Definisi
Organisasi
Organisasi dalam pandangan
beberapa pakar seolah-olah menjadi suatu “binatang” yang berwujud banyak, namun
tetap memiliki kesamaan konseptual. Atau
dengan kata lain, rumusan mengenai organisasi sangat tergantung kepada konteks
dan perspektif tertentu dari seseorang yang merumuskan tersebut. Dari
beberapa definisi atau pembatasan mengenai organisasi ini, dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1.
Organisasi
merupakan suatu pola kerja sama antara orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Wexlwy and Yulk (dalam Kasim, 1993: 1).
2.
Organisasi
adalah sekelompok orang yang terbiasa mematuhi perintah para pemimpinnya dan
yang tertarik pada kelanjutan dominasi partisipasi mereka dan keuntungan yang
dihasilkan, yang membagi diantara mereka praktek-praktek dari fungsi tersebut
yang siap melayani untuk praktek mereka (Max
Weber, dalam Miftah Thoha, 1988).
3. Organisasi
dapat didefinisikan sebagai struktur hubungan kekuasaan dan kebiasaan
orang-orang dalam suatu sistem administrasi (Dwight Waldo, dalam Thoha, 1988).
4. Organisasi
adalah suatu sistem dari aktivita-aktivita orang yang terkoordinasikan secara
sadar, atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih (Chester Barnard, dalam Thoha, 1992).
5. Organisasi
adalah lembaga sosial dengan ciri-ciri khusus: secara sadar dibentuk pada suatu
waktu tertentu, para pendirinya mencanangkan tujuan yang biasanya digunakan
sebagai simbol legitimasi, hubungan antara anggotanya dan sumber kekuasaan
formal ditentukan secara relatif jelas walaupun seringkali pokok pembicaraan
dan perencanaan diubah oleh para anggota-anggotanya yang membutuhkan koordinasi
atau pengawasan (Silverman, dalam Thoha, 1988).
6. Organisasi
adalah suatu kesatuan (entity) sosial
yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Stephen P. Robbins).
7. Organisasi
sebagai suatu kesatuan sosial dari kelompok manusia, yang saling berinteraksi
menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memilikifungsi
dan tugasnya masing-masing, yang sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu
dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga bisa dipisahkan secara tegas
dari lingkungannya (Hary Lubis dan Martani Huseini, 1987: 1)
8.
Organisasi
merupakan suatu alat untuk pencapaian tujuan dari orang-orang yang berada
diluar organisasi tersebut, sebagai suatu alat untuk pencapaian tujuan. Untuk itu organisasi harus dibuat rasional dalam arti
kata harus disusun dan beroperasi berdasarkan ketentuan-ketentuan formal dan
perhitungan-perhitungan efisiensi (Azhar
Kasim, 1989: 1).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
organisasi sesungguhnya merupakan kumpulan
manusia yang diintegrasikan dalam suatu wadah
kerjasama untuk menjamin tercapainya
tujuan-tujuan yang ditentukan. Atau menurut Sudarsono Hardjosoekarto, pengertian yang dapat menyamakan persepsi
tentang organisasi adalah bahwa organisasi
merupakan jalinan kontrak (a nexus of
contracts). Dan oleh karena organisasi merupakan jalinan kontrak, maka
faktor penting bagi keberadaan organisasi adalah sejauhmana organisasi tersebut
mampu mengadakan kontrak dengan pihak lain.
Sedangkan hal yang membedakan organisasi yang satu dengan
organisasi lainnya dalam kerangka teori Mc.
Kinsey,
adalah structure, strategy, style
(leadership), skill, staff, share value, dan system. Dalam hal struktur, beberapa organisasi lebih senang
memilih tipe garis atau lini, sementara organisasi lain memilih tipe garis dan
staf, tipe kepanitian, atau tipe fungsional. Dalam aspek strategi, dapat ditemukan perbedaan mengenai
pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek. Kemudian
dalam aspek gaya kepemimpinan atau style,
ada pemimpin organisasi yang menonjolkan sifat-sifat karismatik, otoriter,
partisipatif demokratik, dan sebagainya.
Selanjutnya dalam aspek keahlian, jelas bahwa setiap
organisasi akan membutuhkan keahlian yang spesifik sesuai dengan misi dan
tujuan yang akan diraihnya. Begitu juga dalam aspek staff, organisasi yang
bergerak dibidang pengantaran (delivery)
misalnya, akan sangat berbeda kualifikasi staff-nya dibanding dengan organisasi
konsultansi. Sedangkan aspek share value
artinya bahwa seluruh aspek yang
telah disebutkan diatas, pada akhirnya difokuskan kepada superordinate goals, atau tujuan organisasi yang lebih tinggi.
Dalam kaitan ini, jelas bahwa tujuan yang lebih tinggi dari setiap organisasi
akan berbeda-beda pula. Adapun aspek sistem, antar organisasi juga cenderung
berbeda, baik mengenai pemanfaatan sistem informasinya, penerapan sistem
perencanaan dan pengawasannya, dan sebagainya.
Dari beberapa pengertian tentang organisasi tersebut
diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa cakupan organisasi tidak hanya meliputi
bentuk-bentuk kelembagaan formal seperti pemerintah maupun organisasi bisnis,
tetapi lebih dari itu juga meliputi setiap kontrak (perjanjian) yang terjadi antara
dua orang / pihak atau lebih. Dengan kata lain, organisasi tidak hanya
diartikan sebagai wujud saja tetapi
juga sebagai proses interaksi
berbagai pihak. Kontrak atau perjanjian yang membentuk organisasi ini sendiri
terdiri dari tiga macam, yaitu:
1.
Spot
Contract,
Yaitu
kontrak yang terjadi karena adanya transaksi dadakan (spot transaction). Kontrak jenis ini bersifat tidak fleksibel (inflexible) dalam pengertian bahwa para
pihak yang mengadakan kontrak tadi tidak memiliki kebebasan untuk saling mengajukan
penawaran. Termasuk dalam jenis kontrak ini adalah belanja di supermarket,
ketaatan terhadap peraturan lalu lintas, menonton sepakbola di stadion, dan
sebagainya.
2.
Relational
Contract,
Yaitu
kontrak yang terjadi dari adanya hubungan atau relasi antar dua orang atau
lebih. Kontrak jenis ini lebih fleksibel sifatnya karena memberikan kesempatan
kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk mencapai kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Dengan kata lain, kontrak ini mengenal adanya clausul escape atau klausul yang
berhubungan dengan diadakannya kontrak tersebut. Contohnya adalah pengangkatan
seorang pekerja dengan terlebih dahulu membuat kontraknya, pegawai negeri yang
tunduk pada aturan tentang hak dan kewajiban pegawai, dan sebagainya. Khususnya
mengenai posisi pegawai negeri ini – dilihat dari ketidakbebasan untuk
menentukan pilihan – sesungguhnya bisa dikelompokkan kedalam spot contract. Namun karena sifat
relasionalnya yang lebih kuat dan proses untuk menjadi pegawai juga panjang
(tidak bersifat dadakan), maka ini lebih tepat dikelompokkan dalam relational contract.
3.
Implicite
Contract,
Ini
merupakan jenis kontrak yang paling fleksibel, dimana tanpa adanya ikatan
kontrak secara formal, seseorang dapat menjadi anggota suatu organisasi. Seorang
warga negara misalnya, tanpa melakukan sesuatu tindakan telah melekat dalam
dirinya perasaan bangga sebagai anggota masyarakat serta memiliki sense of belonging yang tinggi terhadap
negaranya. Kelemahan dari kontrak implisit ini adalah sifatnya yang tidak
lengkap (incomplete) dan susah
terukur, sehingga ada baiknya jika diadakan clausul
escape.
Pendekatan Terhadap Organisasi
Cakupan
teori organisasi sesungguhnya sangat luas, sehingga tidak mengherankan jika
studi mengenai organisasi dapat dilakukan menurut berbagai sudut pandang yang
berbeda. Sebagai konsekuensinya, kemudian muncullah bermacam-macam pendekatan
dalam teori organisasi, yang masing-masing sangat dipengaruhi oleh cara yang
digunakan untuk meninjau masalah organisasi. Keseluruhan pendekatan ini, paling
tidak dapat dipisahkan menjadi tiga macam, yaitu pendekatan klasik, pendekatan
neo klasik, dan pendekatan modern.
Pendekatan klasik yang
diilhami oleh kondsep Taylor pada
tahun 1919, mengajarkan bahwa dalam suatu organisasi, perlu diadakan pembatasan
secara tegas antara kegiatan pelaksanaan atau operasional dengan tugas-tugas
manajerial. Dengan kata lain, para pekerja seperti tukang-tukang atau
operator mesin, hanya bertuigas sebagai pelaksana saja, sementara tugas untuk
merencanakan metode kerja, pengorganisasian atau pengkoordinasian selalu
dilakukan oleh pihak manajemen. Hal ini dimaksudkan agar kedua kelompok
karyawan tadi akan menjadi lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya. Disamping
itu, keuntungan yang bisa diraih dengan sistem kerja ini adalah terbukanya
kesempatan untuk menetapkan waktu baku bagi setiap
pekerja untuk menyelesaikan suatu tugas. Namun keberatannya, pekerja diperlakukan sebagai mesin, dalam arti
bekerja secara mekanistis menurut suatu metode kerja tertentu, tanpa kebebasan
untuk memilih cara kerja sendiri yang dianggap lebih sesuai dengan
karakteristik yang dimilikinya (Lubis dan Huseini, 2-3).
Pada
tahap berikutnya, pendekatan neo klasik
muncul sebagai akibat dari serangkaian percobaan yang dilakukan Elton Mayo antara tahun 1927 hingga
1932. Pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan Human Relations
karena perhatiannya terpusat pada aspek hubungan antar manusia dalam
organisasi. Pendekatan ini bertumpu pada beberapa prinsip sebagai berikut:
§ Organisasi
adalah suatu sistem sosial dimana hubungan antara para anggotanya merupakan
interaksi sosial.
§ Interaksi
sosial itu menyebabkan munculnya kelompok non formal dalam organisasi, yang
memiliki norma sendiri dan berlaku serta menjadi pegangan bagi seluruh anggota
kelompok.
§ Interaksi
sosial tersebut perlu diarahkan agar pengaruhnya positif bagi prestasi individu
maupun kelompok. Karena itu diperlukan saluran komunikasi yang efektif
yang memudahkan untuk mengarahkan interaksi sosial antar anggota demi
peningkatan prestasi.
§ Kelompok-kelompok non formal tersebut bisa saja mempunyai
tujuan yang berbeda dengan kepentingan organisasi. Karena itu, pola
kepemimpinan yang hanya memperhatikan struktur formal perlu dilengkapi dengan
perhatian terhadap aspek psiko-sosial pekerja agar tujuan kelompok non formal
tersebut dapat diarahkan sesuai dengan kepentingan organisasi. Untuk itu
manajemen perlu memiliki keterampilan sosial disamping keterampilan teknis,
agar mampu membina munculnya ikatan sosial yang baik dalam organisasi. (Lubis dan Huseini, 2-3).
Adapun
pendekatan modern secara tegas
menyatakan bahwa yang dimiliki saat ini bukanlah teori mengenai organisasi,
tetapi cara berpikir (way of thinking)
mengenai organisasi, cara melihat dan menganalisa secara lebih tepat dan mendalam,
yang dilakukan melalui keteraturan (regularitas)
perilaku organisasi, yang hanya berlaku untuk suatu lingkungan atau kondisi
tertentu. Dengan demikian kumpulan fakta bukanlah organisasi. Input yang
diberikan oleh organisasi seringkali sumbernya dikuasai oleh organisasi lain
yang terdapat pada lingkungannya, sehingga organisasi terpaksa mempunyai
ketergantungan sumber terhadap lingkungannya. Jika tingkat ketergantungan ini
tidak terlalu besar seperti yang terjadi pada lingkungan Tenang – Acak, maka organisasi
tidak perlu terlalu memperhatikan lingkungannya dan dapat memusatkan
perhatiannya terhadap kegiatan produksi. Tetapi apabila ketergantungan itu
sangat besar, organisasi perlu beradaptasi terhadap ketergantungan tersebut,
dan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai untuk menguranginya.
Dalam
kaitan ini, terdapat dua cara adaptasi yang dapat dilakukan oleh organisasi.
Cara pertama adalah melalui perubahan
internal, yaitu dengan menyesuaikan struktur internal organisasi, pola
kerja, perencanaan dan aspek internal lainnya terhadap karakteristik
lingkungan. Sedangkan cara kedua adalah dengan berusaha untuk menguasai dan mengubah kondisi lingkungan
sehingga menguntungkan bagi organisasi.
Karakteristik Organisasi:
Mekanik dan Organik
Sesaat
setelah individu-individu membentuk kelompok dan bersepakat membentuk
organisasi, maka pada tahap selanjutnya, sekumpulan orang ini memberikan
karakteristik, bentuk dan sifat kepada organisasi yang menampung mereka. Dalam
kaitan ini, secara umum bentuk organisasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
organisasi mekanik dan organisasi organik. Sedangkan dilihat dari sifatnya,
organisasi dapat dikelompokkan menjadi organisasi dengan sistem tertutup (close system) dan organisasi bersistem
terbuka (open system).
Paradigma
mekanik (mechanism paradigm)
menganggap organisasi sebagai suatu mesin yang bekerja dengan suatu keteraturan
dan keajegan tertentu yang menekankan adanya suatu tingkat produktivitas
tertentu, yang ingin mencapai taraf efisiensi tertentu, dan yang dikendalikan
oleh suatu legitimasi otoritas pimpinan (Thoha,
1988: 133). Dalam model organisasi mekanik ini tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif dan efisien melalui mekanisme pembagian kerja, spesialisasi dan
hubungan kerja yang hierarkhis. Ajaran ini terutama banyak dikembangkan dari
pandangan Adam Smith dan Frederick Taylor yang mengusulkan
adanya pembagian efisien dari tenaga kerja melalui spesialisme, atau
pengendalian efektif dari tenaga kerja melalui hierarki vertikal (Obolensky, 1996: ix-x). Dengan kata
lain – menurut paradigma mekanik – efisiensi dalam organisasi dapat
ditingkatkan hanya apabila terdapat pengerangkaan (strucuturing) dan pengendalian (controlling)
terhadap partisipasi anggota organisasi. Oleh karenanya, dalam organisasi
mekanik banyak diterapkan upaya pemotivasian pegawai melalui pemberian
insentif, sementara disisi lain cara kerja pegawai didasarkan pada spesialisasi
yang diawasi secara ketat. Hasilnya adalah suatu organisasi yang berstruktur
piramida, menerapkan kesatuan komando (chain
of command), jenjang pengawasan yang seringkali berlapis, spesialisasi
berdasarkan fungsi, serta penerapan pembagian kerja lini dan staf (line and staff).
Sebaliknya
paradigma organik (organism paradigm)
memandang organisasi sebagai suatu sistem yang menekankan pada unsur manusia
sebagai pelaku utama. Dalam model organisasi ini, efisiensi dan efektivitas
bukan merupakan aspek utama dalam pencapaian tujuan organisasi, sebab produk
(output) tidak dipandang sebagai hal yang utama. Aspek yang dianggap lebih
penting dalam organisasi model organik ini adalah adanya keseimbangan antara
faktor manusia dengan faktor lingkungannya.
Dikaitkan
dengan sifat organisasi, maka pada paradigma mekanik, organisasi lebih menganut
sistem tertutup (close system), dimana
organisasi dilihat sebagai suatu kesatuan yang merdeka serta tidak ada ikatan
dengan variabel-variabel lainnya (Thoha,
1988: 133). Dengan demikian jika muncul berbagai persoalan, maka faktor
penyebab serta metode pemecahannya selalu dikembalikan kepada internal factors seperti susunan
organisasi, tugas pokok dan fungsi, atau hubungan formal ; sedangkan
faktor-faktor lingkungan diluar organisasi (external
factors) yang mempunyai kontribusi juga terhadap munculnya persoalan
tersebut, justru tidak diperhitungkan.
Selama
ini paradigma organisasi mekanik banyak diterapkan pada sistem kelembagaan
pemerintah yang antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya
spesialisasi tugas, 2) mengutamakan sarana dan pertanggungjawaban, 3) inisiatif
penyelesaian konflik di dalam organisasi berasal dari atasan, 4) interaksi
antar anggota organisasi cenderung vertikal dengan gaya yang diarahkan untuk
mencapai kepatuhan, 5) kentalnya sistem komando dan hubungan struktural antara
atasan dengan bawahan. Dengan ciri-ciri demikian, model organisasi mekanik juga
disebut sebagai model birokratis, yang menurut Weber justru merupakan tipe ideal dari organisasi (Thoha, 1988: 138).
Pada
suatu mllieu masyarakat dengan tingkat kehidupan yang relatif statis, atau pada
suatu lingkungan yang belum banyak menerima arus perubahan dari lingkungan
sekitarnya, maka tipe organisasi ini dapat berjalan dengan baik serta dapat
menjadi instrumen yang efektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Akan
tetapi pada masyarakat yang tingkat kehidupannya tinggi dan dinamis serta
banyak berinteraksi dengan kelompok-kelompok lainnya yang seringkali lebih
besar, maka sifat-sifat dan ciri-cirinya yang kaku jelas tidak dapat
dipertahankan lagi. Model organisasi mekanik ini banyak berpengaruh terhadap
administrasi negara – khususnya di negara-negara sedang berkembang – sebab
organisasi di lingkungan pemerintahan bercirikan model organisasi birokrasi,
yaitu struktur organisasi tipikal yang berusaha mengkoordinasikan
kegiatan-kegiatan manusia di dalam suatu organisasi (Bennis dalam Thoha, 1988:
151).
Berbeda
pada organisasi mekanik, maka pada organisasi yang bertipe organik lebih banyak
menerapkan pendekatan sistem terbuka (open
system) yang menitikberatkan faktor manusia dan cara manusia tersebut berperilaku
dalam kegiatan-kegiatan organisasi senyatanya. Oleh karenanya, dalam pendekatan
ini faktor lingkungan yang memiliki kemungkinan pengaruh terhadap organisasi,
sangat diperhatikan.
Tipe-Tipe
Organisasi
Tipe atau bentuk organisasi yang kita saksikan selama
ini, sangat bervariasi dan berbeda-beda tergantung dari aspek atau sudut
pandang masing-masing. Dari sisi kepemilikan
dan pengelolanya, terdapat organisasi swasta dan organisasi pemerintah. Dilihat
dari bidang kegiatannya dapat dibedakan antara organisasi politik, sosial,
pemuda, dan lain-lain. Akan tetapi, berdasarkann tinjauan dari segi wewenang,
tanggung jawab, serta hubungan kerja dalam organisasi, dapat dikemukakan adanya
empat tipe atau bentuk organisasi, yaitu:
1.
Organisasi
Garis (line organization)
Adalah tipe organisasi yang
tertua dan paling sederhana, dimana tugas-tugas perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan berada di satu tangan dan garis kewenangan langsung dari pimpinan
kepada bawahannya. Ciri-ciri yang menonjol dari tipe organisasi ini antara lain
adalah: tujuan organisasi masih sederhana, jumlah karyawan sedikit, pimpinan
dan semua karyawan saling mengenal, hubungan karyawan dengan pimpinan bersifat
langsung, tingkat spesialisasi belum begitu tinggi, dan sebagainya.
Kebaikan yang dimiliki oleh
organisasi tipe ini adalah bahwa kesatuan komando berjalan secara tegas dan
memperkecil kemungkinan kesimpangsiuran, proses opengambilan keputusan berjalan
dengan cepat, penilaian terhadap pegawai dapat dilakukan secara cepat dan
obyektif, serta tingginya rasa solidaritas diantara sesama pegawai. Sebaliknya,
kekurangan yang sering ditemui adalah adanya ketergantungan kepada satu orang,
adanya kecenderungan pimpinan untuk bertindak secara otokratis, dan kesempatan
karyawan untuk berkembang terbatas.
2.
Organisasi
Garis dan Staf (line and staff
organization)
Tipe
ini biasanya digunakan untuk organisasi yang besar, daerah kerjanya luas dan
mempunyai bidang-bidang tugas yang beraneka ragam atau rumit. Ciri-ciri yang
dapat dilihat antara lain organisasinya besar dan bersifat kompleks, daerah
kerjanya luas, jumlah karyawan banyak, hubungan kerja yang bersifat langsung
makin mengecil, pimpinan dan karyawan tidak lagi semuanya saling mengenal, dan
terdapat spesialisasi tugas diantara para karyawannya.
Kelebihan
dari tipe organisasi ini adalah dapat digunakan oleh setiap organisasi yang
bagaimanapun besarnya, apapun tujuannya, serta bagaimanapun luas tugasnya.
Disamping itu terdapat kelebihan lainnya seperti adanya pembagian jelas yang
jelas, bakat para karyawan dapat dikembangkan menjadi spesialisasi, pengambilan
keputusan dapat efektif karena terdapat staf-staf yang ahli dibidangnya,
koordinasi berjalan lebih baik, dan disiplin karyawan biasanya tinggi karena
tugas yang dilaksanakannya sesuai dengan bakat dan keahliannya. Adapun
kekurangan yang ditemukan adalah rasa solidaritas antar karyawan yang lemah,
dan jika koordinasi pada tingkat staf tidak baik akan dapat membingungkan
unit-unit pelaksana.
3.
Organisasi
Panitia (committee organization)
Ciri-ciri
dari organisasi ini antara lain memiliki tugas tertentu dan jangka waktu
berlakunya terbatas, seluruh unsur pimpinan duduk dalam panitia, tugas
kepemimpinan dan pertanggungjawaban dilaksanakan secara kolektif, semua anggota
mempunyai hak / wewenang / tanggungjawab yang umumnya sama, serta para
pelaksana dikelompokkan menurut bidang tugas tertentu.
Keuntungan
yang dicapai dari tipe organisasi ini adalah: pada umumnya keputusan diambil
secara tepat dan obyektif karena segala sesuatu dibicarakan lebih dahulu secara
kolektif, kemungkinan seseorang untuk bertindak otoriter sangat kecil, dan
kerjasama di kalangan pelaksana mudah dibina. Sementara kekurangan yang mungkin
dihadapi adalah: pengambilan keputusan pada umumnya sangat lambat karena segala
sesuatu harus dibicarakan bersama-sama, pertanggungjawaban secara fungsional
seringkali kurang jelas, perintah kepada pelaksana kadang tumpang tindih, dan
daya kreasi seseorang kurang menonjol.
4.
Organisasi
Fungsional (functional organization)
Adalah
organisasi yang disusun berdasarkan sifat dan macam fungsi yang harus
dilaksanakan. Ciri-ciri organisasi ini antara lain adalah: pembidangan tugas
secara jelas dan tegas dapat dibedakan, dalam melaksanakan tugas tidak banyak
memerlukan koordinasi, pembagian unit-unit organisasi didasarkan pada
spesialisasi tugas, dan para pimpinan pada unit tertentu memiliki wewenang
komando pada unitnya sendiri tanpa persetujuan langsung dari pimpinan
tertinggi.
Kebaikan
dari tipe organisasi ini adalah adanya pembidangan tugas yang jelas, spesialisasi
karyawan dapat makin ditingkatkan, koordinasi antar karyawan dalam suatu unit
menjadi sangat mudah, koordinasi menyeluruh pada umumnya cukup pada tingkat
eselon atas. Sedangkan kekurangannya adalah bahwa karyawan terlalu
menspesialisasikan diri pada bidang tertentu, para karyawan cenderung
mementingkan bidangnya sendiri sehingga memungkinkan timbulnya egoisme antar
bidang.
Asas-asas Pengorganisasian
Kelembagaan
Untuk dapat mencapai tujuannya secara
berhasilguna dan berdayaguna, maka suatu organisasi perlu menerapkan asas-asas
tertentu dalam pengorganisasian kelembagaannya. Adapun asas-asas kelembagaan
yang perlu dipertimbangkan dalam suatu organisasi (khususnya di lingkungan
aparatur pemerintah), secara lengkap dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Asas
Pembagian Tugas
Hal ini mengandung arti bahwa
setiap tugas (di lingkungan aparatur: tugas umum pemerintahan dan pembangunan)
perlu dibagi habis ke dalam tugas-tugas bagian, divisi atau seksi (di
lingkungan aparatur: Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan aparatur
pemerintah lainnya), sehingga dapat dijamin selalu adanya tanggung jawab dalam
penyelenggaraan tugas-tugas tersebut. Namun demikian hal ini tidak berarti
bahwa suatu instansi dapat melaksanakan sendiri tugas yang menjadi tanggung
jawabnya tanpa adanya kerja sama dengan Instansi lain yang terkait. Sesuai
dengan asas ini maka perlu adanya perumusan tugas yang jelas sehingga dapat
dicegah duplikasi, benturan dan kekaburan.
2.
Asas
Fungsionalisasi.
Dalam asas fungsionalisasi,
pelaksanaan tugas harus ada suatu instansi / unit kerja yang secara fungsional
paling bertanggung jawab. Dengan kata lain asas ini menentukan instansi atau
satuan kerja yang secara fungsional paling bertanggung jawab atas suatu tugas
umum pemerintahan dan pembangunan. Pada gilirannya asas ini akan menentukan
mekanisme koordinasi dalam arti bahwa instansi atau satuan kerja yang secara
fungsional paling bertanggung jawab tersebut berkewajiban untuk
memprakarsainya.
3.
Asas
Koordinasi.
Asas ini menekankan agar dalam
penyusunan kelembagaan memungkinkan terwujudnya koordinasi yang mantap dalam
pelaksanaan tugas-tugasnya.
4.
Asas
Kesinambungan.
Asas kesinambungan
mengharuskan adanya institusialisasi dalam pelaksanaan, dalam arti bahwa
tugas-tugas (tugas umum pemerintahan dan pembangunan) harus berjalan secara
terus menerus sesuai dengan kebijaksanaan dan program yang telah ditetapkan
tanpa tergantung pada diri pejabat/pegawai tertentu.
5.
Asas
Keluwesan.
Asas keluwesan menghendaki
agar organisasi selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan
perubahan keadaan sehingga dapat dihindari kekakuan dalam pelaksanaan tugasnya.
6.
Asas
Akordion.
Asas akordion menentukan bahwa
organisasi dapat berkembang atau mengecil sesuai dengan tuntutan tugas dan
beban kerjanya. Namun demikian pengembangan/penciutan suatu organisasi tidak
boleh menghilangkan fungsi yang ada.
7.
Asas
Pendelegasian Wewenang.
Asas ini menentukan
tugas-tugas yang perlu didelegasikan dan tugas-tugas yang masih harus dipegang
pimpinan. Sebagai konsekuensi dari asas pelimpahan wewenang tersebut maka
setiap unit yang menerima pelimpahan tersebut harus mampu melaksanakan wewenang
dan tugas-tugas yang dilimpahkan.
8.
Asas
Rentang Kendali.
Dalam asas rentang kendali ini
dimaksudkan agar dalam menentukan jumlah satuan organisasi atau orang yang
dibawahi oleh seorang pejabat pimpinan, diperhitungkan secara rasional
mengingat terbatasnya kemampuan seorang pimpinan / atasan dalam mengadakan
pengendalian terhadap bawahannya.
9.
Asas
Jalur dan Staf.
Agar
terdapat kejelasan antara tugas pokok dan penunjang, maka dalam
pengorganisasian kelembagaam aparatur pemerintah digunakan asas jalur dan staf.
Asas jalur dan staf adalah asas yang menentukan bahwa dalam penyusunan
organisasi perlu dibedakan antara satuan-satuan organisasi yang melaksanakan
tugas pokok instansi dengan satuan-satuan yang melaksanakan tugas-tugas
penunjang.
10.
Asas
Kejelasan dalam Pembaganan.
Asas kejelasan dalam
pembaganan mengharuskan setiap organisasi menggambarkan susunan organisasinya
dalam bentuk bagan, agar setiap pihak yang berkepentingan dapat segera memahami
kedudukan dan hubungan dari setiap satuan organisasi yang ada.
LATIHAN
KASUS
ORGANISASI APAKAH YANG PALING COCOK?
Dalam rangka menghadapi bulan suci Ramadhan yang akan
datang, Kecamatan Citarum Kodya Dati II Bandung telah membentuk panitia yang
memiliki dua tugas pokok. Tugas pertama
adalah meningkatkan kadar keimanan dan moralitas warganya (terutama generasi
muda) secara berkelanjutan, dan tugas kedua
adalah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan bulan suci
Ramadhan, dari pengajian, ceramah-ceramah keagamaan, shalat tarawih dan subuh
berjamaah, bhakti sosial, sampai dengan shalat Idul Fitri, serta pengumpulan
zakat fitrah dan pendistribusiannya.
Aparat kecamatan dan segenap anggota panitia yang ada
telah bertekad bahwa bulan suci Ramadhan kali ini akan dijadikan momentum
“mawas diri dan penyadaran diri”, sehingga kegiatan kerohanian dan pembinaan
mental ini tidak hanya dilakukan secara temporer, tetapi juga dilanjutkan
sampai dengan pasca Ramadhan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah
kecamatan telah mengajukan usulan kepada Walikotamadya dengan tembusan kepada
Gubernur, untuk melembagakan fungsi pembinaan kerohanian tersebut kedalam
struktur organisasi kecamatan, yakni dengan membentuk seksi kerohanian.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Anda diminta untuk
menganalisis kasus dengan menggunakan teori-teori organisasi, dan menjawab
pertanyaan-pertanyan dibawah ini:
1.
Menurut
Anda, perlukah tugas pembinaan kerohanian dilembagakan dalam struktur
organisasi Kecamatan? Apa
alasan Anda?
2.
Jika
perlu, tipe atau bentuk organisasi apa yang paling tepat untuk menyelenggarakan
tugas pembinaan kerohanian tersebut? Sebaliknya jika tidak perlu, kemukakan
alasan Anda !
3.
Apa
kira-kira kelebihan dan kekurangannya jika tugas tersebut dilembagakan? Dan apa
pula kira-kira kelebihan dan kekurangannya jika tugas tersebut tidak
dilembagakan?
good n inspiring blog, friend!
BalasHapusmakasih byk atas kunjungan & komennya. tentu saja, sy sangat senang untuk selalu berbagi. sharing makes the world brighter, doesn't it?
Halo ... mau tanya nih Steers n Porter itu ada bukunya gag ya ? Judulnya apaa ? Dan untuk pengertian dari Vroom apakah juga ada bukunya ? Judulnya apa ya ? Makasih sebelumnya... mohon infonya mau saya gunakan untuk revisi skripsi saya setelah ujian pendadaran
BalasHapus