Pengantar
anusia adalah makhluk sosial (zoon politicon); demikian kata Aristoteles yang kira-kira berarti
bahwa manusia hanya dapat berarti jika berada dalam lingkungan sosialnya. Oleh
karena itu, dalam kehidupan sosial, manusia selalu bertemu dengan manusia yang
lain. Pertemuan antar manusia – baik dalam konteks individu maupun konteks
organisasi – disatu pihak sangat diperlukan untuk saling memenuhi seluruh
kebutuhan pihak-pihak yang bersangkutan. Namun dipihak lain,
pertemuan-pertemuan tadi akan menimbulkan pula perbedaan kepentingan, perbedaan
keinginan dan perbedaan pandangan, yang pada gilirannya akan menyebabkan
terjadinya ketegangan-ketegangan (stres)
antar pihak. Selanjutnya, ketegangan ini lama kelamaan akan menjurus kepada
terjadinya konflik atau benturan Dan apabila ketegangan dan konflik ini
berjalan terus tanpa adanya upaya-upaya untuk mengatasinya, maka tujuan hakiki
dari diadakannya hubungan antar manusia menjadi sia-sia.
Dari
sedikit paparan diatas dapat disimpulkan bahwa stres dan konflik sesungguhnya
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan manusia. Hal ini
sesuai dengan pendapat P. Wehr,
dalam bukunya Conflict Resolution
(dalam Robby Chandra, 1992: 17) yang
menyimpulkan bahwa “konflik dan pertikaian adalah hal yang tak terhindarkan di
dalam tiap kelompok sosial”. Sebagai penyebabnya, antara lain Wehr
mengungkapkan bahwa: “konflik adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang
buruk, salah pengertian, salah perhitungan, dan proses-proses lain yang tidak
kita sadari”.
Disisi lain, Coser dan Simmel (dalam Robby Chandra,
1992: 17) juga membuktikan bahwa konflik adalah hal yang wajar dalam suatu
hubungan yang berlangsung lama. Kedua peneliti ini bahkan dapat menggambarkan
konflik sebagai sesuatu yang muncul menurut siklus tertentu. Penelitiaan mereka
dikuatkan oleh penelitian Wehr yang juga menyimpulkan bahwa selain merupakan
hal yang alamiah konflik juga memiliki dinamika tertentu yang bisa diramalkan
kehadirannya dan dapat diarahkan secara konstruktif. Bahkan Wehr berpendapat
bahwa di dalam konteks keluarga, kelompok atau masyarakat, konflik juga
berkaitan langsung dengan struktur pengaturan kekuasaan.
Pembahasan di atas menunjukkan
bahwa konflik tidak dapat dilihat hanya sebagai hal yang negatif, tidak wajar,
atau merusak. Gejala konflik adalah hal yang alamiah dan wajar. Lebih lanjut,
konflik dapat dikendalikan dan digunakan sebagai sesuatu yang memperkaya
hubungan antara dua manusia atau lebih. Dengan demikian pertanyaan yang paling
utama tentang suatu konflik ialah: “Bagaimana konflik ini dapat diarahkan, atau
digunakan sebagi sesuatu yang berguna?”
Pengertian
dan Sifat Konflik
menurut
Joyce Hocker dan William Wilmot di dalam bukunya Interpersonal Conflict (dalam Robby
Chandra, 1992: 15-16), ada berbagai pandangan tentang konflik yang umumnya
tersebar secara merata di dalam berbagai budaya di seluruh dunia.
a.
Konflik adalah hal yang abnormal karena hal yang normal
ialah keselarasan. Mereka yang menganut
pandangan ini pada dasarnya bermaksud menyampaikan bahwa, suatu konflik
hanyalah merupakan gangguan stabilitas. Karena konflik dilihat sebagi suatu
gangguan maka harus diselesaikan secepat-cepatnya, apa pun penyebabnya.
b.
Konflik sebenarnya hanyalah suatu perbedaan atau salah paham. Kata-kata serupa itu seringkali disampaikan oleh orang
yang terlibat dalam sebuah konflik. Dengan kata lain, konflik tidak dinilai
sebagai hal yang terlalu serius. Bahkan, menurut penganut pendapat ini penyebab
konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik, sehingga pihak lain tidak
dapat memahami maksud kita yang sesungguhnya.
c.
Konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena
kelakuan orang-orang yang tidak beres. Pendapat ini sering pula diungkapkan dengan cara lain.
Orang-orang yang senang terlibat konflik adalah anti-sosial, paranoia, ngawur,
atau senang berkelahi. Menurut penganut pendapat ini, penyebab suatu konfli
adalah ketidakberesan kejiwaan orang tertentu.
Mengenai faktor penyebab konflik, menurut Watkins (dalam Robby Chandra, 1992: 15-16), konflik terjadi bila terdapat dua hal.
Pertama,
konflik bisa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak yang secara
potensial dan praktis / operasional dapat saling menghambat. Secara potensial
artinya mereka memiliki kemampuan
untuk menghambat. Secara praktis / opersional, artinya kemampuan untuk tadi bisa diwujudkan dan ada di dalam keadaan
yang memungkinkan perwujudannya secara mudah. Artinya, bila kedua pihak tidak
dapat menghambat atau tidak melihat pihak lain sebagai hambatan, maka konflik
tidak akan terjadi.
Kedua, konflik dapat terjadi bila ada suatu sasaran yang
sama-sama dikejar oleh kedua pihak kedua namun hanya salah satu pihak yang
mungkin akan mencapainya.
Selanjutnya dilihat dari sifatnya, konflik dapat dikelompokkan menjadi konflik negatif dan
konflik positif. Konflik yang negatif ialah konflik di mana pihak-pihak yang
terlibat merasa rugi karena konflik itu. Hal itu bisa terjadi walaupun pihak
luar melihat pihak yang merasa kalah itu sudah unggul. Jadi faktor persepsi dan
perasaan kalah memegang peranan penting. Konflik yang negatif dan merusak ini
muncul dalam bentuk yang dikenal sebagai spiral konflik. Spiral konflik ini
hanya memiliki satu arah yaitu meningkat dan maju. Ciri-cirinya, hubungan
negatif itu hampir otomatis mengahasilkan hubungan negatif lainnya. Dalam
spiral ini salah satu pihak akan berusaha untuk mengubah struktur hubungan dan
membatasi pilihan pihak lain, untuk mencari keuntungan sepihak.
Salah satu bentuk konflik negatif ialah suatu konflik
yang tidak terselesaikan. Hal ini bisa terjadi dengan salah satu pihak menarik
diri. Ini dilakukan dengan pengetahuan bahwa pihak lainnya akan dirugiak oleh
keputusan itu.
Lawan dari konflik negatif ialah konflik positif. Konflik
positif berguna untuk suatu masyarakat atau kelompok yang memungkinkan
ekspresi konflik yang terbuka dan memungkinkan pergeseran keseimbangan
kekuasaan. Konflik akan memberikan transisi untuk suatu hubungan baru yang
terus direvisi.
Beberapa contoh manfaat positif dan konflik adalah
sebagai berikut (Johnson, dalam Supratiknya, 1995: 94-96)
§ Konflik dapat menjadikan kita sadar bahwa ada persoalan
yang perlu dipecahkan dalam hubungan kita dengan orang lain.
§ Konflik dapat menyadarkan dan mendorong kita untuk
melakukan perubahan-perubahan dalam diri kita.
§ Konflik dapat menumbuhkan dorongan dalam diri kita untuk
memecahkan persoalan yang selama ini tidak jelas kita sadari atau kita biarkan
tidak muncul kepermukaan .
§ Konflik dapat menjadikan kehidupan lebih menarik
§ Perbedaan pendapat dapat membimbing ke arah tercapainya
keputuan-keputusan bersama yang lebih matang dan bermutu.
§ Konflik dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan kecil
yang sering kita alami dalam hubungan kita dengan seeorang.
§ Konflik juga dapat menjadikan kita sadar tetang siapa
atau macam apa diri kita sesungguhnya.
§ Konflik juga dapat menjadi sumber hiburan.
§ Konflik dapat mempererat dan memperkaya hubungan.
Ciri-ciri dari konflik yang positif ialah adanya
transformasi dari elemen-elemen konflik, yaitu: cara konflik itu diekspresikan,
persepsi tentang kebutuhan dan tujuan, ersepsi tentang kemungkinan
pemenuhannya, tingkat persepsi bahwa kedua belah pihak sebenarnya saling
terkait, serta jenis kerja sama dan oposisi. Dengan kata lain kedua pihak akan
merasa diperkaya di dalam hubungan mereka. Mereka akan lebih bersedia bekerja
sama dan bersedia untuk mengatasi konflik dengan lebih terbuka di masa depan.
Dalam hubungan ini, Coser (dalam Robby Chandra, 1992: 54)
berpendapat bahwa konflik dapat menyatukan sebuah kelompok lebih erat dan memadukannya
dengan baik. Hal ini disebabkan karena konflik itu memberikan klep pengaman,
menolong kelompok untuk lebih efektif dengan adanya keterbukaan dalam menilai
struktur yang ada dan memungkinkan ada perumusan yang tajam tentang
sasaran/tujuan dan kebutuhan kelompok. Konflik yang produktif dan positif akan
membuat semua piahak merasa bahwa sesuatu telah dicapai bersama.
Dengan kata lain konflik dalam hubungan antar pribadi
sesungguhnya memiliki potensi menunjang perkembangan pribadi kita sendiri
maupun perkembangan relasi kita dengan orang lain, asal kita mampu menghadapi
dan memecahkan konflik-konflik semacam itu secara konstruktif. Suatu konflik
bersifat konstruktif, bila sesudah mengalaminya:
§ Hubungan
kita dengan pihak lain justru menjadi lebih erat dalam arti lebih mudah
berinteraksi dan bekerja sama
§ Kita
dan pihak lain justru lebih saling menyukai dan saling mempercayai.
§ Kedua
belah pihak sama-sama merasa puas dengan akibat-akibat yang timbul setelah
berlangsungnya konflik.
§ Kedua
belah pihak makin terampil mengatasi secara konstruktif konflik-konflik baru
yang terjadi diantara mereka.
Anatomi
/ Unsur Konflik
Dimanapun
terjadinya, semua konflik memiliki kesamaan-kesamaan. Baik yang terjadi
dikeluarga, sekolah, lingkungan agama, atau lingkungan bisnis, indikator adanya
kehadiran konflik adalah terdapatnya anatomi dan atau unsur-unsur di bawah ini
(dalam Robby Chandra, 1992: 54).
§
Adanya
ketegangan yang diekspresikan, baik melalui tindakan,
ucapan / lisan, isyarat, dan sebagainya. Namun konflik batin yang hanya
diketahui dan dirasakan oleh pihak yang bersangkutan, tidak termasuk dalam
pengertian konflik disini.
§
Adanya
sasaran / tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda, yang dirasa
berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan.
§
Kecilnya
kemungkinan untuk pemenuhan kebutuhan yang dirasakan.
§
Adanya
kemungkinan bahwa masing-masing pihak dapat menghalangi / menghambat pihak lain
dalam mencapai tujuannya.
§
Adanya
saling ketergantungan. Menurut Braiker dan
Kelley, seseorang yang tidak
tergantung kepada orang lainatau tidak memiliki kepentingan tentang apa yang
dilakukan orang lain, tidak akan berkonflik dengannya.
Strategi
Mengatasi Konflik
Apapun
konflik yang kita hadapi, konsentrasi pemikiran harus diarahkan kepada upaya
bagaimana mengatasi konflik (yang negatif), serta bagaimana memelihara konflik
(yang positif). Dalam kaitan ini, bila kita terlibat dalam suatu konflik dengan
orang lain, ada dua hal yang harus kita pertimbangkan (Supratiknya, 1995: 99-100)
§ Tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan pribadi kita.
Tujuan-tujuan pribadi ini dapat kita rasakan sebagai hal yang sangat penting
sehingga harus kita pertahankan mati-matian, atau tidak terlalu penting
sehingga dengan mudah kita korbankan.
§ Hubungan baik dengan pihak lain. Seperti tujuan pribadi,
hubungan dengan pihak lain dengan siapa kita berkonflik ini juga dapat kita
rasakan sebagai hal yang sangat penting, atau sama sekali tidak penting.
Cara kita bertingkah laku dalam suatu konflik dengan
orang lain, akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan
hubungan dengan pihak lain kita rasakan. Berdasarkan dua pertimbangan di atas,
dapat ditemukan lima gaya dalam mengelola konflik antar pribadi (Johnson, 1981)
a.
Gaya Kura-kura. Konon, kura-kura lebih
senang menarik diri bersembunyi di balik tempurung badannya untuk menghindari
konflik. Mereka cenderung menghindar dari pokok-pokok soal maupun dari
orang-orang yang dapat menimbulkan konflik. Mereka percaya bahwa setiap usaha
memecahkan konflik hanya akan sia-sia. Lebih mudah menarik diri, secara fisik
maupun psikologis, dari konflik daripada menghadapinya. Dalam pewayangan, sikap
semacam ini kiranya dapat kita temukan dalam figur Baladewa.
b.
Gaya Ikan Hiu. Ikan
hiu senang menaklukkan lawan dengan memaksanya menerima solusi konflik yang ia
sodorkan. Baginya, tercapainya tujuan pribadi adalah yang utama sedangkan
hubungan dengan pihak lain tidak terlalu penting. Baginya, konflik harus
dipecahkan dengan cara satu pihak menang dan pihak lainnya kalah. Dalam
pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figur Duryudana.
c.
Gaya Kancil. Seekor
kancil sangat mengutamakan hubungan dan kurang mementingkan tujuan-tujuan
pribadinya. Ia ingin diterima dan disukai oleh binatang lain. Ia berkeyakinan
bahwa konflik harus dihindari, demi kerukunan. Setiap konflik tidak mungkin
dipecahkan tanpa merusak hubungan. Konflik harus didamaikan bukan dipecahkan
agar hubungan tidak menjadi rusak. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya
dapat kita temukan dalam diri tokoh Puntadewa.
d.
Gaya Rubah. Rubah
senang mencari kompromi. Baginya, baik tercapainya tujuan-tujuan pribadi maupun
hubungan baik dengan pihak lain sama-sama cukup penting. Ia mau mengorbankan
sedikit tujuan-tujuannya dan hubungannya dengan pihak lain demi tercapainya
kepentingan dan kebaikan bersama.
e.
Gaya Burung Hantu. Burung hantu sangatmengutamakan tujuan-tujuan pribadinya
sekaligus hubungannya dengan pihak lain. Baginya, konflik merupakan masalah
yang harus dicari pemecahannya dan pemecahan itu harus sejalan dengan
tujuan-tujuan pribadinya maupun tujuan-tujuan pribadi lawannya. Baginya,
konflik bermanfaat menigkatkan hubungan dengan cara mengurangi ketegangan yang
terjadi diantara dua pihak yang berhubungan. Menghadapi konflik, burung hantu
akan selalu berusaha mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak dan
yang mampu menghilangkan ketegangan serta perasaan negatif lain yang mungkin
muncul di dalam diri kedua pihak akibat konflik itu. Dalam dunia pewayangan,
sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figur Kresna.
Dalam mengatasi dan atau menyelesaikan konflik ini, peran
komunikasi yang efektif sangat diperlukan. Artinya, komunikasi dapat memainkan
berbagai peran dalam kaitannya dengan urusan konflik. Pertama, komunikasi merupakan penjernih masalah di dalam hubungan
yang tidak beres. Kedua, komunikasi
sebagai tempat mewujudkan konflik. Ketiga,
komunikasi sebagai sesuatu yang netral. Dengan kata lain, tindakan seseorang
didalam berkomunikasi sering mengakibatkan timbulnya konflik. Namun disisi
lain, tindakan komunikasi juga merupakan pantulan dari adanya konflik serta
usaha penanganannya (Robby Chandra,
1992: 53).
LATIHAN KASUS 1
PROFIL
STRESS ANDA:
APA
LANGKAH YANG HARUS DIAMBIL?
Anda sendiri yang harus memilih bidang yang paling perlu
Anda kembangkan. Supaya Anda mudah memilih:
Lengkapilah
kuesioner penilaian diri dibawah ini. Pokok-pokok itu akan membantu Anda untuk
mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan Anda tertekan dan akan menunjukkan
beberapa saran untuk mengatasinya.
Coba pikirkan
berbagai macam situasi yang membuat Anda cenderung tertekan. Tentukan dengan
tepat, apa yang sesungguhnya Anda sedang hadapi?
Bacalah seluruh pertanyaan dan berilah jawaban
"ya" atau "tidak" terhadap masing-masing hal dibawah ini.
Bagian 1
Apakah Anda sering menemukan bahwa Anda:
1. Terlambat
memenuhi janji?
2. Terlambat
bekerja dalam satu jam atau lebih untuk menyelesaikan sesuatu?
3. Membatalkan
kegiatan sosial atau bersantai demi pekerjaan?
4. Harus bekerja
lembur untuk mengejar dead-line?
5. Menetapkan
dead-line yang tidak rwalistis bagi diri sendiri dan terpaksa memperpanjang
waktu?
6. Tidak yakin
pada prioritas yang harus didahulukan?
7. Tidak berhasil
mencatat pertemuan atau tugas yang harus dikerjakan?
8. Sibuk dan
terlalu banyak kerja, tetapi merasa tidak pernah menyelesaikan sesuatu?
Bagian 2
Apakah Anda sering menemukan bahwa Anda:
1. Berkata “Ya”
bila sebenarnya ingin berkata “Tidak”?
2. Tidak tahu
bagaimana mengatakan apa yang harus Anda katakan?
3. Mengatakan
“Tidak” dan sesudahnya merasa bersalah?
4. Merasa
dimanipulasi?
5. Menjadi
emosional pada saat Anda tahu bahwa Anda seharusnya mengemukakan pandangan Anda
dengan tenang?
6. Merasa malu
dan tidak mampu mengakui bahwa Anda tidak mengerti sesuatu?
7. Meminta maaf
karena mengatakan apa yang Anda inginkan?
8. Tidak dapat
menyatakan secara langsung apa yang Anda inginkan?
Bagian 3
Apakah Anda sering menemukan bahwa Anda:
1. Tidak
seharusnya menyinggung atau uring-uringan terhadap orang lain?
2. Sulit melupakan
peristiwa yang penuh ketegangan?
3. Tidak mampu
mengalihkan pikiran di malam hari?
4. Mengalami
kesulitan tidur malam?
5. Cepat marah
atas hal-hal kecil?
6. Merasa bahagia
berlebihan atau tanpa kendali?
7. Merasa tegang
sebelum memasuki situasi tertentu?
8. Bekerja
sepanjang hari tanpa beristirahat secukupnya?
Bagian 4
Apakah Anda sering menemukan bahwa Anda:
1. Merasa letih
tanpa alasan jelas?
2. Sering sakit
kepala?
3. Minum-minum dan
merokok untuk membantu mengatasi
masalah?
4. Merasa tegang
dan otot-otot terasa sakit?
5. Menderita
gangguan pencernaan?
6. Mengalami
ketergantungan terhadap kopi kental supaya dapat terus bekerja?
7. Bekerja terus
seminggu penuh tanpa olahraga sama sekali?
8. Tidak makan
teratur?
Bagian 5
Apakah Anda sering menemukan bahwa Anda:
1. Membiarkan
kritik meruntuhkan Anda?
2. Merasa kurang
yakin terhadap kemampuandiri Anda sendiri?
3. Cemas bahwa
akan ada sesuatu yang tidak beres?
4. Membiarkan
hal-hal sepele menjatuhkan Anda?
5. Tidak yakin
terhadap keadaan Anda yang sebenarnya baik-baik saja?
6. Lebih
terkonsentrasi pada yang salah dari pada yang benar?
7. Tidak mampu
menghargai diri sendiri dan memberi ganjaran bila Anda berhasil melakukan
sesuatu?
8. Tidak mampu
memilih bidang yang Anda perbaiki?
Bagian 6
Apakah Anda sering menemukan bahwa Anda:
1. Merasa
terisolasi dan kesepian?
2. Tidak punya
seorangpun yang dapat dimintai nasihat praktis?
3. Ingin mengatur
hidup Anda lebih baik tetapi tidak tahu dari mana harus memulainya?
4. Merasa sangat
tergantung pada hanya satu atau dua orang saja?
5. Ingin lebih
bebas dan mencukupi diri sendiri?
6. Tidak mampu
menghentikan kebiasaan yang ingin Anda hilangkan?
7. Tidak punya
seorangpun yang dapat dimintai dukungan emosional?
8. Tidak punya
apapun yang berharga dalam hidup selain pekerjaan Anda?
Memberi Skor Jawaban Anda
Jumlahkanlah jawaban “Ya” Anda dari masing-masing
pertanyaan pada bagian tersebut, kemudian masukkanlah skor itu dalam kotak yang
disediakan dibawah ini. Semakin banyak jawaban “Ya” menunjukkan bahwa tingkat
stress yang Anda alami semakin besar.
LATIHAN
KASUS 2
Bagaimana
Cara Anda Memecahkan Konflik:
Berikut
ini disajikan ungkapan-ungkapan yang dapat dipandang mencerminkan aneka
strategi pemecahan konflik. Bacalah setiap ungkapan dengan seksama. Dengan
menggunakan skala yang terdapat di bawah ini, tunjukkanlah seberapa sering Anda
menggunakan setiap strategi seperti yang dikemukakan dalam pembahasan diatas,
dengan cara menuliskan skor pada ruang didepan setiap ungkapan (Catatan: 5 = Sangat
sering; 4 = Sering; 3 = Kadang-kadang; 2 = Jarang; 1 = Tidak pernah).
1.
Lebih
baik tidak berkelahi daripada kalah.
2.
Jika
Anda tidak dapat membuat orang lain berpikir seperti Anda, buatlah dia
bertindak seperti Anda.
3.
Kata-kata
yang lembut akan mampu menaklukkan hati yang keras.
4.
Anda
memukul punggung saya, saya akan memukul punggung Anda.
5.
Datanglah
dan marilah kita pecahkan.
6.
Bila dua
orang beradu mulut, pihak yang memulai diam adalah pihak yang menang.
7.
Kewajiban
mengalahkan kebenaran.
8.
Kata-kata
manis memperlicin jalan.
9.
Lebih
baik mendapat roti separo daripada tidak kebagian sama sekali.
10.
Kebenaran
terletak dalam pengetahuan, bukan dalam pendapat dari kelompok mayoritas.
11.
Orang
yang lari dari perkelahian hanyalah menunda perkelahian itu untuk hari-hari
mendatang.
12.
Pemenang
adalah ia yang mampu mengusir para musuh.
13.
Bunuhlah
musuh-musuh Anda dengan kebaikan.
14.
Pertukaran
yang adil tidak akan memicu perkelahian.
15.
Tak ada
orang yang dapat memberikan jawaban sempurna, namun setiap orang pasti dapat
menyumbang sesuatu.
16.
Singkirilah
orang-orang yang tidak sependapat dengan Anda.
17.
Pertempuran
dimenangkan oleh mereka yang percaya pada kemenangan.
18.
Kata-kata
manis memberikan manfaat besar dan tidak menimbulkan kerugian apa-apa.
19.
Mata
diganti mata adalah suatu peraturan yang adil.
20.
Hanya
orang yang mau melepaskan monopolinya atas kebenaran akan memetik manfaat dari
kebenaran-kebenaran yang dimiliki oleh orang-orang lain.
21.
Jauhilah
orang-orang yang senang bertengkar sebab mereka itu hanya akan menyengsarakan
kita.
22.
Orang
yang pantang melarikan diri, akan membuat orang lain lari tunggang langgang.
23.
Kata-kata
lembut menjamin kerukunan.
24.
Saling
memberikan hadiah akan melahirkan persahabatan.
25.
Ungkapkanlah
konflik-konflik Anda dan hadapilah konflik-konflik itu secara langsung; hanya
kalau begitu Anda akan menemukan pemecahan yang terbaik.
26.
Cara
terbaik untuk mengatasi konflik adalah dengan menghindarinya.
27.
Letakkan
kaki Anda di tempat di mana Anda ingin berdiri.
28.
Kelembutan
akan mengalahkan angka ramurka.
29.
Lebih
baik mendapatkan sebagian keinginan Anda daripada tidak mendapatkan apa-apa
sama sekali.
30.
Keterbukaan,
kejujuran dan sikap percaya akan mampu memindahkan gunung-gunung.
31.
Tak
pernah ada hal yang sedemikian penting untuk dijadikan alasan untuk berkelahi.
32.
Ada dua
macam orang di bumi ini: yang menang dan yang kalah.
33.
Bila
orang memukul Anda dengan batu, balaslah memukul dengan kapas.
34.
Bila dua
orang mencari jalan tengah, maka akan dicapai pemecahan yang adil.
35.
Akhirnya
akan kita temukan kebenaran bila kita mau terus menggali.
tengkiu..membantu
BalasHapussama-sama mas, glad to hear that. salam kenal & selamat berkarya!
BalasHapus