Laman

Rabu, 04 Juni 2014

Gagasan Bodoh = Kecerdasan Baru?



Tidak ada orang yang senang disebut bodoh. Orang bodoh sekalipun tidak senang dikatakan bodoh. Bahkan banyak orang berlaku bodoh hanya supaya tidak dianggap bodoh. Maka wajarlah jika semua orang pintar akan menunjukkan perilaku yang mencerminkan kepintarannya dan menghindari kesan bodoh. Sebaliknya, orang bodoh akan berusaha terlihat pintar dengan menyembunyikan kebodohannya.

Faktanya, banyak orang pintar yang berlaku bodoh dengan tidak mau bertanya dan tidak mau mengemukakan gagasan, hanya karena takut dicap sebagai pertanyaan atau gagasan yang bodoh. Kebodohan seperti inilah yang dalam catatan sejarah telah mendatangkan musibah besar bagi seseorang, sebuah organisasi, bahkan suatu bangsa, sebagaimana yang terjadi pada peristiwa tenggelamnya Titanic, meledaknya Challenger, atau kekalahan telak tentara AS di Teluk Babi, Kuba (baca tulisan sebelumnya berjudul “Tentang Bertanya”). Kebodohan seperti ini mungkin lebih bodoh dibanding kebodohan orang-orang yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali, sehingga untuk menjawab pertanyaan sederhana 1 + 1 pun mereka tidak mampu. Kebodohan karena tidak sekolah barangkali layak untuk dimaklumi, namun kebodohan karena takut dikatakan bodoh adalah kebodohan sejati yang tidak termaafkan.

Nah, yang kita bicarakan kali ini adalah “kebodohan” tipe ketiga, yakni gagasan-gagasan yang dikemukakan seseorang dan sulit dimengerti oleh orang lain. Gagasan itu seperti sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak mungkin, bahkan terkesan gila. Orang dengan tingkat intelektual tinggi dan cara berpikir rasional sulit menerima pemikiran manusia “bodoh”, yang memang sulit dijelaskan dengan common sense. Maka, kebodohan identik dengan “kegilaan”. Namun sejarah membuktikan bahwa dunia ini penuh dengan “orang gila” dan “orang bodoh” yang telah memberi pengaruh besar terhadap kemajuan peradaban umat manusia. Ketika Thomas Alva Edison bermimpi “memancarkan matahari di malam hari”, misalnya, tentulah orang-orang di sekitarnya menganggapnya sebagai sebuah ketidakwarasan. Setelah bola lampu akhirnya ditemukan, barulah orang menganggapnya sebagai sebuah kejeniusan. Inilah “kebodohan” yang dimaksudkan oleh Richie Norton dalam bukunya berjudul The Power of Starting Something Stupid (versi Indonesia berjudul “Kekuatan Dalam Memulai Hal Bodoh”, penerbit Gramedia, 2014) sebagai kecerdasan baru.

Dalam buku Norton tadi kita juga bisa menyaksikan tindakan “bodoh” yang akhirnya diakui sebagai kecerdasan yang dialami oleh Clay Leavitt, orang Kanada yang mengajarkan bahasa Inggris di Jepang tahun 1980-an. Dia mengamati bahwa semua remaja yang diajarnya memakai jins Levi’s belel, sebagai imbas tontonan di MTV yang menayangkan gaya anak-anak muda di jalanan Amerika. Jins belel tiba-tiba menjadi trend yang digandrungi anak muda. Mungkin saat itu Leavitt terpikir, berapa tahun yang dibutuhkan oleh seseorang untuk menunggu jins barunya menjadi belel, hingga ia dapat bergaya dengan temannya sesama pemakai jins belel? Ketika ia mendatangi took bekas, ia begitu takjub dengan harga jins bekas di Jepang yang mencapai USD 100 atau lebih, sementara di Amerika sendiri hanya dijual seharga USD 1-2 saja. Maka, seketika terpikir oleh Leavitt untuk membeli jins-jins bekas dari toko-toko bekas di Amerika, untuk dijual di berbagai negara yang sedang terkena demam jins belel. Akhirnya ia pindah ke AS dan mendirikan perusahaan yang mengumpulkan jins-jins bekas. Pada saat ia mengungkapkan ide itu kepada temannya, mereka mengatakan bahwa itu adalah ide gila. Faktanya, hingga lebih dari tiga dekade sejak Leavitt menjalankan usahanya, “kegilaan” dan ”kebodohan” generasi muda yang menggandrungi jins belel masih terus berlangsung.

Selain Leavitt, masih banyak manusia “bodoh” yang dikisahkan oleh Norton. Rovio, pencipta Angry Birds, pada mulanya juga disepelekan ketika menciptakan permainan dimana pemainnya tidak melakukan apapun kecuali melempar burung-burung ke babi-babi. Faktanya, akhir tahun 2011 Rovio mengkonfirmasi keuntungan yang diperoleh sebesar USD 106 juta. Demikian pula Sara Blakely, penemu Spanx, stoking pas badan tanpa bagian kaki. Pada waktu itu, yang disebut stoking adalah kain tipis dan elastis khusus untuk kaki, bukan untuk bagian lain selain kaki. Sara justru membalikknya, sehingga saat mendatangi pabrik pembuat stoking, dia mendapat respon negatif dan dikatakan bahwa itu adalah ide bodoh dan tidak masuk akal. Namun bagi Sara, hanya karena orang menyebutnya sebagai ide bodoh, tidak berarti bahwa itu benar. Terbukti, dengan usaha barunya merevolusi dunia perstokingan ini, Sara mampu mengembangkan tabungan pribadinya yang semula hanya sebesar USD 5,000 menjadi lebih dari USD 1 juta.

Ada lagi cerita tentang Jeff Bezos. Awal tahun 1990-an dia sudah bekerja di Wall Street, bergaji tinggi, bahagian, dan memiliki segalanya, termasuk ide yang luar biasa bodoh. Pada waktu itu, teknologi internet sudah semakin maju yang menawarkan peluang-peluang baru bagi orang-orang kreatif dan berjiwa entrepreneur seperti Bezos. Maka, muncullah ide “bodoh”nya untuk mundur dari pekerjaannya dan memulai sebuah usaha baru jual beli buku melalui internet. Ketika alasan mundur itu diajukan kepada bossnya, si boss mengatakan: “Kau tahu, ide ini kedengarannya sangat bagus, tetapi sepertinya akan lebih bagus lagi untuk orang yang belum memiliki pekerjaan yang bagus.” Bezos tetap dalam pendiriannya, dan bersama istrinya ia pindah dari New York ke Seattle untuk memulai sebuah situs dari garasinya, yang kita kenal sekarang dengan Amazon.com.

Cerita tentang Leavitt, Rovio, Sara, atau Bezos menambah panjang deretan manusia-manusia “bodoh” sebelumnya. Misalnya saja, karena “kebodohannya” Walt Disney pernah dipecat oleh editor surat kabar yang menilai Disney kurang imajinasi dan tidak memiliki ide bagus. Begitu pula Michigan Savings Bank pada tahun 1903 yang menasihati pengacara Henry Ford untuk tidak berinvestasi pada Ford Motor dengan alasan bahwa kuda adalah transportasi abadi, dan mobil hanyalah barang baru yang terlalu dibesar-besaran.

Ide-ide “bodoh” memang selalu terlihat “bodoh” pada masanya, sehingga sering ditolak oleh pihak lain. Sebut saja misalnya pada tahun 1876 dimana Western Union menolak telepon dan menyatakan dalam memo mereka bahwa “telepon sama sekali tidak berharga bagi kami”. Atau lihat juga kasus pengembangan satelit. Pada tahun 1961, T. Craven, komisaris FCC berkata bahwa tidak ada kemungkinan satelit ruang angkasa akan digunakan untuk memberikan layanan telepon, telegraf, televisi, atau radio di wilayah Amerika. Bahkan seorang manusia jenius sekelas Thomas Alva Edison dianggap bodoh oleh gurunya, sehingga si guru mengatakan kepada penilik sekolah bahwa tidak ada untungnya membiarkan Edison bersekolah lebih lanjut disana.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang “gila” dengan gagasan “bodoh”nya, sesungguhnya menunjukkan kecerdasan mereka yang mampu berpikir diluar kotak (out of the box thinking). Mereka mampu melihat peluang dan masa depan yang tidak dilihat orang lain (see the unseen); mereka mampu berpikir sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang lain (think the unthinkable); meramalkan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan orang lain (predict the unpredictable); dan mereka memiliki imajinasi tentang masa depan yang begitu kuat dan mengakar dalam keyakinan mereka.

Belajar dari orang-orang “bodoh” namun hebat tadi, mestinya membawa kita untuk berani berbeda, berani mengungkapkan gagasan, berani menghadapi kebaruan, berani meninggalkan kenyamanan, berani dianggap bodoh, dan berani mengambil resiko atas setiap “kebodohan” yang kita lakukan. Jika ada orang yang berani menilai gagasan kita sebagai gagasan bodoh, anggap saja mereka orang-orang medioker yang terbatas jangkauan pemikirannya. Jika ada orang lain yang meragukan gagasan kita, percayalah bahwa gagasan kita adalah kecerdasan baru yang baru bisa diterima oleh cara berpikir generasi yang akan datang. Teruslah untuk berpikir berbeda yang penuh alternatif, atau berpikir terbalik yang sarat dengan spirit inovasi (against the mainstream, creating our own mainstream). Sunggung beruntung planet bumi kita jika banyak penghuninya yang masuk kategori “bodoh” tipe ini.

Jakarta, 4 Juni 2014.
*tepat tiba di kampus pejompongan, siap menguji proyek perubahan peserta diklatpim 2*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar