara sistematis, belum tentu tidak memiliki kemampuan untuk menulis secara baik. Sebab, suatu ide / gagasan dapat ditransfer melalui dua macam cara, yakni secara lisan dan secara tertulis. Idealnya, setiap orang memiliki kedua jenis kemampuan ini. Kesulitan dalam menentukan kata pembuka ini sama artinya dengan kebingungan dalam menentukan pijakan awal tulisan. Padahal, ketepatan dalam menentukan kata pembuka ini akan menentukan minat pembaca untuk mengetahui seluruh isi tulisan.

3.      Ketajaman analisis yang kurang.
Sering terjadi bahwa suatu analisis tertulis tidak mampu mendekati permasalahan secara komprehensif (dari berbagai sudut pandang / aspek). Suatu kajian yang khusus dilihat dari aspek tertentupun (ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya), sering dinilai “dangkal atau sempit”.

4.      Alur pikir kurang jelas.
Tidak jarang terjadi bahwa suatu tulisan yang cukup panjang (10 halaman atau lebih) ternyata tidak mengandung pesan (message) tertentu sebagai gagasan pokok (main idea) si penulis. Lebih dari itu, isi alinea yang satu dengan alinea yang lain seperti berdiri sendiri dan tidak ada kaitan. Dalam keadaan demikian, tentulah seorang pembaca akan kesulitan memahami keinginan dan jalan berpikir atau alur pikir si penulis.

5.      Sering terjadinya pengulangan kata / kalimat.
Sering kita temui, dalam satu tulisan – bahkan dalam satu kalimat – terjadi pengulangan kata yang tidak perlu. Hal ini selain kurang menarik, juga tentu saja memperlihatkan kepada pembaca bahwa si penulis kekurangan kosa kata (perbendaharaan kata). Dalam keadaan demikian, dapat dipastikan bahwa pembaca kurang tertarik, dan akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan membaca tulisan tersebut.


Beberapa Saran Untuk Mengatasi Kendala Dalam Menulis


1.      Tingkatkan rasa percaya diri
Ingatlah kata klasik yang mengatakan bahwa “jika orang lain bisa, maka saya-pun pasti bisa”. Jangan sekali-kali berpikir bahwa “tulisan saya harus bermutu / berbobot”. Perlu diketahui bahwa tidak ada penulis besar yang “jadi” dengan tiba-tiba. Pada tahap awal, semua calon penulis mengalami ‘sindrom’ ini.
Perlu diketahui bahwa dikaitkan dengan mutu / bobot tulisan, pada dasarnya tidak ada seorang penulis-pun yang merasa tulisannya dapat dinilai baik. Bahkan sering terjadi si A menilai tulisan si B lebih baik dibanding tulisannya; sementara si B justru menilai tulisan si A lebih baik dibanding tulisannya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, hindarkanlah melakukan penilaian terhadap tulisan diri sendiri, serta pikirkanlah bahwa orang lain pasti menilai tulisan kita baik.

2.      Gunakan Rumus “TOP – KUAT”
Memang, kata pembuka tidaklah sepenting judul. Namun jagalah agar pembaca sudah tidak tertarik dengan kalimat pertama yang Anda gunakan. Untuk itu, beberapa kata pembuka disini dapat dijadikan ancar-ancar.
§  T (tema) = mulailah dengan kalimat / pernyataan yang merupakan tesis atau pernyataan tema.
§  O (omogan) = mulailah dengan suatu percakapan atau dialog yang berkaitan dengan tema
§  P (perbuatan) = mulailah dengan suatu tindakan.
§  K (kuriositas) = mulailah dengan kalimat / pernyataan yang akan membangkitkan rasa ingin tahu.
§  U (ungkapan) = mulailah dengan suatu ungkapan, peribahasan, kutipan.
§  A (anekdot) =   mulailah dengan menceritakan pengalaman, kisah kecil atau anekdot yang dapat menampilkan tema yang ditulis.
§  T (tanya) = mulailah dengan suatu pertanyaan, baik yang sungguh-sungguh ingin dijawab maupun yang tidak ingin dijawab (retoris).

3.      Diskusi dan Perbanyaklah Membaca
Kedalaman dan ketajaman analisis tulisan hanya dapat diatasi dengan memperbanyak diskusi dengan teman atau orang lain, menghadiri banyak seminar dan acara ilmiah lain, serta dengan menggiatkan kegemaran membaca. Yakinlah bahwa ketajaman dan kedalaman analisis tulisan orang lain semata-mata disebabkan karena ia lebih dahulu membaca buku dibandingkan kita.

4.      Gunakan Pola Bagan / Plot, dan Kalimat Sambung.
Ketika kita mengalami kesulitan untuk menyambungkan paragraf yang satu dengan paragraf yang lain, atau ide yang satu dengan ide yang lain, gunakan atau pilih beberapa outline, bagan atau plot yang sesuai dengan selera Anda (DAM-D, D-S-D, PMT, 5W + 1H, dan T-A-S). Disamping itu, Anda dapat memanfaatkan pemmakaian beberapa kata sambung, misalnya: oleh karena itu, sehubungan dengan hal tersebut, meskipun demikian, mengingat hal tersebut diatas … maka ….., dari uraian diatas jelaslah kiranya bahwa …., dengan kata lain, dan sebagainya.
Untuk mengurangi kesalahan dan kelemahan dalam alur tulisan, dapat pula digunakan beberapa kaidah penggunaan paragraf baru sebagai berikut:
  • Paragraf baru biasanya digunakan jika ada peralihan waktu, misalnya: “satu minggu kemudian, ….”.
§  Paragraf baru biasanya digunakan jika ada peralihan tempat, misalnya: “tidak jauh dari situ …..”.
§  Paragraf baru biasanya digunakan jika ada pergantian penekanan atau pandangan, misalnya: “dari lain pihak, ….”.
§  Paragraf baru biasanya digunakan untuk menguraikan atau menceritakan hal baru yang mirip dengan hal yang sudah dibicarakan sebelumnya, misalnya: “tidak jauh berbeda dengan hal itu, ….”.
§  Paragraf baru biasanya digunakan jika ingin membandingkan atau mempertentangkan hal satu dengan yang lain, misalnya: “hal tersebut apabila dibandingkan dengan …..”.

5.      Perkaya Kosakata (perbendaharaan kata).
Jangan biasakan mengulang kata yang sama untuk menunjukkan hal / obyek yang sama. Misalnya, gunakan istilah masyarakat, rakyat, warga, anggota komunitas, untuk menggambarkan sekelompok orang yang tinggal di suatu teritorial tertentu.

 

 

Kemungkinan Keliru Dalam Menulis

 

Dalam suatu proses penulisan, selalu terdapat kemungkinan keliru. Dengan kata lain, kekeliruan adalah sesuatu yang sangat wajar dan biasa. Dalam hal ini, paling tidak terdapat 6 (enam) kemungkinan keliru dalam menulis, yaitu (Karim, 1989: 6):


§  Salah penegasan atau melebih-lebihkan fakta.
§  Salah penafsiran / interpretasi karena kekurangan fakta.
§  Kekeliruan data, istilah atau kutipan.
§  Kesimpulan yang salah atu kurang bukti.
§  Gagal dalam membedakan antara fakta dan opini.
§  Kontradiksi dan inkonsistensi.



LATIHAN - 1


Dengan memperhatikan pentahapan dalam menulis, buatlah tulisan dengan ide-ide atau gagasan sebagaimana tersedia pada bagian dibawah ini, atau ide-ide lain yang dapat Anda kembangkan sendiri. Untuk latihan ini, panjang tulisan cukup ! 1 halaman, dan dapat Anda kembangkan sendiri pada kesempatan yang lain. Perhatikan pula tentang pemilihan bentuk tulisan yang cocok untuk masing-masing ide / gagasan.

1.      Krisis moneter yang dialami bangsa Indonesia saat ini dan beberapa waktu yang lalu, telah mengarah pula kepada krisis politik dan krisis kepercayaan kepada pemerintah. Akibatnya, situasi politik hampir tidak terkendali yang ditandai oleh banyak peristiwa penjarahan, pemerkosaan, perusakan, dan sebagainya. Korban dari peristiwa tersebut kebanyakan adalah WNI keturunan Cina, sehingga sebagian diantara mereka memilih meninggalkan Indonesia, baik untuk sementara waktu maupun untuk seterusnya. Sikap ini ternyata makin mendorong krisis ekonomi makin parah, sebab merekalah sebenarnya para pelaku ekonomi di negeri ini. Dari situasi tersebut muncul ide sebagai berikut: WNI keturunan ini hendaknya mengambil situasi sekarang sebagai momentum untuk menunjukkan rasa nasionalisme dan kepeduliannya atas kehidupan rakyat kecil pada umumnya. Caranya, mereka mengurangi tingkat keuntungan usaha, misalnya jika sebelumnya menetapkan angka keuntungan sebesar 25 %, sekarang dibatasi sebesar 10 % dan sisanya disumbangkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Jika hal ini dilakukan, maka keberadaan mereka akan dapat diterima oleh warga pribumi, sekaligus akan mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di kemudian hari.

2.      Seiring dengan krisis yang terjadi, akhir-akhir ini dapat diamati tentang merebaknya para pengamen baru, pengemis baru, pedagang asongan baru, maupun para peminta sumbangan untuk berbagai keperluan, yang beroperasi di setiap simpang jalan di kota-kota besar. Parahnya, diantara mereka adalah anak-anak kecil yang sesungguhnya belum layak dimanfaatkan sebagai “faktor produksi” (tenaga kerja). Tentu saja, kondisi tersebut merupakan kemunduran atau penurunan mutu kehidupan bermasyarakat. Untuk mengatasi hal ini, muncul ide sebagai berikut: Lembaga-lembaga atau instansi pemerintah hendaknya memperbesar rasa tanggungjawab dan kepedulian terhadap kehidupan sosial masyarakat, terutama yang tinggal di sekeliling instansi tersebut. Caranya, mereka menyisihkan dana yang dihimpun dari para karyawannya, dan digunakan untuk membiayai sekolah dan biaya hidup sehari-hari bagi 2 – 3 anak terlantar yang minta-minta di jalanan. Jika di Jawa Barat terdapat 500 instansi, berarti ada 1000 – 1500 anak yang terselamatkan. Belum lagi jika lembaga swasta dan militer diajak dalam penyelenggaraan program ini.

3.      Keadaan ekonomi Indonesia yang makin terpuruk dewasa ini, telah menyebabkan Indonesia sebagai negara termiskin di dunia dengan GNP sebesar US $ 300. Dilihat dari kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah selama 32 tahun terakhir, dapat dikatakan telah terjadi kesalahan strategi. Selama ini seolah-olah terkondisi bahwa ekonomi rakyat kurang dibina secara serius, sementara para konglomerat diberi kesempatan untuk berkembang secara leluasa, misalnya melalui hutang luar negeri. Disatu pihak hal ini memang memacu laju pertumbuhan ekonomi (LPE) negara, namun di pihak lain merupakan “bom waktu” yang ternyata telah meledak beberapa saat yang lalu. Untuk itu, pemerintah perlu menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih tepat dalam berbagai aspeknya.

4.      Kehidupan masyarakat pedesaan di Desa “X” ditandai dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) yang tinggi, tingkat pendidikan yang rendah, pendapatan yang rendah, serta berbasis ekonomi pertanian dengan teknologi sederhana. Hal ini mengakibatkan makin sulitnya pembangunan dilaksanakan di desa tersebut, yang pada gilirannya mengakibatkan makin menurunnya derajat kemakmuran warga desa, sekaligus ditandai dengan meningkatnya urbanisasi, pengangguran dan tingkat kriminalitas baik di kota maupun di desa itu sendiri. Anda diminta untuk melakukan analisis tentang kemungkinan penerapan suatu program pembangunan tertentu yang cocok dan berhasil jika diimplementasikan di desa tersebut.

5.      Sebagai salah satu jenis jabatan fungsional, kenaikan pangkat dan kinerja widyaiswara diukur dari angka kredit yang dikumpulkan dalam jangka waktu tertentu. Dan salah satu butir penilaian yang menghasilkan banyak angka kredit adalah karya tulis (khususnya yang masuk kategori ilmiah). Namun kenyataannya, sedikit sekali jumlah widyaiswara yang hobby dan atau memiliki kemampuan menulis secara baik. Jangankan menulis tentang sesuatu diluar disiplinnya, menulis diktat atau modul mata kuliah tertentu yang dipegangnya-pun tidak dilakukan. Akibatnya, sering terjadi kasus keterlambatan kenaikan pangkat bagi Widyaiswara, yang semestinya dapat diproses setiap 2 tahun sekali.


 

LATIHAN - 2


Anda diminta untuk membuat tulisan dengan pola pembaganan (plot / outline) tertentu dengan tema atau topik-topik sebagai berikut. Anda dapat pula menentukan tema-tema yang sesuai dengan minat dan atau bidang tugas Anda.

1.      Pola DAM-D
Tema:        1. Kewajiban Memakai Helm bagi Pengendara Sepeda Motor.
                  2. Korban Letusan Gunung Merapi

2.      Pola D-S-D
Tema:        1. Rejim Pemerintah Orde Baru
                  2. Kesejahteraan Masyarakat

3.      Pola PMT
Tema:        1. Taat Pajak.
                  2. PHK dan Pengangguran

4.      Pola 5W + 1H
Tema:        1. Program Wajib Belajar 9 Tahun.
                  2. Pembakaran Kantor Polsek di Garut

5.      Pola T-A-S 
Tema:        1. Penerapan Sistem Angka Kredit bagi Widyaiswara
                  2. Hak Asasi Manusia



Daftar Kepustakaan

M. Atar Semi, Menulis Efektif, Padang: Angkasa Raya, 1990
M. Rusli Karim, Metode Penulisan Ilmiah, makalah tidak diterbitkan, Yogyakarta, 1989.
Widyamartaya, Kreatif Mengarang, Yogyakarta: Kanisius, 1978

Tidak ada komentar:

Posting Komentar