Laman

Selasa, 17 Juni 2014

Inovasi Itu Mudah

Sebagai sebuah kata, inovasi sudah lama dikenal dalam peradaan umat manusia. Namun sebagai sebuah konsep, banyak yang belum memiliki pemahaman memadai sehingga sering menimbulkan penafsiran yang sangat kontras tentang inovasi. Apalagi sebagai sebuah praktek dalam manajemen pemerintahan, masih amat sedikit produktivitas pegawai dan instansi pemerintah dalam melahirkan kebaruan-kebaruan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi mereka. Karena belum adanya pemahaman yang relatif utuh tentang makna inovasi dan belum terbiasa melakukannya, maka wajarlah jika inovasi itu dipahami sebagai sesuatu yang sulit. Terlebih lagi dengan mengkaitkan inovasi dengan berbagai resiko hukum, maka inovasi benar-benar menjelma menjadi sesuatu yang sangat tidak menarik.

Seiring dengan berjalannya proses reformasi di berbagai bidang, pandangan terhadap inovasi juga turut berubah. Meski masih ada sisa-sisa mindset lama bahwa inovasi itu sulit dan beresiko, paling tidak saat ini sudah bisa diamati banyaknya inisiatif inovasi yang dihasilkan oleh berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah.  Memang pada dasarnya inovasi itu mudah. Jangan bayangkan inovasi itu sebagai sesuatu yang rumit, hanya terjadi di laboratorium, penuh rumus ilmu pasti, banyak hubungan sebab akibat yang harus diurai, atau harus menguasai teknologi terkini. Bayangkan saja inovasi itu sebagai keseharian anda, yang saking sudah biasanya sampai tidak anda sadari bahwa anda sedang berinovasi. Inovasi itu bahkan bisa menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan (fun) atau menjadi bagian dari hobby kita.

Apa contoh konkrit bahwa inovasi itu mudah? Jika inovasi diterjemahkan sebagai pemberian nilai tambah terhadap sesuatu, maka menciptakan children playground di Puskesmas atau di Kelurahan atau dimanapun meski hanya memanfaatkan teras sempit yang ada, itu adalah sebuah inovasi. Dengan adanya area bermain tadi, anak-anak menjadi tidak takut pergi ke Puskesmas, dokternya juga bisa melakukan pemeriksaan di tempat bermain, sedangkan orang tua yang anaknya sakit dapat mengatakan “Ayo kita bermain ke tempat bu dokter”, dari pada “Ayo kita pergi ke Puskesmas”. Inilah konsep healing while playing (berobat sembari bermain) yang sudah diterapkan di banyak Puskesmas di Indonesia. Kita dapat juga belajar dari pengalaman sebuah lembaga di Roma yang memanfaatkan ruangan kosong dibawah tanah (basemen) sebagai “sekolah” bagi anak-anak para pegawai di lembaga tersebut. Dengan begitu, para orang tua dan anak-anaknya tidak terpisah dalam waktu yang cukup lama setiap harinya, sehingga si orang tua dapat konsentrasi bekerja dan si anakpun terurus dengan baik terkait pendidikan dan kebutuhan hariannya.

Sementara itu jika inovasi diartikan sebagai sesuatu yang baru di satu tempat namun sudah ada di tempat lain, maka mengadopsi model survey di Toyota Astra 2000 berupa tiga koin bergambar wajah cemberut (tidak puas), datar (puas), dan tersenyum (sangat puas), dapat disebut sebagai sebuah inovasi. Atau, jika selama ini filing cabinet di kantor kita sulit dipindahkan karena terlalu berat, cobalah berinovasi dengan memberi roda di keempat sudutnya. Ini akan memberikan kemudahan saat terjadi mutasi pegawai. Biarkan seorang pegawai pindah ruangan beserta berkas-berkas dalam filing cabinet “pribadinya”, tidak perlu bongkar pasang berkas yang membuang waktu, tenaga, dan peluang untuk berkinerja. Seorang inovator ulung sekaliber Ignasius Jonan (Dirut PT KAI) sekalipun mengakui bahwa beberapa inovasi di perusahaannya dilakukan dengan mengadopsi praktek terbaik di perusahaan lainnya. Sebagai contoh, sistem pemesanan tiket melalui agen host-to-host diadopsi dari industri penerbangan, sedangkan metode pemesanan tiket drive thru diadopsi dari restoran cepat saji seperti Mc Donald atau KFC.

Selanjutnya, jika inovasi itu dimaknakan sebagai penyederhanaan dan/atau pengintegrasian tata laksana (business process), maka pengurangan waktu dan komponen biaya dalam sebuah perijinan, atau penggabungan dua ijin menjadi satu, adalah sebuah inovasi. SOP yang panjang dan birokratis kemudian diubah menjadi lebih simple dan sesuai kebutuhan pemakai (users friendly) sehingga mampu menawarkan keuntungan berupa meningkatnya kesadaran masyarakat atau dunia usaha untuk mengajukan perijinan, itupun adalah sebuah inovasi. Kemungkinan lain, jika selama ini pelayanan dibatasi jam kerja hanya sampai jam 16.00 wib, namun batasan waktu menjadi hilang karena penggunaan Kotak Pos untuk menampung berkas pengajuan ijin, hal ini juga dapat disebut sebagai sebuah inovasi.

Itu hanya beberapa contoh bahwa inovasi itu mudah. Mudah, karena ruang berinovasi itu tiada berbatas. Mulai dari dimensi kelembagaan, kepegawaian, manajemen operasional (penganggaran, perencanaan, pengawasan), hingga soal logistik dan seterusnya, semuanya adalah dimensi organisasi yang selalu menyisakan ruang kosong  untuk inovasi. Selain itu, mudahnya melakukan inovasi juga dikarenakan tidak adanya keharusan menemukan sesuatu yang baru sama sekali, namun bisa dengan cara mengadopsi atau mereplikasi inovasi yang telah ada di tempat lain. Artinya, inovasi itu cukup dilakukan dengan rumus ATM (amati, tiru, modifikasi) atau dalam istilah bahasa Jawa adalah 3N, yakni niteni, nirokke, nambahi. Tidak ada tuntutan penemuan (invensi, nemokke) disana. Kemudahan inovasi juga didorong oleh fakta bahwa tidak semua inovasi membutuhkan dana besar. Penataan ruang tunggu yang dikemas seperti pusat informasi karena dilengkapi dengan poster, video, mesin informasi touch screen, atau jaringan wi-fi, adalah salah satu inovasi tanpa harus mengalokasikan banyak dana.

Dalam perspektif kedepan, diyakini bahwa berinovasi itu semakin mudah. Selain adanya kerangka regulasi yang semakin berpihak kepada inovasi, sebagaimana halnya konsep RUU Pemerintahan Daerah, juga program-program Kementerian/Lembaga yang semakin mempromosikan inovasi, misalnya Kementerian Dalam Negeri dengan IGA (Innovative Government Award), Kementerian PAN dan RB dengan OIOI (One Institution One Innovation), atau UKP4 dengan kompetisi “Inovasi Solusi”nya. Belum lagi LSM seperti JPIP, Yappika, atau KPPOD, serta berbagai lembaga donor yang begitu semangat membantu sektor pemerintahan di Indonesia untuk semakin inovatif dan berdaya saing tinggi. Tidak sampai disitu, LAN juga sedang mengembangkan “masterplan” dan e-directory Inovasi untuk memudahkan siapapun mencari inspirasi dari kisah sukses berbagai instansi atau daerah dalam mengelola inovasi. LAN juga akan terus mengembangkan model training inovasi beserta modul-modul atau pedoman pelengkapnya. Itu semua memberikan peluang bagi seluruh lini pemerintahan untuk berlomba mencapai kinerja organisasi yang terbaik melalui inovasi.

Untuk itu, yang paling dibutuhkan adalah keberanian untuk mencoba sesuatu yang berbeda, atau sesuatu yang unik dan tidak biasa. Di dalam sesuatu yang berbeda atau tidak biasa tadi, tentulah terkandung unsur kebaruan (novelty). Iklim belajar dan budaya kompetisi juga perlu semakin diperkuat untuk melahirkan pemikiran-pemikiran cerdas dan kreatif dari seluruh anggota organisasi tanpa kecuali. Tentu, dukungan anggaran dan teknologi akan memberi pengaruh yang semakin kuat untuk keberhasilan inovasi. Namun komitmen dan teamwork yang solid antar seluruh pihak tetaplah menjadi prasyarat utama. Tanpa adanya kedua faktor ini, semudah apapun inovasi yang dikembangkan, akan tetap terasa sulit. Sebaliknya, segalanya akan terasa mudah jika dilandasi oleh komitmen dan teamwork yang solid dalam organisasi.


Jakarta, 18 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar