Laman

Jumat, 06 April 2012

Kisah Seekor Anak Kerang


Pada suatu petang yg sendu, seekor anak kerang di dasar laut datang mengaduh kepada induknya. Sebutir pasir tajam bagai sembilu, memasuki tubuhnya yg merah dan lembek. ”Anakku”, kata sang ibu sambil mencucurkan air mata, ”Tuhan tidak memberikan kepada kita – bangsa kerang – sebuah tanganpun, sehingga ibu tidak bisa menolongmu. Sakit sekali, ibu tahu anakku. Namun terimalah itu sebagai takdir alam. Jadi, kuatkanlah hatimu, nak. Jangan lagi terlalu lincah. Kerahkan semangatmu untuk melawan rasa ngilu itu. Tegarkan jiwamu untuk menanggung nyeri yg menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yg bisa engkau perbuat, anakku,” bujuk ibunya dengan lembut namun pilu.

Si anak kerang itupun mencoba menuruti nasihat ibunya. Ada hasilnya memang, namun perih-pedih tetap saja tak alang kepalang. Kadang, di tengah erang kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Namun, tak ada pilihan lain. Ia terus bertahan. Dan dengan banyak air mata, ia berusaha tegar, mengukuhkan hati, menguatkan jiwa, berbulan-bulan lamanya.

Tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk di dagingnya. Makin lama makin halus. Kian lama kian bulat. Dan rasa sakitpun mulai berkurang. Mutiara itu semakin menjadi. Kini, bahkan rasa sakitnya pun terasa biasa. Dan ketika masanya tiba, sebutir mutiara besar dan mengkilap akhirnya terbentuk sempurna. Si anak kerang berhasil mengubah pasir menjadi mutiara. Deritanya berubah menjadi mahkota kemuliaan. Air matanya kini menjadi harta yg sangat berharga.  

Sumber: Jansen Sinamo, 2005, Dari Pasir Menjadi Mutiara, Kisah si Anak Kerang yang Membalut Pasir Penderitaan Menjadi Mutiara Kemuliaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar