Laman

Selasa, 07 Desember 2010

Sistem Akuntabilitas Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara


Butir-butir Pemikiran sebagai Masukan dalam Pembahasan Naskah Akademik dan Pedoman Akuntabilitas Nasional


1.       Dalam optik HAN, sistem akuntabilitas adalah konsekuensi logis dari model relasional antara Mandan (yang memberikan tugas untuk dipertanggungjawabkan) dengan Mandataris (yang menerima tugas dan berkewajiban memberikan pertanggungjawaban). Untuk itu, setiap instansi atau setiap penyelenggara negara yang dituntut memberikan akuntabilitas berkedudukan selaku Mandataris. Sementara itu, Mandan tidak memiliki kewajiban memberikan akuntabilitas, namun harus melakukan segala upaya untuk menjamin bahwa mandat yang diberikan kepada mandataris terlaksana secara akuntabel.
Dalam perspektif politik dan administrasi, pola hubungan Mandan – Mandataris ini analog dengan hubungan patron – klien atau hubungan principal – agent. Intinya, klien atau agent harus akuntabel terhadap patron atau principal-nya. Dalam pola hubungan seperti ini, seorang principal memberi kepercayaan penuh (trust and confidence) kepada seorang agent. Sebaliknya, agent harus berbuat untuk, atas nama, atau sesuai petunjuk/pedoman yang  ditetapkan oleh principal (agent must act in interest of the principal). Agent harus menunjukkan loyalitas penuh dan tidak boleh melampaui wewenang yang dimiliki. Jika diminta oleh oleh principal, maka agent juga wajib membuka informasi apapun yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya selaku agent. Hubungan timbal balik ini sering dikenal dengan hubungan kepercayaan yang saling menguntungkan (a fiduciary relationship of trust and confidence).
Hubungan principal – agent seperti ini dapat bersifat personal (antar individu), atau institusional (antar lembaga negara). Hubungan kewenangan antar tingkatan pemerintahan dalam kerangka desentralisasi, sesungguhnya juga mencerminkan pola hubungan principal – agent ini. Konsekuensinya, pemerintah daerah selaku agents harus akuntabel terhadap pemerintah pusat selaku principal-nya. Pemberian konsesi atau lisensi dari pemerintah kepada sektor privat juga dapat dipahami dari bentuk hubungan principal – agent (Eleanor Brown, The Principal-Agent Relationship between Government and the Nonprofit Sector, Pomona College, June 2006).

2.       Konsep akuntabilitas (accountability) nampaknya masih kabur jika dibandingkan dengan konsep pertanggungjawaban (responsibility) dan liabilitas (liability). Secara pribadi, saya memandang ketiga konsep tersebut memiliki esensi yang sama, namun beda dalam penggunaannya. Akuntabilitas lebih banyak digunakan dalam bidang politik dan administrasi publik, pertanggungjawaban lebih banyak merujuk pada bidang keuangan dan pelaporan administratif/manajerial, sedangkan liabilitas lebih dominan dalam bidang hukum atau ketatanegaraan.
Dalam perspektif HAN, istilah liabilitas misalnya digunakan oleh J.J. Van Der Gouw, et al (1997) dalam tulisan berjudul Government Liability ini Netherlands. Gouw mengatakan bahwa baik negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dewan air maupun badan-badan lainnya yang memiliki tugas pemerintahan, digolongkan sebagai badan hukum (legal person) yang dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara hukum perdata maupun hukum administrasi, apabila melakukan perbuatan melanggar hukum (unlawful action).
Sementera itu, Otto Depenheuer dalam Governmental Liability in Germany (1997, dalam Winahyu, Jurnal Jurisprudence, Vol. 1, No. 2, September 2004) menyebutkan bahwa dalam Pasal 131 Welmar Constitution diatur “negara bertanggung jawab (the state was liable) secara hukum publik atas segala perbuatan aparaturnya yang berbuat kesalahan”.
Dari contoh implementsi liabilitas di Belanda dan Jerman tersebut, governmental liability lebih ditekankan kepada pertanggungjawaban keperdataan dan administrasi.

3.       Akuntabilitas sektor publik menjadi persoalan besar dan tidak dapat terukur secara obyektif ketika terjadi keretakan pola relasional antara Mandan dan Mandataris. Keretakan ini bisa terdeteksi dari tidak terjawabnya pertanyaan-pertanyaan dibawah ini secara memuaskan:
  • Siapakah Mandan dari instansi atau penyelenggara negara tertentu?
  • Kapan suatu instansi atau penyelenggara negara tertentu berkedudukan selaku Mandan, dan kapan berkedudukan selaku Mandataris?
  • Apakah mandat dari instansi atau penyelenggara negara tertentu sudah teridentifikasi dengan jelas, konkrit dan detil?
  • Apakah selama ini sudah ada pola transfer mandat yang jelas dari Mandan kepada Mandataris?
  • Apakah selama ini sudah ada pola mekanisme kendali dari Mandan kepada Mandataris untuk menjamin pelaksanaan mandat secara akuntabel?
  • Apakah selama ini Mandan telah melakukan pengendalian terhadap Mandataris, dan

4.       Sebuah tugas, kewajiban, atau kegiatan dikatakan akuntabel, jika memenuhi kualifikasi sebagai berikut:
  • Rechtmatigheid, artinya benar dilihat dari asas-asas umum pemerintahan yang baik atau nilai-nilai etika (algemeene beginselen van behoorlijk bestuur / general principles of good governance).
  • Wetmatigheid, artinya benar secara aturan baik yang mengatur secara umum (AWB[1]) maupun secara khusus (bijzondere wet).
  • Doelmatigheid, artinya benar dilihat dari perbuatan nyata yang dilakukan. Dengan kata lain, perbuatan nyata yang dilakukan pejabat/badan pemerintah (feitelijke rechtshandelingen) tersebut menawarkan solusi atau keuntungan yang maksimal serta mengandung potensi kerugian yang paling minimal bagi masyarakat (voordeligere oplossing; weg van de minste pijn).

 

5.       Jika akuntabilitas dimaknakan sebagai pertanggungjawaban (aansprakelijkheid), maka akuntabilitas bersifat 2 (dua) arah, yakni:
  • Pendekatan subyek akuntabilitas: pertanggung jawaban jabatan dan pertanggung jawaban individu / pribadi;
  • Pendekatan obyek / lingkup akuntabilitas: pertanggung jawaban formil dan pertanggung jawaban materiil;
  • Pendekatan waktu (tempus) dan tempat (locus): pertanggung jawaban dalam masa jabatan dan pertanggung jawaban pasca jabatan.

6.       World Bank: “In French, Korean, Spanish, Thai (inc. Indonesia) there is no one-word translation for accountability”. Maknanya, negara-negara tersebut tidak memiliki budaya akuntabilitas. Oleh karena itu, menumbuhkan akuntabilitas harus ditanamkan dalam sistem budaya bangsa, terutama budaya hukum. Pembangunan hukum semestinya tidak sekedar menyentuh substansi hukum dan struktur hukum, namun jangan melupakan dimensi budaya hukum.

7.       Terkait dengan budaya hukum tersebut, masyarakat timur (Melayu) cenderung lebih mempercayai pada orang dibanding percaya pada dokumen tertulis yang berkekuatan hukum (trust the people than the paper). Namun kepercayaan terhadap orang tersebut sifatnya sangat temporer dan rapuh, seringkali gampang berubah hanya karena hal sepele. Padahal, kepercayaan terhadap orang tidak terinstitusionalisasi dengan kokoh dalam sistem hukum. Dalam ranah politik seperti Pemilu (legislatif maupun eksekutif), celakanya, kepercayaan rakyat terhadap orang lain (politisi) tidak didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk menjamin pilihan mereka adalah pilihan terbaik. Akibatnya, ditengah jalan muncullah aksi-aksi demo atau pengajuan somasi kepada politisi yang menunjukkan kekecewaan terhadap pilihan mereka sendiri. Namun kekecewaan mereka tidak serta merta dapat merubah hasil kepercayaan yang terlanjur diberikan dalam Pemilu.
Fenomena seperti inilah yang mendorong Prof. Matt Qvortrup menulis artikel berjudul “Can we trust the people?” (Aberdeen Business School, 2007). Menurutnya, para pemilih kurang memiliki kompetensi yang cukup untuk terlibat dalam transaksi-transaksi politik dan hukum. Oleh karena itu, model budaya formal perlu lebih disosialisasikan untuk melengkapi model budaya berbasis kepercayaan interpersonal. Artinya, setiap hubungan transaksional dalam bidang apapun haruslah diformulasi secara yuridis dalam sebuah dokumen hukum yang memiliki kekuatan mengikat dan kepastian hukum lebih tinggi.

8.       Dalam konteks hubungan Mandan – Mandataris sebagaimana butir (1) diatas, maka esensi akuntabilitas paling tidak juga menyangkut dua aspek, yakni:

  1. Jaminan pemenuhan dan penghormatan hak-hak Mandan (cq. masyarakat). Hak-hak masyarakat selaku Mandan ini antara lain meliputi:
·         Hak memperoleh pelayanan & perlakuan yang layak.
·         Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
·         Hak diikutsertakan dalam merencanakan kinerja program / kegiatan pemerintah / Penyelenggara Negara.
·         Hak menilai pencapaian kinerja pelayanan publik.
·         Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara; dan
·         Hak memperoleh perlindungan hukum.

  1. Jaminan pelaksanaan kewajiban Penyelenggara Negara. Kewajiban Penyelenggara Negara selaku Mandataris ini antara lain meliputi:
·         Menyusun Rencana Kinerja dan menyampaikan pada masyarakat diawal setiap tahun anggaran.
·         Melakukan pengukuran pencapaian kinerja dan menyampaikan hasilnya pada masyarakat diakhir tahun.
·         Melakukan pengukuran kepuasan masyarakat dan menyampaikan hasilnya atas program yang dijalankan.
·         Memberikan tanggapan thd pengaduan & kebutuhan masyarakat.
·         Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen (kontrak sosial) baru.

9.       Secara teknis, nampaknya perlu diperhatikan bahwa dalam ranah hukum, sebuah istilah memiliki sensitivitas yang sangat tinggi. Perbedaan istilah yang sebenarnya merujuk kepada hal yang sama akan dapat ditafsirkan dengan sangat berbeda. Oleh karena itu, sebaiknya istilah “akuntabilitas nasional“ dikomunikasikan dan/atau diharmoniskan dengan istilah “akuntabilitas penyelenggara negara”, mengingat istilah ke-2 lebih sering digunakan dalam konteks penyusunan RUU Akuntabilitas.

10.   Demikian beberapa pokok pemikiran yang dapat kami sampaikan, semoga ada gunanya dan dapat melengkapi konsep yang sudah ada. Terima kasih.

Bogor, 30 September 2010


[1] AWB (Algemene Wet Bestuursrecht / General Administrative Law Act) adalah sebuah peraturan perundang-undangan yang di Indonesia serupa dengan RUU Administrasi Pemerintahan, dan mengatur empat aspek pokok administrasi pemerintahan, yakni kewenangan pejabat/badan pemerintahan (Rechtsgebied bestuursrecht / Administrative Jurisdiction), tindakan pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan (Besluitvorming / Decision-making), pengawasan dan upaya menghindari munculnya konflik kepentingan (Toezicht / Oversight), serta sanksi (Sancties / Penalties).

1 komentar:

  1. KISAH NYATA..............
    Ass.Saya ir Sutrisno.Dari Kota Jaya Pura Ingin Berbagi Cerita
    dulunya saya pengusaha sukses harta banyak dan kedudukan tinggi tapi semenjak
    saya ditipu oleh teman hampir semua aset saya habis,
    saya sempat putus asa hampir bunuh diri,tapi saya buka
    internet dan menemukan nomor Ki Kanjeng saya beranikan diri untuk menghubungi beliau,saya di kasih solusi,
    awalnya saya ragu dan tidak percaya,tapi saya coba ikut ritual dari Ki Kanjeng alhamdulillah sekarang saya dapat modal dan mulai merintis kembali usaha saya,
    sekarang saya bisa bayar hutang2 saya di bank Mandiri dan BNI,terimah kasih Ki,mau seperti saya silahkan hub Ki
    Kanjeng di nmr 085320279333 Kiyai Kanjeng,ini nyata demi Allah kalau saya tidak bohong,indahnya berbagi,assalamu alaikum.

    KEMARIN SAYA TEMUKAN TULISAN DIBAWAH INI SYA COBA HUBUNGI TERNYATA BETUL,
    BELIAU SUDAH MEMBUKTIKAN KESAYA !!!

    ((((((((((((DANA GHAIB)))))))))))))))))

    Pesugihan Instant 10 MILYAR
    Mulai bulan ini (juli 2015) Kami dari padepokan mengadakan program pesugihan Instant tanpa tumbal, serta tanpa resiko. Program ini kami khususkan bagi para pasien yang membutuhan modal usaha yang cukup besar, Hutang yang menumpuk (diatas 1 Milyar), Adapun ketentuan mengikuti program ini adalah sebagai berikut :

    Mempunyai Hutang diatas 1 Milyar
    Ingin membuka usaha dengan Modal diatas 1 Milyar
    dll

    Syarat :

    Usia Minimal 21 Tahun
    Berani Ritual (apabila tidak berani, maka bisa diwakilkan kami dan tim)
    Belum pernah melakukan perjanjian pesugihan ditempat lain
    Suci lahir dan batin (wanita tidak boleh mengikuti program ini pada saat datang bulan)
    Harus memiliki Kamar Kosong di rumah anda

    Proses :

    Proses ritual selama 2 hari 2 malam di dalam gua
    Harus siap mental lahir dan batin
    Sanggup Puasa 2 hari 2 malam ( ngebleng)
    Pada malam hari tidak boleh tidur

    Biaya ritual Sebesar 10 Juta dengan rincian sebagai berikut :

    Pengganti tumbal Kambing kendit : 5jt
    Ayam cemani : 2jt
    Minyak Songolangit : 2jt
    bunga, candu, kemenyan, nasi tumpeng, kain kafan dll Sebesar : 1jt

    Prosedur Daftar Ritual ini :

    Kirim Foto anda
    Kirim Data sesuai KTP

    Format : Nama, Alamat, Umur, Nama ibu Kandung, Weton (Hari Lahir), PESUGIHAN 10 MILYAR

    Kirim ke nomor ini : 085320279333
    SMS Anda akan Kami balas secepatnya

    Maaf Program ini TERBATAS .

    BalasHapus