Laman

Minggu, 07 Juni 2015

Laboratorium Inovasi dan Inovasi “0 ke 1” (Zero to One Innovation)



2015 adalah tahun pertama bagi LAN memiliki laboratorium inovasi daerah, atau lebih sering disebut lab inovasi. Tentu, lab inovasi ini tidak lahir begitu saja. Ada proses panjang, olah pikir yang serius dan berat, juga kontemplasi yang mendalam dan imajinasi masa depan yang liar. Maka, 2014 adalah periode perenungan tentang masa depan inovasi, bagaimana situasi 5 tahun kedepan, apa bentuk intervensi dan peran yang bisa dimainkan, program apa yang layak ditawarkan, bagaimana respon publik terhadap program tersebut, dan seterusnya. Pada tahun 2014, kami memandang 2015 dan tahun-tahun berikutnya adalah masa depan yang masih gelap, yang tidak berpola, dan penuh ketidakpastian. Hal ini wajar mengingat LAN mendapat mandat baru untuk mendorong inovasi di bidang administrasi negara baru pada akhir 2013.

Setelah melewati pergulatan intelektual yang ulet, akhirnya muncullah gagasan tentang lab inovasi tadi. Bagi kami, lab inovasi menjadi model terbaru yang membedakan dengan program atau strategi lain yang pernah dilakukan di LAN. Baik tahapannya yang terdiri dari 5 langkah (drum-up, diagnose, design, deliver, display), model komunikasi antara LAN dengan mitra yang memberi porsi besar kepada mitra sebagai pelaku utama yang menghasilkan inovasi (tidak lagi bersifat searah seperti model lama dan menempatkan LAN sebagai pihak yang konwledgable), maupun hasil kerja yang berwujud massive innovation (tidak lagi hanya menghasilkan dokumen kajian dengan jumlah terbatas), adalah kebaruan yang ditawarkan oleh lab ini.

Meminjam analisis Peter Thiel dalam bukunya yang berjudul Zero to One (Crown Business, 2014), menghasilkan sesuatu yang baru, sesuatu yang fresh karena yang belum pernah ada sebelumnya, adalah inovasi “0 ke 1”. Sebagai sesuatu yang “baru”, maka wajar jika inovasi merupakan sesuatu yang rumit. Beda dengan replikasi inovasi yang cenderung meniru dan memodifikasi inovasi yang ada (1 ke n), inovasi 0 ke 1 membutuhkan keberanian bermimpi tentang masa depan, optimisme dan keyakinan bahwa masa depan itu bisa diwujudkan, serta determinasi dan stamina yang kuat untuk melakukan segala daya upaya mewujudkan mimpi tadi.

Boleh jadi terlalu melebih-lebihkan jika saya menyamakan lab inovasi dengan inovasinya (lebih tepatnya invensi) Bill Gates yang menciptakan sistem operasi Windows dan aplikasi Microsoft Office, atau Marc Zuckerberg dengan Facebook-nya, atau Larry Page dan Sergey Brin yang menemukan mesin pencari paling sakti di dunia, yakni Google. Namun sebagai sebuah konsep yang baru dan membedakan dari produk atau konsep sebelumnya, lab inovasi dapat disejajarkan dengan temuan keempat manusia super jenius diatas. Walaupun Kedeputian Inovasi LAN tidak menciptakan sistem operasi komputer, sosial media, ataupun mesin pencari, namun Bill Gates, Marc Zuckerberg, serta Larry Page dan Sergey Brin juga tidak pernah memikirkan dan menemukan konsep tentang lab inovasi.

Sebagai sebuah konsep dengan kategori “inovasi dari 0 ke 1”, maka berbagai produk ini potensial menghasilkan dampak disruptive, yang berarti produk yang baru ini memporakporandakan produk lama. Ketika orang beralih ke komputer, maka mesin ketik menjadi tidak laku dan langsung ditinggalkan karena serta merta menjadi teknologi yang kuno. Begitu pula dengan lab inovasi, kelahirannya telah membuat model kerjasama yang selama ini dilakukan menjadi ketinggalan zaman. Maka, “inovasi dari 0 ke 1” pada hakikatnya adalah sebuah disruptive innovation.

Bagi LAN, lab inovasi sendiri hanyalah awal dari upaya menghasilkan konsep-konsep atau produk baru terkait upaya mempercepat dan memperkuat inovasi di sektor publik. Dalam perspektif hingga 2025 sebagai batas waktu mewujudkan birokrasi kelas dunia, LAN akan terus mencoba menemukan konstruksi atau model baru tanpa meninggalkan konstruksi atau model yang sudah terbangun sebelumnya. Setelah model lab inovasi terbukti memberikan manfaat yang nyata, LAN akan melakukan replikasi tim di berbagai penjuru tanah air untuk melimpahkan pelaksanaan lab inovasi kepada tim tersebut. LAN sendiri akan fokus pada target selanjutnya yakni merealisasikan mimpi tentang Street-level Innovation, yakni sebuah gagasan mendorong inovasi di tingkat unit pemerintahan terbawah (desa dan kelurahan) untuk mewujudkan desa/kelurahan inovatif sesuai visi pemerintahan nasional 2014-2019. Dalam konsep ini, Kepala Desa dan Lurah akan dibentuk menjadi agen perubahan / inovator di unit organisasi dan di wilayahnya.

Jika gagasan Street-level Innovation itu bisa dilaksanakan secara optimal seperti gagasan lab inovasi, maka LAN kembali akan membentuk tim-tim di tingkat daerah agar dapat menja;ankan secara mandiri program ini, sementara LAN akan mendorong model inovasi yang baru, yakni Corporation-supported Innovation. Ide dasar gagasan ini adalah bahwa inovasi merupakan tanggungjawab seluruh komponen masyarakat berbangsa, termasuk perusahaan swasta nasional dan BUMN/BUMD. Maka, korporasi yang memiliki resources (CSR), expertise, methodology, dan experience dalam berbagai bidang, harus menggunakan segenap kelebihannya tadi untuk mendukung inovasi sektor publik, sehingga terbentuklah kemitraan strategis antar sektor publik dan privat.

Dab jika gagasan Corporation-supported Innovation itu bisa dilaksanakan secara optimal, maka siklus seperti dikemukakan diatas akan kembali diulang. LAN akan menciptakan tim-tim pada skala lokal maupun instansional untuk melanjutkan program tersebut, sedangkan LAN akan kembali fokus pada upaya menemukan model/konstruksi baru inovasi, yakni Community-based Innovation. Maksud dari gagasan ini adalah bahwa inovasi sudah harus menjadi habit bagi kelompok terkecil dalam masyarakat, sehingga lahirnya inovasi akan diinisiasi oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat seperti guru, mahasiswa (melalui program KKN), pemuda (karang taruna), penyuluh (pertanian, kesehatan), koperasi, RT/RW, kelompok pengajian atau kelompok arisan ibu-ibu, dan sebagainya. Kades atau Lurah yang sudah menjadi champion inovasi pada tahap Street-level Innovation, menjadi pelopor utama untuk menggerakkan inovasi di kelompok masyarakat ini.

Singkatnya, LAN akan terus mencoba menemukan “inovasi 0 ke 1” ini, dan tidak berpuas diri atau berhenti dengan animo yang besar dari berbagai daerah untuk menjadi lab inovasi. Ini bukan sebuah pekerjaan mudah dan sederhana, namun mensyaratkan adanya tim yang dinamis, otak yang terus berpikir, dan sumur-sumur pengetahuan yang terus tergali. Yang pasti, seseorang atau sebuah institusi yang sudah mampu menghasilkan disruptive innovation, hampir tidak pernah bermimpi melakukan hal yang sama berulang-ulang untuk waktu yang lama. Perubahan dan kebaruan adalah obsesi yang menjadi amunisi dan motivasi untuk terus menemukan inovasi terbaik demi Ibu Pertiwi.

Villa Melati Mas Serpong, 7 Juni 2015
(Tulisan ini diinspirasi oleh tulisan berjudul Menguak Inovasi 0 ke 1 di Kompas edisi 5/6/2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar