Oleh:
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Inovasi Administrasi
Negara, LAN-RI
Semenjak era Presiden Jokowi,
revolusi mental menjadi tagline pemerintah
yang terus menggema. Secara konseptual, revolusi mental bukanlah sesuatu yang
baru karena pernah dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada pidato kenegaraan
memperingati proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1957. Dalam buku saku
Gerakan Nasional Revolusi Mental yang diterbitkan oleh Kementerian Koordinator
Bidang PMK, disebutkan bahwa revolusi mental (selanjutnya disebut RM) adalah
gerakan nasional untuk mengubah cara pandang, pola pikir, sikap, nilai-nilai,
dan perilaku bangsa Indonesia untuk mewujudkan bangsa yang berdaulat,
berdikari, dan berkepribadian. Dengan kata lain, RM dapat dikatakan sebagai
Gerakan Hidup Baru bangsa Indonesia.
Agar dapat dilaksanakan secara lebih
sistematis, komprehensif, dan terukur, maka RM dijadikan sebagai kebijakan formal
yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2015 tentang RPJM Nasional
2015-2019. Dalam RPJMN ini gerakan RM merupakan satu dari sembilan agenda
prioritas pembangunan, tepatnya pada agenda ke-8 yakni “Melakukan Revolusi
Karakter Bangsa”.
Pertanyaannya, bagaimanakah aktualisasi
kebijakan tersebut terutama di kalangan aparatur pemerintahan? Hingga saat ini
telah banyak lembaga pemerintah yang melakukan deklarasi atau pencanangan
gerakan RM, namun masih terkesan hanya bersifat serenomial belaka. Atas dasar
itulah tulisan ini ingin memberi kontribusi pemikiran untuk menerjemahkan RM
kedalam rencana aksi yang mampu membawa perubahan nyata terhadap kinerja
organisasi dan pelayanan kepada masyarakat. Namun sebelumnya akan didahului
dengan deskripsi tentang esensi RM dan nilai-nilai kepemimpinan yang dibutuhkan
untuk memastikan berjalannya spirit RM secara maksimal.
Esensi Revolusi Mental
Terdapat 3 (tiga) nilai utama
dalam gerakan RM, yakni integritas, etos kerja, dan gotong royong. Integritas diartikan
sebagai kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan, serta sikap tanggung
jawab dan komitmen terhadap prinsip-prinsip moral dan etika. Sementara etos
kerja dimaknakan sebagai kapasitas pribadi yang berorientasi pada hasil
terbaik, serta terus menerus melakukan pembaharuan dan inovasi dalam lingkup
tugas sehari-hari. Adapun gotong royong adalah bentuk dari semangat
kebersamaan, kepedulian, dan kesukarelaan untuk membangun lingkungan sosial
yang lebih baik dan memecahkan masalah bersama secara partisipatif.
Jika disimak lebih teliti, ketiga
nilai utama RM tersebut mencakup dimensi sikap perilaku dan mental spiritual
umat manusia. Dengan kata lain, RM ingin membangun sebuah karakter dan
mentalitas manusia Indonesia yang berkepribadian tangguh dan unggul, berjiwa
pejuang yang tidak mudah menyerah, berpikiran positif dan optimis ditengah
banyaknya keterbatasan, senantiasa ingin maju dan berubah, berani meninggalkan
zona nyaman dan menerima tantangan baru, rela berkorban untuk kebaikan bersama,
dan karakter sejenisnya. Membangun manusia tidak lagi cukup hanya dari sisi lahiriah
yang diukur oleh tingkat kesehatan, kecerdasan, dan daya beli saja, sebagaimana
konsep IPM (indeks pembangunan manusia) selama ini. Dimensi yang lebih penting
adalah dimensi ruhaniah, kejiwaan dan budi pekertinya. Bukankah lagu kebangsaan
Indonesia Raya-pun juga mendahulukan bangunlah
jiwanya dari pada bangunlah badannya?
Meminjam istilah jaman Presiden Soeharto dulu, esensi RM adalah pembangunan
manusia Indonesia yang seutuhnya.
Nilai Kepemimpinan Berbasis
Revolusi Mental
Sebagus-bagusnya konsep dan
kebijakan, tidak ada artinya jika tidak terimplementasi dengan bagus. Demikian
pula dengan gerakan RM, hanya akan memberi makna dan nilai tambah bagi sebuah
institusi apabila dapat dioperasionalisasikan dengan tepat mutu dan tepat
sasaran. Dalam kaitan ini, pemimpin menjadi faktor determinan yang menentukan
apakah RM hanya akan menjadi slogan indah semata, ataukah mampu ditransformasi
menjadi kemanfaatan bagi masyarakat luas.
Mengingat peran strategis
kepemimpinan dalam implementasi gerakan RM, maka pemimpin pada setiap level
perlu memiliki 5 (lima) nilai kepemimpinan sebagai berikut:
1. Orientasi
Kepublikan
Pemimpin
adalah mereka yang mendapat amanah untuk mengelola sumber daya milik rakyat
untuk kemaslahatan rakyat. Untuk itu, hal pertama yang harus diingat oleh
seseorang saat mengucapkan sumpah jabatan adalah bahwa jabatannya,
kewenangannya, dan fasilitasnya, semua harus diabdikan untuk kebaikan rakyat.
Oleh karena itu, pada saat menyusun perencanaan
program/kegiatan, seorang pemimpin wajib menjamin bahwa program tersebut akan
memberikan evidence bagi kemanfaatan publik. Sama halnya dalam alokasi anggaran, pemimpin harus berani
memberi garansi bahwa setiap uang yang dibelanjakan memiliki dampak positif
untuk publik (prinsip value for money). Selain itu, dalam pengambilan
keputusan, seorang pemimpin harus mempertimbangkan matang-matang agar tidak
terjadi kekeliruan yang dapat menimbulkan kerugian atau kekecewaan publik
(prinsip zero-defect policy).
2. Mendekatkan
Diri dan Mendengar dari Dalam
Tugas utama
pemimpin adalah melayani orang lain. Tidak mungkin tugas melayani dapat
dilakukan dengan baik jika pemimpin tidak tahu kebutuhan, harapan, dan suara
hati orang-orang yang harus dilayani. Ilmu memang bisa mempermudah tugas
seorang pemimpin, namun komunikasi langsung,
interaksi dan silaturahmi dengan stakeholders tidak boleh dilupakan.
Pemimpin harus menyadari benar bahwa secara filosofis, pemimpin adalah pelayan
publik, maka kedudukannya dibawah orang-orang yang dilayani. Itulah sebabnya,
pemimpin yang baik berani melakukan reposisi,
yakni mendudukkan masyarakat sebagai pemberi mandat dan menempatkan diri
sebagai pelayan masyarakat. Dengan kedudukan yang tinggi tadi, maka masyarakat harus
senantiasa terlibat dalam perumusan kebijakan hingga evaluasinya. Mahatma
Gandhi adalah contoh terbaik pemimpin yang selalu mendengar dan menyerap
aspirasi rakyat, hingga ia dijuluki sebagai orang yang “mendengar dengan
matanya”.
3. Keteladanan
Seseorang
terpilih menjadi pemimpin pastilah karena memiliki keunggulan komparatif
tertentu. Maka, sudah sewajarnya pemimpin menjadi cermin atau teladan bagi
orang lain. Sebagai role model, seorang pemimpin
berprinsip memulai kebaikan dari diri sendiri dan tidak menunggu orang
lain melakukannya (lead by example).
Istilah Aa Gym, keteladanan adalah nasihat yang terbaik. Keteladanan juga dapat
dibangun melalui sikap untuk memenuhi tugas-tugasnya – bukan sekedar janji –
sebagai pejabat publik (walk the talk). Disamping
itu, pemimpin yang baik berani menanggung resiko demi kepentingan dan
kesejahteraan publik (risk taker).
4. Pembaharuan
Berkelanjutan
Perbedaan
utama antara pemimpin dan pengikut adalah bahwa pemimpin adalah mereka yang
siap dan mampu membuat perbedaan. Jika seorang pemimpin bekerja secara rutin
dan tidak memiliki kreativitas yang membedakannya dengan para pendahulunya,
maka tidak ada bedanya ia dengan para pengikutnya. Itulah sebabnya, karakter
pemimpin berbasis RM adalah membangun optimisme kebangsaan bahwa segala sesuatu
adalah mungkin (state of possibility). Pemimpin
tipe ini sanggup melakukan paradigm shift, yakni
mengubah dan meninggalkan kebiasaan lama (business as usual) untuk
mentradisikan hal baru yang lebih produktif.
5. Integritas
Selain
sifat-sifat jujur, dapat dipercaya, serta konsisten antara keyakinan dengan
tindakan, seorang pemimpin dituntut memiliki kapasitras self-mastery, yakni mampu mengendalikan
diri dari godaan atau kecenderungan berpikir sempit atau menyimpang. Pemimpin
yang berintegritas juga selalu memiliki orientasi terhadap kualitas, sehingga
terus menjaga hasil pekerjaannya agar tetap akuntabel, transparan, dan
berfaedah untuk organisasi dan orang lain.
Inovasi Sebagai Aktualisasi Revolusi
Mental
Pemimpin yang baik, pintar,
ramah, dermawan, dan demokratis, tidaklah cukup. Pemimpin bukanlah pertapa yang
menghindari berbuat salah dan hanya berpikir tentang kehidupan setelah mati.
Pemimpin adalah mereka yang bisa mewariskan kebaikan (legacy) dan melakukan perubahan terus-menerus meski menghadapi
beragam risiko. 5 (lima) nilai kepemimpinan diatas dapat dijadikan bekal untuk
membawa organisasinya kearah yang lebih baik. Inilah hakikat pemimpin perubahan
(transformational leadership).
Dari pengalaman para pemimpin di
daerah dewasa ini, kita cukup optimis bahwa gerakan RM tidak akan menjadi
jargon belaka. Perubahan dan inovasi di berbagai daerah mengindikasikan telah
terjadinya perubahan mindset dan cara
kerja yang jauh lebih baik dan lebih ramah pelanggan (costumer friendly). Di Kabupaten Kebumen, misalnya, ada inisiatif “Ultah ke-17 Dapat Hadiah e-KTP” dan ”Pelayanan
e-KTP Jemput Bola Bagi Orang Jompo”. Meski terkesan sederhana, namun
gagasannya sangat kreatif dan orisinal, sekaligus sangat menonjol semangat
melayaninya. Kedua jenis inovasi tadi juga mencerminkan kehadiran negara secara
nyata di hadapan rakyatnya. Sementara itu di Kabupaten Kupang di NTT bisa
dicontohkan inisiatif cerdas untuk mempercepat proses penghijauan melalui
program ”Embung-embung Tanam Paksa, Paksa
Tanam”. Meski terkesan kurang demokratis karena penggunaan kata ”paksa”,
namun dalam implementasinya tidak ada pemaksanaan dan lebih berbasis kesadaran
setiap penduduk, dan perlahan mampu mengubah wajah daerah yang cenderung tandus
serta bercirikan rawa-rawa dan padang rumput menjadi area yang lebih hijau dan
produktif. Selain itu, Kupang juga memiliki inovasi yang unik misalnya dengan
dikembangkannya ”Kampung Garam” dan ”Lumbung Rumput Laut”, yang menunjukkan
orientasi terhadap kepentingan masyarakat petani dan nelayan (Sumber: dokumen
Laboratorium Inovasi LAN, 2016).
Pemilihan Kebumen dan Kupang ini
dilakukan untuk menunjukkan bahwa inovasi sektor publik yang berkembang di
tanah air selama ini bukan hanya terjadi di Bandung, Yogyakarta, Solo,
Surabaya, atau Bantaeng yang sering muncul di berbagai publikasi lokal maupun
nasional. Semangat berinovasi sudah semakin merebak dan merata seiring
kebijakan pemerintah Jokowi-JK yang menempatkan inovasi pada posisi terhormat
di RPJMN 2015-2019. Untuk diketahui, kata inovasi diulang-ulang sebanyak 26
kali pada Buku I, 68 kali pada Buku II dan 37 kali pada Buku III. Hampir di
Sembilan agenda prioritan pembangunan (Nawacita) terdapat semangat berinovasi.
Hal ini kontras dengan RPJMN era-era sebelumnya yang bahkan tidak terdapat
satupun kata inovasi didalamnya.
Yang perlu dilakukan sekarang
adalah, bagaimana setiap unit kerja dapat menyusun Rencana Implementasi Gerakan
RM untuk perbaikan pelayanan publik. hal pertama yang perlu disiapkan tentu
saja adalah listing jenis layanan
instansi masing-masing beserta tingkat kinerjanya saat ini. Dari informasi baseline ini kemudian dianalisis sedikit
tentang kinerja yang diharapkan dan faktor-faktor yang menyebabkan target
kinerja belum mampu diwujudkan. Analisis ini akan menghasilkan informasi
tentang kebutuhan inovasi serta area perubahan yang perlu diintervensi.
Kebutuhan inovasi inilah yang selanjutnya dituangkan dalam sebuah kerangka
kerja untuk dilaksanakan dengan disertai monitoring yang memadai. Pada
akhirnya, perlu dilakukan evaluasi terhadap implementasi program inovasi ini,
apakah memberikan dampak yang signifikan terhadap pelayanan publik atau tidak.
Jika ternyata inidikator pelayanan meningkat, itu adalah cerminan bahwa gerakan
RM telah berhasil mencapai sasarannya.
*)
Tulisan ini disiapkan untuk Majalah Warta Bandiklat Jawa Tengah.
If you're looking to lose weight then you certainly need to start following this totally brand new custom keto diet.
BalasHapusTo create this keto diet, licenced nutritionists, personal trainers, and chefs have joined together to develop keto meal plans that are efficient, painless, money-efficient, and satisfying.
From their first launch in January 2019, hundreds of individuals have already completely transformed their body and well-being with the benefits a smart keto diet can offer.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover 8 scientifically-confirmed ones given by the keto diet.