Laman

Senin, 08 April 2013

Tugas Baca


Dalam kurikulum Diklatpim I dan II, ada materi tentang Tugas Baca. Namun uniknya, desain program untuk Diklatpim II dan Diklatpim I sangat berbeda. Pada saat mengikuti Diklatpim II, materi Tugas Baca dilakukan dengan mencari buku-buku di perpustakaan untuk mempertajam tugas-tugas seperti KKT atau KTP2. Judul buku dibebaskan dan tidak diwajibkan untuk dipresentasikan hasilnya. Sedangkan di Diklatpim I, judul buku sudah ditentukan, dengan format presentasi yang juga sudah dibakukan. 

Sejak Kajian 1 (Falsafah Bangsa, Paradigma Pembangunan, Kepemimpinan Nasional), sudah muncul kebingungan ketika peserta harus menyajikan hasil bacaannya dengan struktur yang terbagi menjadi empat aspek, yakni: “Esensi”, “Prinsip”. “Aplikasi”, dan “Lesson Learned”. Kebetulan, dengan judul buku Negara Paripurna karangan Yudi Latif, keempat aspek tersebut masih bisa “dipaksakan”. Namun pada Kajian 2 (Sistem Pemerintahan dan Pembangunan Nasional), perdebatan menjadi berkepanjangan sampai menghabiskan dua sessi secara sia-sia.  

Kesia-siaan ini bersumber dari tiga hal. Pertama, buku yang direkomendasikan belum siap saat peserta sudah harus membaca. Masih untung ada sponsor dari peserta sehingga penggandaan ketiga buku bisa lebih cepat dibagikan meski agak terlambat. Kedua, belum ada kepastian tentang buku mana yang harus dibaca. Widyaiswara memberikan tiga judul buku, masing-masing Confession of an Economic Hit Man: Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (Jakarta, Abdi Tandur, 2005), serta Pengakuan Bandit Ekonomi John Perkins: Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga (Jakarta, Ufuk Press, 2007), keduanya karya John Perkins. Selain kedua buku tadi, masih diwajibkan juga kepada peserta untuk menyiapkan sendiri buku SANKRI, tanpa dijelaskan diawal buku ke berapa dari tiga jilid SANKRI tersebut. Dan hal ketiga yang paling membuat peserta bingung adalah ketidakkompakan widyaiswara tentang Tugas Baca ini. Pendeknya, materi Tugas Baca menjadi bagian yang paling tidak terstruktur, paling tidak jelas tujuan instruksionalnya, paling tidak  jelas metodenya, dan paling tidak jelas manfaatnya, dari seluruh mata diklat yang ada di kurikulum Diklat Kepemimpinan.  

Kebimbangan peserta tentang kemanfaatan membedah buku-buku yang disodorkan terlihat nyata dengan sarannya kepada widyaiswara untuk mengganti dengan buku lain karena buku-buku diatas dinilai tidak berkorelasi dengan tugas instansinya. Namun toch tetap saja tidak ada pilihan lain bagi peserta selain sami’na wa atho’na (saya dengar dan saya taat). Jika model pembelajaran seperti ini masih terus dipertahankan, lebih baik Tugas Baca dihapus saja karena hanya membuang waktu dan energi peserta. 

Sejujurnya, saya pribadi juga merasakan bahwa tugas baca dengan skenario yang diterapkan di Diklatpim I ini sangat tidak ada gunanya. Padahal, Tugas Baca bisa menjadi metode pembelajaran yang lebih efektif dibanding ceramah atau diskusi kelompok, sepanjang didesain dengan benar. Dalam hal ini, saya lebih merekomendasikan agar peserta diberi kebebasan untuk menentukan sendiri buku yang ingin dibacanya. Cara pemaparan hasil bacaan-pun dibebaskan, tidak dikekang dengan keharusan merangkum dari aspek esensi, prinsip, dan aplikasinya. Munculnya tiga aspek itu sendiri (esensi, prinsip, aplikasi) mengundang perdebatan yang tidak produktif antar peserta dan antara peserta dengan widyaiswara. Lagi pula, seperti buku Confession of an Economic Hit Man tadi, sangat sulit disistematisasi berdasarkan esensi, prinsip, dan aplikasinya, karena ini lebih merupakan pengalaman hidup seseorang (John Perkins) dalam permainan ekonomi global.  

Selain itu, penyelenggara diklat dan widyaiswara harus paham bahwa kebutuhan pembelajaran setiap peserta tidak selalu sama. “Pemaksaan” membaca buku tertentu tidak akan pernah menghilangkan dahaga intelektual seseorang, bahkan bisa menimbulkan situasi kejengahan yang luar biasa. Saya merasakan betul, ketika saya ingin banyak mencari dan membaca tentang public administration untuk mendukung penulisan KTP-2 serta tugas-tugas yang telah menanti di unit kerja saya yang baru, tiba-tiba petualangan hidup John Perkins-lah yang harus saya lalap. Dalam situasi ini, maka saya memperoleh dua kerugian sekaligus yakni membaca sesuatu yang tidak saya butuhkan, dan kehilangan waktu untuk mempercepat tugas penulisan KTP-2. 

Maka, seorang widyaiswara yang baik harus bisa “membaca” kondisi kebatinan peserta, apakah segala yang dilakukan benar-benar karena ketulusan dan antusiasmenya, ataukah hanya untuk memuaskan widyaiswara namun mengecewakan dirinya sendiri? Sekali keberatan kolektif mengemuka seperti kejadian sore tadi, maka widyaiswara harus seketika itu pula menemukan solusi yang cerdas untuk kebaikan bersama. Disisi lain, penyelenggara juga harus mengkaji ulang dan merumuskan kembali filosofi, metode, skenario, dan target kompetensi yang diinginkan dari materi Tugas Baca ini. 

Satu hal yang perlu direnungkan untuk perbaikan kedepan, aktivitas “membaca” jangan selalu diartikan membaca teks (naskah tertulis), namun bisa diarahkan untuk membaca konteks (fenomena sunatullah, atau tanda-tanda zaman). Proses penyadaran, aufklarung, atau enlightment seseorang tidak selamanya datang dari inspirasi yang didapat dari membaca teks, namun bisa juga dari hasil kontemplasi, perenungan, dan pemaknaan terhadap sebuah gejala alam, mencari hakekat dari sesuatu yang tidak nampak, membaca sesuatu yang tidak tersurat, dan menembus batas-batas transendental sebuah realitas dan rasionalitas. Dari membaca konteks ini, kemudian dikristalisasi menjadi lesson learned untuk menjalani kehidupan dengan cara yang lebih baik dan manusiawi. 

Bagaimana konkritisasi dari tugas membaca teks menjadi tugas membaca konteks? Kita perlu duduk bersama dan saling membuka hati dan pikiran kita. 

Dari kamar B-315
Kampus Pejompongan, 8 April  2013

1 komentar:

  1. Kebetulan sekali sy membaca blog Japan disaat sdg mencari buku SANKRI jilid 2 Dan 3. Ingin bertanya, dimanakah saya bisa memperolehnya? Kebetulan ditempat tempat yg saya cari, hny ada buku SANRI. Mohon bantuan infonya dimana saya bisa menemukan kedua buku tersebut. Terima Kasih.

    BalasHapus