Laman

Senin, 27 Januari 2014

Menulis Itu Seperti Busway Trans Jakarta



Saya menyadari salah satu kelemahan saya dalam menulis adalah cukup seringnya saya tidak menuntaskan ide. Tulisan ini adalah satu diantaranya. Bagi saya, sebuah ide yang sudah diniatkan untuk ditulis namun belum juga dilakukan, ibarat selilit yang nyempil diantara gigi kita, terutama setelah makan daging atau sayuran.itulah sebabnya, saya bersihkan otak saya dengan memaksa menuliskan ide sederhana ini. Sambil menunggu anak-anak saya bangun dari tidurnya, dari pada sekedar bengong lebih baik saya manfaatkan waktu secara produktif.

Ide saya ini bermula dari kebiasaan naik bus Trans BSD. Bus ini sering dikatakan sebagai feeder Busway atau Trans Jakarta. Artinya, bus Trans BSD mengambil dan mengantarkan penumpang dari wilayah pinggiran Jakarta, dengan cara membangun interkoneksi dengan halte-halte Trans Jakarta. Penumpang yang turun dari Trans BSD bisa melanjutkan perjalanan dengan Trans Jakarta, begitu pula sebaliknya. Trans Jakarta sendiri terdiri dari 12 koridor besar yang menghubungkan titik awal dan titik akhir, dengan melewati beberapa titik penghubung secara bolak-balik (tound trip). Koridor 1 misalnya, adalah jalur Kota – Blok M, yang lemewati titik-titik pemberhentian di Glodok, Mangga Besar, Sawah Besar, Harmoni, Monas, BI, Sarinah, Budaran HI, Dukuh Atas, Setiabudi, Karet, Benhil, Polda Metro, Gelora BK, Bundaran Enayan, dan Masjid Agung.

Masing-masing koridor sesungguhnya adalah sebuah network atau sub-sistem dalam sistem transportasi Trans Jakarta. Selanjutnya, antara 1 koridor dengan koridor lainnya juga memiliki persinggungan. Sebagai contoh, halte Harmoni tidak hanya dilalui oleh koridor 1, namun juga oleh koridor 2 (Harmoni – Pulo Gadung,), koridor 3 (Kalideres – Pasar Baru), koridor 8 (Lebak Bulus – Harmoni), dan seterusnya. Dengan demikian, dari 12 koridor tadi tidak hanya terbentuk 12 sub-sistem transportasi, tapi juga membentuk sistem besar transportasi Trans Jakarta. Jika dilihat dalam bentuk gambar, maka ke-12 koridor dengan saling keterkaitannya tadi akan membetuk sebuah peta (roadmap). Diluar sistem besar Trans Jakarta tadi, masih ada lagi sub-sub sistem pendukung, yakni ratusan trayek bernama feeder busway, yang salah satunya adalah Trans BSD. Dengan adanya sub-sistem feeder tadi, maka jaringan transportasi bermoda bus menjadi semakin luas dan terintegrasi.

Nah, menulispun menurut saya bisa dianalogikan dengan sistem transportasi bermoda bus tadi. Dalam sebuah karya tulis, seorang penulis tentu memiliki gambaran ide baik yang sudah terstruktur maupun masih acak dan kabur. Maka, untuk memudahkan alur dan logika penulisan, penulis dapat membuat kerangka besar (analog dengan sistem besar transportasi Trans Jakarta), yang mungkin saja tersusun atas beberapa kerangka yang lebih kecil/spesifik (analog dengan koridor busway), yang berisi tentang pokok masalah (analog dengan titik awal/keberangkatan) dan strategi solutifnya (analog dengan titik akhir/kedatangan). Jika penulis tadi dapat menulis dengan tuntas satu saja pokok masalah hingga solusinya, itu pasti akan menjadi sebuah tulisan yang menarik dan mengalir.

Namun jika penulis memiliki kompleksitas gagasan, dimana terdapat cukup banyak permasalahan yang ingin dipecahkan serta banyak alternatif yang bisa dipilih, dan diantara masalah tadi membentuk komplikasi yang rumit, maka penulis harus memiliki kerangka yang lebih luas dan terintegrasi. Dalam hal ini, penulis perlu membuat “roadmap”, atau lebih tepatnya mind-map yang berisi konsep-konsep yang akan dielaborasi dalam tulisan dan hubungan kausalitas antar konsep tersebut. Mind-map ini akan sangat membantu penulis dalam menghasilkan sebuah karya tulis yang logis, sistematis, atau terstruktur. Ini juga bermanfaat misalnya untuk menentukan titik awal penulisan, mengingatkan tentang konsep yang harus dibahas, dan seterusnya. Disamping konsep-konsep utama yang sudah tergambar dalam mind-map, tentu saja seorang penulis dapat memperkaya wawasan melalui feeder dari sumber yang berbeda, pendapat kolega, dan sebagainya. Feeder ini tidak perlu masuk dalam mind-map besar, namun menjadi faktor yang lebih menjelaskan kerangka besar secara lebih utuh dan komprehensif.

Itulah yang saya maksudkan bahwa menulis itu seperti bus Trans Jakarta. Sekarang saatnya saya kembali menunggu anak kembar saya, M. Mizan Abdurrahman dan M. Nizam Abdurrahim, yang masih tertidur lelap, dan menyiapkan susu agar telah tersedia saat keduanya bangun sebentar lagi. Oh, betapa indahnya dunia …

Villa Melati Mas M6-12A, Serpong
Tangerang Selatan, 27 Januari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar