Laman

Minggu, 01 Juni 2014

Belajar Inovasi Dari Singapura


Menemukan dan menarik pelajaran dari inovasi di negeri semaju Singapura hanya dalam waktu tiga hari tentulah bukan suatu hal yang mudah. Namun pada kunjungan singkat dalam rangka tugas mendampingi peserta Diklatpim II LAN Angkatan 39 Kelas A, saya mencoba menangkap sebuah inisiatif inovasi yang sangat menarik di salah satu instansi yang kami kunjungi, yakni SMRT (Singapore Mass Rapid Transit). 

Namun sebelumnya saya akan sedikit memberi gambaran tentang tentang institusi ini. SMRT adalah perusahaan swasta yang tunduk pada regulasi yang dikeluarkan oleh LTA (Land and Transportation Agency), sebuah instansi publik yang bertugas mengatur peruntukan tanah dan sistem transportasi dan berada dibawah Kementerian Transportasi. Jaringan rel SMRT terdiri dari MRT lines dan LRT line. Saat ini ada empat MRT lines yakni: jalur Utara-Selatan (jalur merah), jalur Timur-Barat (jalur hijau), jalur Utara-Timur (jalur ungu), dan jalur melingkar (jalur kuning). Sedangkan jaringan LRT menghubungkan daerah hunian dengan jalur-jalur MRT, terdiri atas tiga jalur yakni: Bukit Panjang (Bukit Panjang LRT), Sengkang (Sengkang LRT), dan Punggol (Punggol LRT). Selain moda berbasis rel, SMRT juga mengoperasikan bis kota dan taksi. Dari berbagai jalur dalam sistem transportasi darat di Singapura tadi, kami hanya berkunjung ke manajemen yang menangani jalur melingkar atau circle line warna kuning. 

Nah, di jalur kuning itulah saya melihat ada inovasi besar yaitu penerapan kereta tanpa masinis (driverless train). Ini bisa dikatakan sebagai pilihan masa depan bagi warga Singapura. Mengapa demikian? Nampaknya mereka menyadari benar bahwa dimasa mendatang negeri ini akan semakin kesulitan untuk mencari tenaga masinis yang profesional, sehingga keputusan harus diambil saat ini untuk mengatasi permasalahan masa mendatang. Dari sini saja sudah nampak adanya keputusan yang berani, cerdas, dan visioner. Dengan mengambil keputusan ini sekaligus mereka dapat meningkatkan efisiensi dalam banyak hal, misalnya anggaran untuk membayar masinis, dan waktu yang dibutuhkan untuk pergantian masinis. Selain itu, penerapan sistem driverless ini juga menjadikan tingkat kecelakaan menjadi nol (zero accident), karena menurut pendapat mereka, setiap kecelakaan kereta selalu bersumber dari kesalahan manusia (human error). 

Uniknya, mereka mengakui bahwa pada saat ide untuk menciptakan sistem layanan kererta yang tanpa masinis ini, mereka tidak memiliki teknologi dan pengetahuan sama sekali untuk itu. Mereka mengatakan bahwa we are zero knowledge. Itulah sebabnya, mereka mengirimkan beberapa tenaga terampil ke Perancis untuk belajar bagaimana Perancis dapat menjalankan sistem tersebut. dari sini terlihat bahwa inovasi di Singapura dalam hal perkeretaapian bukanlah sesuatu yang baru dan merupakan gagasan orisinal, melainkan sebuah adopsi terhadap sistem yang sudah ada di tempat yang lain. Namun bagi warga Singapura, itu tentulah sesuatu yang baru, sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, dan sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah manpower atau masalah-masalah lainnya. Itulah sebabnya, inisiatif untuk mengadopsi sistem di Perancis untuk diterapkan di Singapura tetap dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi. 

Hal menarik lain yang dapat diamati dari SMRT adalah rumusan organizational values yang kuat dan menjadi branding terhadap perusahaan. Nilai-nilai itu dirumuskan bersama seluruh pegawai dengan memodifikasi nama perusahaan menjadi SMRTni. Singkatan ini diterjemahkan sebagai: Service excellence dengan inti pesan untuk mendahulukan orang lain (put others first), Mastery yang mendorong setiap pegawai untuk terus meningkatkan pengetahuan agar dapat berperan lebih baik lagi (be the best you can be!), Responsibility and respect yang menghargai setiap komitmen dan perbedaan antar pegawai (give everyone the respect they deserve), Teamwork yang menuntut kesamaan dalam melihat misi organisasi dan menyatukan kekuatan individu menjadi kekuatan organisasi (together we can do anything), Nurture yang bermakna menciptakan lingkungan yang peduli dan kondusif untuk perkembangan potensi individu (lead with heart), serta Integrity yang menegaskan setiap pegawai untuk memegang standar etika tertinggi dan menjadi teladan bagi orang lain (do the right thing). 

Selain memiliki nilai-nilai organisasi yang kuat, SMRT juga memiliki janji pelayanan kepada para pelanggannya. Janji-janji ini merujuk pada standar minimal yang harus mereka lakukan, diantaranya adalah minimal 94 persen kereta datang setiap 2 menit, minimal 96 persen kereta berangkat setiap 2 menit, ketersediaan kereta minimal 98 persen, keterlambatan dalam pelayanan tiket tidak lebih dari 500 jam per 10.000 jam (5 persen), kelambanan pengoperasian lift tidak lebih dari 100 jam per 10.000 jam (1 persen), dan kelambanan eskalator tidak lebih dari 50 jam per 10.000 jam (0,5 persen). Janji pelayanan yang serupa juga diberlakukan untuk pelayanan bis kota. Jika dicermati, janji-janji itu begitu detil, yang menunjukkan betapa mereka bekerja dalam standar kualitas yang sangat tinggi dan didukung oleh profesionalisme para pegawainya.  

Profesionalisme pegawai yang tinggi itu adalah hasil dari kebijakan perusahaan dalam mengelola dan memberdayakan pegawainya. Di SMRT, pegawai diberi ruang yang luas untuk menyampaikan visi dan pemikirannya untuk perbaikan organisasi. Beberapa forum sengaja diciptakan untuk menjaga keintiman antara pimpinan dan stafnya, misalnya town hall sessions, CEO dialogue sessions, tea sessions, dan quarterly cocktails. Pengalaman banyak lembaga di berbagai belahan dunia seperti Ferrari, Manchester University, Oticon, dan sebagainya, menunjukkan bahwa forum-forum informal seperti ini sangat efektif untuk merangsang kreativitas pegawai dan menemukan ide-ide inovatif. 

Pada saat bersamaan, setiap tahunnya SMRT juga berinvestasi dengan mengikutsertakan minimal 6,5 persen dari total jumlah pegawainya dalam program pelatihan dan pengembangan teknik, non-teknik/manajerial, serta soft skill lainnya. Secara rata-rata, setiap pegawai memiliki jatah untuk mendapatkan lima tempat pelatihan dan 74 jam pelatihan setiap tahunnya. Ini semua ditempuh guna menjamin terpenuhinya kompetensi yang dibutuhkan untuk mampu memberikan pelayanan kelas dunia. Terkait dengan program diklat ini, setiap tahun SMRT melakukan analisis kebutuhan pelatihan (learning needs analysis) untuk menjamin adanya keterkaitan antara program pelatihan dengan kebutuhan pegawai dan tujuan organisasi. 

Disamping itu semua, SMRT ternyata tidak fokus hanya pada core business-nya dalam layanan jasa perkeretaapian. Spirit entrepreneur SMRT juga dibuktikan dengan mengelola bisnis properti, media, lembaga pendidikan, dan perekayasaan (engineering). SMRT nampaknya sadar betul bahwa sekitar 2,6 juta penduduk yang menggunakan jasanya setiap hari, tidak hanya butuh layanan transportasi, namun juga memiliki potensi bisnis lain yang bisa digarap dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Maka, SMRT mengelola sekitar 34 ribu meter persegi ruangan komersial untuk disewakan, yang telah dimanfaatkan untuk usaha fashion hingga makanan. Dengan demikian, momen menunggu kereta (yang sebenarnya tidak perlu ditunggu karena frekuensi kedatangan-keberangkatan yang sangat tinggi) adalah waktu yang menyenangkan. Calon penumpang kereta bisa berbelanja, makan-makan, atau sekedar ngobrol santai dengan temannya di lingkungan stasiun yang bersih dan lengkap dengan segala fasilitas yang dibutuhkan pelanggannya. Pelayanan yang terintegrasi seperti ini bagi saya adalah juga sebuah inovasi yang patut untuk diadopsi oleh operator kereta api yang lain, termasuk PT. KAI. 

Tidak ketinggalan pula, SMRT memiliki program rutin berupa promosi seni dan budaya untuk mengaitkan jasa perkeretaapian dengan industri lainnya seperti wisata, kuliner, dan sebagainya. Sebagai contoh, saat ini sudah diagendakan pameran, festival, atau event promosi lainnya hingga awal 2015 yang akan datang, misalnya Look and Feel Fabulous (2-20 Juni), Mid-Autumn Festival (18 Agustus-5 September), Fashion Bazaar (6-24 Oktober), Christmas Fair (8-26 Desember), serta Chinese New Year Fair (26 Januari-13 Februari 2015). Dengan mengadakan event seperti ini, selain menjadi sumber pendapatan baru, juga akan semakin melebarkan ruang-ruang kreatif dimana perusahaan dapat mengambil peran dan berkontribusi positif bagi masyarakat. SMRT nampaknya memang tidak mendedikasikan perusahaannya untuk mengangkut sebanyak mungkin penumpang, namun lebih kepada memberikan layanan yang menyenangkan dan memuaskan mereka. Maka, sangat tepat sekali rumusan visi SMRT, yakni Moving People, Enhancing Life 

Sebagai sebuah lesson learned, tentu saja pengalaman SMRT tadi tidak harus diadopsi apa adanya. Siapapun dapat mengambil inspirasi dan pelajaran dari apa yang sudah berhasil dilakukan oleh SMRT, tidak hanya industri sejenis yang dapat meraih kemanfaatan. Siapa saja, individu maupun instansi, yang memiliki ide untuk berinovasi, dapat melakukan modifikasi atau penyesuaian agar lebih kontekstual dengan kondisi dan kebutuhannya. Sebab, inovasi itu adalah sesuatu yang kontekstual, bukan sesuatu yang universal atau berlaku sama untuk kondisi yang berbeda (one size fits all). Jadi, selamat berinovasi sesuai gagasan kreatif masing-masing! 

Jakarta, 1 Juni 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar