Laman

Jumat, 01 Oktober 2010

Perilaku Organisasi 3 – Motivasi


Pengertian Motivasi

 

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pimpinan dalam organisasi adalah bagaimana mereka dapat menggerakkan para pegawainya agar mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Untuk itu, seorang pimpinan harus selalu dapat memelihara semangat, kesadaran dan kesungguhan dari karyawannya untuk terus menunjukkan kinerja yang optimal. Dengan kata lain, salah satu tantangan berat bagi organisasi adalah bagaimana motivasi karyawan dapat tumbuh dan terbina dengan baik.

Istilah motivasi sendiri, secara taksonomi berasal dari kata latin “movere” yang artinya bergerak. Adapun beberapa definisi tentang motivasi dapat dikemukakan dsebagai berikut:

1.          Motivasi adalah proses pengembangan dan pengarahan perilaku atau kelompok, agar individu atau kelompok itu menghasilkan keluaran (output) yang diharapkan, sesuai dengan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai organisasi (Ensiklopedi Manajemen, Ekonomi dan Bisnis, 1993: 432-433).
2.          Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1986: 132).
3.          …… motivation has to do with a set of independent / dependent variable relationship that explain the direction, and persistence of individual’s behavior, holding constant the effects of attitude, skill, and understanding of the task, and the constraints operating in the environment (Campbell and Pritchard dalam Steers and Porter, 1991: 5)
4.          ……..motivation primarily corcerned with: 1) what energizes human behavior, 2) what direct or channels such behavior, and 3) how this behavior is maintained or sustained (Steers and Porter, 1991: 6)



Dimensi Motivasi: Kebutuhan – Dorongan – Tujuan

Beberapa hal yang biasanya terkandung dalam definisi motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran, dorongan dan insentif. Atau seperti telah disinggung pada bab pendahuluan, motivasi mengandung tiga komponen penting yang saling berkaitan erat, yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan.

Kebutuhan timbul dalam diri individu apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya, yaitu dalam pengertian homeostatic adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik dalam arti fisiologis maupun psikologis. Untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut, dalam diri individu akan timbul dorongan berupa usaha pemenuhan kekurangan secara terarah. Karena itu, dorongan ini biasanya berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang dan hal ini merupakan inti dari motivasi. Adapun komponen ketiga dari motivasi yaitu tujuan merupakan sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Pencapaian tujuan berarti mengembangkan keseimbangan dalam diri seseorang, baik yang bersifat psikologis maupun fisiologis.

Pemahaman terhadap motivasi individu berkaitan erat pula dengan pemahaman tentang motif, yaitu kebutuhan, keinginan, tekanan, dorongan dan desakan hati yang membangkitkan dan mempertahankan gairah individu untuk mengerjakan sesuatu.

Teori motivasi yang menekankan pendekatan pada motif, pertama kali diketengahkan oleh Woodworth yang mengembangkan motif sebagai the reservoir of energy that impels an organism to behave in certain way. Sedangkan Hull menyatakan bahwa motif merupakan an energizing influence with determined the intencity of behavior, and with teoritically increased along with the level of deprivation (dalam Steer and Porter, 1991: 11).

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa motif itulah yang menimbulkan adanya motivasi individu untuk melakukan pekerjaannya. Motif itu sendiri dapat berasal dari luar individu, misalnya motif berupa tekanan dari atasan, atau dapat pula berasal dari dalam individu, misalnya terdorong keinginan atau kebutuhannya.

Salah satu variabel yang dapat meningkatkan motif individu adalah adanya insentif (Hull, dalam Steers and Porter, 1991: 12). Insentif adalah alat-alat yang digunakan dalam mendorong orang melakukan sesuatu. Insentif yang dapat menyebabkan orang mau bekerja sebaik mungkin itu dapat berupa uang (finansial) atau bukan uang (non finansial).

Insentif finansial antara lain dapat berbentuk upah, gaji, jaminan sosial seperti asuransi, pensiun, uang cuti, hadiah, bonus dan sebagainya. Insentif jenis ini dianggap membantu menarik karyawan yang lebih berkualitas, mengurangi turn over, dan meningkatkan semangat kerja. Sedangkan insentif non-finansial dikenal juga sebagai insentif pribadi, karena insentif ini memberi peluang untuk mengembangkan inisiatif pribadi serta kesempatan berprestasi. Banyak penelitian telah membuktikan adanya dampak positif insentif non-finansial terhadap hasil karya. Kesempatan untuk maju, tantangan dalam pekerjaan, tanggungjawab, supervisi yang efektif, kondisi kerja yang baik, serta acara rekreasi adalah beberapa contoh insentif non-finansial.


Teori-Teori Motivasi

Teori-teori motivasi yang biasanya dikenal, paling tidak ada empat macam, yaitu: 1) teori hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) Maslow; 2) teori ERG Alderfer; 3) teori kebutuhan untuk maju (need for achievement) McClelland; serta 4) teori dua faktor Herzberg.

Khususnya mengenai salah satu unsur atau komponen motivasi yaitu kebutuhan, Maslow (1993: 43-57) telah mengembangkan suatu konsep teori yang dikenal dengan hirarki kebutuhan / hierarchy of needs. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dengan sendirinya membentuk semacam hirarki, yakni dari kebutuhan fisik (psysiological needs), kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman (safety and security needs)  kebutuhan sosial (belongingness and love), kebutuhan akan penghargaan dan status (esteem and status), sampai dengan kebutuhan akan perwujudan atau aktualisasi diri (self-actualization).

Kebutuhan pada tingkat pertama dan kedua biasa dikelompokkan dalam kebutuhan tingkat rendah, sedang kebutuhan pada tingkat ketiga sampai dengan kelima termasuk kebutuhan tingkat tinggi. Meskipun hirarki kebutuhan yang disusun Maslow ini mengandung banyak pembatasan, namun memberikan gagasan yang baik untuk membantu para manajer dalam memotivasi pegawai. Hal ini penting, karena apabila kebutuhan pada tingkat rendah tidak terpenuhi, maka tidak satupun kebutuhan pada tingkat tinggi akan dapat tercapai.

Menurut Gordon (1996: 116), kebutuhan fisik atau fisiologis adalah kebutuhan paling dasar dari hidup manusia seperti makan, air, dan kebutuhan seksual, termasuk didalamnya adalah perlindungan kesehatan. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman menggambarkan dorongan setiap orang untuk mencari perlindungan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, suatu perusahaan misalnya akan mengeluarkan kebijaksanaan berupa larangan merokok di tempat kerja, menjalin kerjasama dengan perusahaan asuransi, serta penerapan prosedur-prosedur keamanan tertentu di daerah-daerah “larangan”.

Selanjutnya kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang menekankan kepada aspek sosial dari pekerjaan. Hal ini berarti bahwa setiap orang ingin mengadakan hubungan interpersonal atau interaksi sosial dengan orang lain. Dalam konteks organisasi, maka pencapaian tujuan tidak mungkin diupayakan oleh orang aau pihak tertentu, melainkan diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu team work. Dengan kata lain,  lahirnya organisasi adalah perwujudan konkrit dari adanya kebutuhan manusia akan hubungan sosial atau belongingness and love ini.

Kebutuhan akan status dan penghargaan biasanya ditunjukkan adanya kebutuhan terhadap simbol-simbol kesuksesan, seperti gelar kesarjanaan, pengakuan dari orang lain, pemilikan barang-barang pribadi yang mewah. Dengan adanya kebutuhan ini, orang ingin mendemonstrasikan kemampuannya, serta membangun reputasi dan performansi yang bisa dibanggakan didepan orang lain. Adapun kebutuhan aktualisasi diri merefleksikan hasrat individu tiap-tiap orang untuk tumbuh dan berkembang atas dasar potensinya secara optimal. Orang-orang seperti ini biasanya selalu menginginkan adanya tantangan atau peluang dalam bekerja, dan disertai adanya hasrat untuk mandiri dan menunjukkan tanggungjawab penuh.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa teori motivasi yang dikemukakan Maslow (dan juga oleh pakar yang lain), tidak dapat dianalisis secara parsial. Artinya, seseorang yang telah berada pada tingkat kebutuhan tertinggi, bukan berarti tidak membutuhkan lagi kebutuhan lainnya. Jadi, sifat pemenuhan setiap kebutuhan diatas sifatnya kumulatif, bukan bersifat menggantikan atau melengkapi (untuk analogi: bandingkan dengan teori 5 tahap perkembangan masyarakat dari Rostow).

Hasil studi Maslow ini diperluas lebih lanjut oleh Herzberg, yang menyebutkan bahwa terdapat dua perangkat faktor terpisah yang mempengaruhi motivasi. Pandangan tradisional berasumsi bahwa motivasi dan kurangnya motivasi hanya merupakan dua hal yang bertentangan dalam satu kontinum.

Herzberg menolak anggapan ini dengan menyatakan bahwa faktor pekerjaan tertentu hanya membuat pegawai tidak puas apabila tidak ada kondisi tertentu. Dengan demikian Herzberg membedakan antara faktor iklim baik (hygiene factors) atau faktor pemeliharaan sebagai faktor yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri pegawai, dengan faktor motivasi (Davis dan Newstrom, 1993: 71-72), yakni kondisi kerja yang terutama berfungsi untuk menimbulkan motivasi. Faktor motivasi terutama berhubungan dengan isi pekerjaan (job content), sedangkan faktor pemeliharaan berhubungan dengan isi pekerjaan (job context) karena lebih berkaitan dengan lingkungan di sekitar pekerjaan. Oleh karena teori Herzberg ini membagi kedalam dua faktor, maka teorinya sering dikenal dengan two-factor model of motivation.

Perluasan lebih lanjut dari teori herzberg dan Maslow datang dari usaha Alderfer. Dia memperkenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan, yakni kebutuhan akan keberadaan (existence), kebutuhan berhubungan (relatedness) dan kebutuhan untuk berkembang (growth need). Teori ini sering disebut juga dengan teori ERG.

Apabila dibandingkan dengan teori Maslow dan Herzberg, kebutuhan akan keberadaan kira-kira sama artinya dengan kebutuhan fisik / fisiologisnya Maslow atau faktor pemeliharaannya Herzberg. Kebutuhan berhubungan bisa dipersamakan dengan kebutuhan sosial atau faktor pemeliharaan, sedangkan kebutuhan untuk berkembang identik dengan kebutuhan aktualisasi diri atau faktor motivasi. Dalam hal ini, Alderfer lebih menyukai perincian kebutuhan yang didasari pada kontinum, dari pada dengan hirarki seperti Maslow atau dua faktor kebutuhan dari Herzberg. Alderfer juga tidak menyatakan bahwa tingkat yang dibawah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memuaskan tingkat kebutuhan diatasnya. Menurut Thoha (1993: 228), teori Alderfer masih menunjukkan sifat-sifat umum dan kurang mampu menjelaskan kompleknya teori motivasi, disamping kurang memberikan kesiapan untuk bisa diterjemahkan kedalam praktek manajemen.

Tokoh motivasi lain yang melakukan penelitian tentang desakan manusia untuk berprestasi adalah Mc. Clelland. Berdasarkan hasil penelitiannya, dapat dikemukakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi itu adalah suatu motif yang berbeda dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya. Menurut Mc. Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang lebih baik dari prestasi karya orang lain. Dalam kaitan ini Mc. Clelland mengelompokkan adanya tiga macam kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi, dan kebutuhan untuk kekuasaan. Adapun beberapa karakteristik dari orang-orang yang berprestasi tinggi antara lain: 1) suka mengambil resiko yang moderat; 2) memerlukan umpan balik yang segera; 3) memperhitungkan keberhasilan; dan 4) menyatu dengan tugas (Thoha, 1993: 229-232).

Pengembangan teori Mc Clelland ini sesungguhnya bisa dikatakan diilhami oleh ajaran Etika Protestan yang dikemukakan Weber. Menurut paham ini, seseorang sudah ditakdirkan untuk masuk neraka atau masuk surga. Orang-orang yang akan masuk surga sudah dapat dilihat tanda-tandanya selama hidup didunia, yaitu mereka yang kaya, pandai, dan sukses dalam hidupnya. Sementara orang-orang miskin, bodoh, pengangguran, dan gagal dalam hidup, ditakdirkan untuk menjadi penghuni neraka. Oleh karena itulah, orang cenderung bekerja keras meraih prestasi agar dapat hidup sukses di dunia. Sejalan dengan ajaran ini, di Jepang terdapat juga suatu kepercayaan yang menganjurkan pemeluknya bekerja keras, yakni agama Tokugawa.

Tidak bisa dikesampingkan juga disini adalah teori motivasi Mc. Gregor yang mengemukakan teori X dan teori Y sebagai hasil klasifikasi dari dua jenis tipe manusia yaitu tipe X dan tipe Y (dalam Bowditch and Buono, 1985: 44).

Menurut teori X, pada dasarnya manusia itu cenderung berperilaku negatif dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) tidak senang bekerja dan apabila mungkin akan berusaha mengelakkannya; (b) karenanya manusia harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan berbagai tindakan positif agar tujuan organisasi tercapai; (c) para pekerja akan berusaha mengelakkan tanggung jawab dan hanya akan bekerja apabila menerima perintah untuk melakukan sesuatu; dan (d) kebanyakan pekerja akan menempatkan pemuasan kebutuhan fisiologis dan keamanan di atas faktor-faktor lain yan berkaitan dengannya dan tidak akan menunjukkan keinginan atau ambisi untuk maju.

Sementara itu teori Y menyatakan bahwa manusia itu pada dasarnya cenderung berperilaku positif dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) para pekerja memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya beristirahat dan bermain; (b) para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri; (c) pada umumnya para pekerja akan menerima tanggungjawab yang lebih besar; dan (d) mereka akan berusaha menunjukkan kreativitasnya, dan oleh karenanya akan berpendapat bahwa pengambilan keputusan merupakan tanggungjawab mereka juga dan bukan semata-mata tanggungjawab orang yang menduduki jabatan manajerial (Weber, 1960 dalam Siagian, 1989: 162-163).

Tidak jauh berbeda dengan Weber, Argyris mengajukan teori motivasi dengan membedakan manusia dalam kelompok tidak dewasa dan dewasa. Dalam usahanya menganalisis situasi kedewasaan dan ketidakdewasaan, Argyris mencoba membandingkan nilai-nilai piramidal dari birokrasi yang masih mendominasi sebagian besar organisasi, dengan sistem nilai demokrasi yang banyak memperhatikan faktor manusianya. Pada akhirnya Argyris menyatakan ada tujuh perubahan yang terjadi pada kepribadian seseorang yang tidak deewasa menjadi orang yang matang. Ketujuh perubahan tersebut adalah pasif menjadi aktif, tergantung menjadi tidak tergantung, bertindak yang sedikit menjadi banyak variasinya, minat yang tidak menentu dan dangkal menjadi lebih dalam dan kuat, perspektif waktu jarak dekat menjadi jarak jauh, posisi yang menjadi dibawah menjadi setingkat atau bahkan diatasnya, serta kekurangan kesadaran atas dirinya menjadi tahu pengendalian diri (Thoha, 1993: 241-249).

Diantara banyaknya teori motivasi yang dikemukakan tersebut terdapat kecenderungan bahwa setiap pakar mengembangkan pola motivasi tertentu sebagai hasil dari lingkungan budaya setempat. Mengenai pola motivasi ini, empat pola yang sangat penting adalah prestasi, kompetensi, afiliasi dan kekuasaan.

Motivasi prestasi adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Motivasi kompetensi adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan pemecahan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial. Motivasi kekuasaan adalah dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Pengetahuan tentang berbagai pola motivasi akan membantu manajemen dalam memahami sikap kerja masing-masing pegawai, sehingga dapat mengelolanya sesuai dengan pola motivasi masing-masing yang paling menonol.

Disisi lain, Vroom mengajukan pendekatan motivasi yang dapat diterima secara umum, yakni model harapan (expectancy model) atau dikenal juga sebagai teori harapan. Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga faktor yaitu: seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi), perkiraan orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan), serta perkiraan bahwa prestasi itu akan menghasilkan perolehan imbalan atau instrumentalis (Davis and Newstrom, 1993: 90). Hubungan antar ketiga faktor itu dapat dinyatakan sebagai berikut:

valensi x harapan x instrumentalisasi  =  motivasi

Hubungan antar ketiga faktor itu dapat dijelaskan sebagai berikut: valensi mengacu kepada kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Harapan adalah kadar kuatnya   keyakinan bahwa upaya kerja akan menghasilkan penyelesaian suatu tugas. Sedangkan instrumentalitas menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila tugas dapat diselesaikan. Hasil ketiga faktor tersebut adalah motivasi, yakni kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Kombinasi yang menimbulkan motivasi adalah valensi positif yang tinggi, tinggi harapan dan tinggi instrumentalitas.

Dengan adanya model harapan ini, maka para manajer organisasi akan dipaksa untuk menguji proses timbulnya motivasi secara seksama. Model ini juga mendorong mereka untuk merancang iklim motivasi yang akan memperbesar kemungkinan timbulnya perilaku pegawai yang diharapakan (Davis dan Newstrom, 1993: 95).


LATIHAN  KASUS
PENILAIAN MOTIVASI INDIVIDU: BAGAIMANA
MOTIVASI ANDA?

Lingkarilah jawaban yang Anda anggap paling benar dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini, dan kemudian hitunglah menggunakan tabel yang tertera dibawahnya. Hasil penilaian terhadap jawaban Anda akan dapat menunjukkan motif pribadi Anda, apakah termasuk dalam motif prestasi, motif afiliasi (berhubungan dengan orang lain), ataukah motif berkuasa.

1.      Anda mendapat tugas untuk membuat rencana perluasan proyek. Yang akan Anda lakukan adalah:
a.          Mengumpulkan teman-teman untuk bersama-sama membuat rencana itu.
b.          Memerintahkan staf Anda supaya mengajukan saran-saran dan membuat rencana itu.
c.          Memikirkan sendiri bagaimana sebaiknya rencana itu dibuat.
2.      Apabila Anda mengalami keberhasilan dalam usaha bersama teman-teman, maka Anda akan melakukan hal ini:
a.          Merayakan keberhasilan bersama teman-teman yang telah membantu Anda.
b.          Mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan itu.
c.          Menyarankan kepada teman-teman supaya tetap bekerja dengan baik.
3.      Pada suatu waktu Anda mengalami kegagalan usaha bersama teman. Sesudah itu Anda akan:
a.          Merasa sedih dan mencoba memahami apa yang terjadi serta memikirkan apa yang dapat dilakukan.
b.          Menegur teman yang berbuat kesalahan yang menyebabkan terjadinya kegagalan tersebut.
c.          Melupakan kegagalan tersebut sambil menunggu teman yang melakukan kesalahan.
4.      Seorang teman Anda menetapkan tujuan bagi dirinya. Anda menyarankan kepada teman Anda sebagai berikut:
a.          Carilah teman yang baik untuk menetapkan tujuan itu.
b.          Tetapkan sendiri tujuan dengan resiko sedang.
c.          Gunakan jasa baik orang lain dengan imbalan tertentu.
5.      Seorang pimpinan yang menginginkan bawahannya sukses dalam kegiatan / usaha akan menyarankan:
a.          Belajar dari apa yang sudah dilakukannya.
b.          Bekerja bersama-sama dengan teman supaya tidak jenuh
c.          Percayalah pada kemampuan sendiri dan jangan pedulikan orang lain.
6.      Dalam suatu kegiatan kelompok apabila ada seseorang anggotanya tidak mau berpartisipasi dalam pencapaian tujuan kelompok, maka tindakan yang perlu diambil adalah:
a.          Mencatat orang itu karena dapat menghambat pencapaian tujuan.
b.          Menyadarkan orang itu supaya ikut bekerja demi kelompoknya.
c.          Memberi pekerjaan dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya.
7.      Keberhasilan yang pernah dicapai oleh si A dalam perusahaan yang dipimpinnya, adalah karena:
a.          Pandai mempengaruhi bawahan supaya bekerja dengan baik.
b.          Menggalang kerjasama yang ramah tamah dengan para karyawan.
c.          Mempunyai rasa tanggungjawab pribadi yang besar.
8.      Betapapun hebatnya kemampuan karyawan dalam perusahaan, mereka tidak akan mampu mencapai prestasi yang baik karena:
a.          Tidak adanya hubungan yang harmonis antara semua karyawan.
b.          Pimpinan tidak mampu mempengaruhi dan mengarahkan bawahan.
c.          Tujuan yang ditetapkan oleh pimpinan tidak menantang.
9.      Salah satu langkah yang baik bagi pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi adalah:
a.          Menetapkan tujuan yang rasional dan jelas.
b.          Mengatur dan mengendalikan karyawan dengan tegas.
c.          Membuat karyawan merasa senang dalam perusahaan / organisasi.
10. Karyawan yang mempunyai andil besar dalam pencapaian tujuan kelompok adalah mereka yang:
a.          Membantu teman-teman tanpa diminta.
b.          Bekerja sesuai dengan kemampuannya.
c.          Bekerja keras demi semua karyawan yang sangat disenanginya.

CATATAN

1.         Motif Afiliasi adalah motif yang mendorong dan mengarahkan orang untuk berhubungan dengan orang lain, dan memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a.      Senang bersama orang lain dari pada sendirian.
b.      Senang mengadakan hubungan dengan orang lain.
c.       Lebih efektif bekerja di lingkungan orang banyak daripada sendirian.

2.         Motif Berkuasa adalah motif yang mendorong dan mengarahkan orang untuk menguasai atau mendominasi orang lain, dan memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a.      Senang memasuki organisasi.
b.      Menyenangi atribut.
c.       Senang mengatur atau mengendalikan atau mengawasi orang lain.

3.         Motif Prestasi adalah motif yang mendorong dan mengarahkan orang untuk mencapai tujuan yang lebih baik, dan memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a.      Rasa tanggungjawab tinggi atas segala tindakannya.
b.      Senang belajar dari pengalaman.
c.       Senang mengambil resiko sedang (masih dalam batas kemampuannya).
d.      Kreatif dan Inovatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar