Laman

Jumat, 29 Juli 2011

Men Sana in Corpore Sano


Pagi hari ini, sehabis senam dan poco-poco bersama, saya melanjutkan olahraga dengan jogging keliling kampus bersama seorang kawan yang berlatar belakang militer. Aktivitas bersama seperti ini saya rasakan besar sekali manfaatnya. Disamping menimbulkan rasa kedekatan secara personal, juga mampu menjadi sumber inspirasi baru, sebagaimana yang saya alami. Sambil berlari-lari kecil, kami berbincang bebas tanpa topik, mengalir begitu saja seiring dengan aliran nafas saya yang semakin ngos-ngosan.

Ketika saya sudah merasa ngos-ngosan meski baru satu putaran, sementara kawan saya yang 11 tahun lebih tua justru merasa belum “panas”, saat itulah terpikirkan oleh saya betapa tinggi kesenjangan antara birokrat sipil dengan aparat militer dalam hal stamina, kebugaran jasmani, dan ketahanan fisik. Padahal, fisik yang kuat akan sangat membantu keberhasilan tugas-tugas organisasi. Kondisi fisik yang prima juga akan sangat mempengaruhi emosi dan perilaku secara positif, sebagaimana makna dari pepatah Latin Men Sana In Corpore Sano (dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, a sound mind in a healthy body). Ternyata, pepatah ini memiliki pengaruh yang sangat kuat (influential) di berbagai sektor. Bukan hanya John Locke (1632–1704) yang menggunakannya dalam bukunya berjudul Some Thoughts Concerning Education, namun institusi militer seperti Royal Marine Physical Training Instructors, Hargrave Military Academy, Canadian Military, dan sebagainya juga menggunakan sebagai bagian dari indoktrinasi mereka. Intisarinya sederhana saja: jika ingin bahagia, usahakan agar fisik kita sehat dan bugar. Sebab, orang yang terganggu mentalitas atau kejiwaannya, pastilah didahului oleh kondisi fisiknya yang tidak memadai.

Dengan melihat betapa pepatah itu sudah begitu luas diterapkan, maka agak aneh jika birokrasi sipil di Indonesia tidak mencoba mengadopsinya. Dari jogging dengan kawan eks Kolonel tadi saya meyakini bahwa program pembangunan fisik jasmani adalah sebuah kebutuhan yang sangat fundamental bagi pejabat/pegawai pemerintah, termasuk bagi peserta diklat. Ketika sistem kebijakan dan sistem kepegawaian kita sudah mengakomodir aspek fisik jasmani sebagai kebutuhan, maka kesehatan dan kekuatan fisik jasmani ini harus menjadi salah satu kompetensi yang dipersyaratkan dalam proses rekrutmen, mutasi maupun promosi. Selain itu, program pembangunan fisik jasmani juga harus menjadi program yang terstruktur dalam seluruh program organisasi pemerintah di level manapun. Sejak saat itu, saya memiliki keyakinan baru bahwa keberhasilan pemerintah akan ditentukan sebagian oleh seberapa tinggi tingkat keberhasilan program pembangunan fisik jasmani.

Manfaat lain yang bisa diperoleh dengan meningkatnya pembangunan fisik jasmani dari birokrat sipil adalah menjadi sistem pelapis yang kuat bagi pembangunan ketahanan nasional. Kapan saja integritas dan keutuhan bangsa terancam, dan kapan saja Ibu Pertiwi memanggil, maka para pejabat sipil ini telah siap menjadi kekuatan pelapis yang dapat diandalkan.

Keyakinan baru saya ini adalah sebuah keyakinan yang agak terlambat, karena saya sudah mengabdi 17 tahun lebih untuk birokrasi sipil Indonesia, tepatnya di Lembaga Administrasi Negara. Selain itu, saat keyakinan ini datang, secara sangat kebetulan program senam pagi telah berakhir, seiring datangnya bulan suci Ramadhan beberapa hari lagi. Artinya, itulah kesempatan saya yang pertama dan terakhir untuk jogging bersama Kolonel sang pelatih. Namun, saya selalu yakin bahwa tidak pernah ada kata terlambat untuk niat baik atau usaha kearah perbaikan, sebagaimana sebuah pepatah mengatakan: better late than never

Kampus Pejompongan Jakarta
Kamis, 28 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar