Laman

Rabu, 18 Juni 2014

Berenang Dalam Kolam Inovasi

Menyaksikan gerai-gerai dari berbagai instansi dan daerah selama penyelenggaraan event Simposium Inovasi Pelayanan Indonesia, 16-17 Juni 2014 yang lalu, saya seperti masuk dalam kolam inovasi. Ya, ternyata sudah begitu banyak inovasi di berbagai bidang yang dilakukan oleh jajaran pemerintah dari Barat hingga Timur Indonesia. Saya mencoba untuk mendeskripsikan beberapa dianatranya, karena tidak mungkin dalam waktu begitu singkat saya mampu melaporkannya secara lengkap.

Saya mulai dari wilayah Timur Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi. Di Kabupaten Luwu Utara ada inovasi menarik yakni distribusi guru PNS proporsional (DGP). DGP sendiri adalah pemindahan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, antar jenis pendidikan, atau antar kecamatan agar tercapai rasio, kualifikasi akademik dan komposisi guru yang lebih seimbang dan sesuai kebutuhan riil masing-masing satuan pendidikan. Hasil evaluasi sementara menunjukkan bahwa program ini dapat menghasilkan beberapa dampak positif, misalnya: menurunnya ketimpangan kualitas layanan pendidikan antar sekolah, guru dapat memenuhi jam mengajar minimal 24 jam, 1.348 guru telah bersertifikasi, mutasi yang memperhatikan jarak juga berampak pada peningkatan disiplin guru, serta meningkatnya produktivitas dan efektivitas PBM.

Sementara itu, Kabupaten Buton Utara memperkenalkan sistem penjaringan aspirasi masyarakat yang dinamakan Waraka (musyawarah perencanaan kesehatan). Waraka dilakukan melalui media yang ada di desa, yang ditindaklanjuti dengan aksi nyata melalui proses pelacakan dari rumah ke rumah oleh tenaga kesehatan, baik dari Puskesmas maupun langsung dari Dinas Kesehatan. Tahun 2011 saat penerapan Waraka pertama kali, hasil musyawarah dan pelacakan menemukan 47 kasus gizi buruk, 56 gizi kurang, 5 AFP (lumpuh layu), 2 desa terjangkit filariasis (kaki gajah), dan kematian ibu bersalin. Fakta ini langsung mendorong pemerintah setempat melakukan inovasi seperti pengembangan kemitraan bidan – dukun – kader posyandu, pemberian insentif bagi ibu hamil resiko tinggi, pengembangan konsep desa sehat (Kampo Waraka), serta mengakselerasi pembangunan sarana kesehatan.

Kabupaten Kolaka Utara memperkenalkan layanan SMScluster sebagai sebuah aplikasi yang memanfaatkan ponsel / HP dengan kemampuan multi fungsi yang bekerja secara otomatis. Dengan aplikasi ini, masyarakat dapat langsung terhubung dengan pusat data kesehatan di Dinas Kesehatan. Sejak diterapkan akhir tahun 2012, aplikasi ini sudah mampu berkontribusi dalam meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Aplikasi ini juga membantu pemerintah setempat untuk menangani issu kesehatan secara lebih efektif. Dalam hal ini pemerintah setempat mengalokasikan dana sebesar Rp 57 juta sebagai insentif bagi kader kesehatan di pedesaan.

Dari wilayah Sulawesi kita turun ke selatan, tepatnya di Nusa Tenggara Timur. Sebagai daerah yang masih relatif tertinggal, akses internet dan pemanfaatan teknologi informasi masih sangat minim. Untuk itulah didirikan RC (Resource Center) yang menjadi “oase” bagi penduduk setempat. Disinilah para pelajar dapat memperoleh layanan buku-buku bacaan dan akses internet. Saat ini, keberadaan RC selain memberikan layanan informasi, juga menjadi pusat data pembangunan dan program kemitraan yang dijalankan Pemprov NTT, termasuk menjadi mediator layanan data antara kabupaten/kota dengan provinsi dan pemerintah pusat. RC juga telah menjadi pusat kegiatan data online untuk mengirim data ke Bappenas terkait dengan usulan atau program pemkab/pemkot di NTT.

Tetangga satu rumpunnya, yakni NTB, tidak mau kalah dengan mengusung inovasi bernama Kampung Media (KM). Perlunya KM ini dilatarbelakangi oleh beberapa masalah seperti: terbatasnya media informasi antara masyarakat dengan pemda, kondisi geografis dengan sebaran penduduk yang tidak merata yang mengakibatkan keterlambatan informasi, serta kurangnya kapasitas publikasi yang digunakan pemda dalam menampung informasi dari masyarakat. Atas dasar masalah itu, diciptakanlah sebuah sistem informasi terpadu yang dikerjakan oleh warga, muncul dari warga, dan untuk kepentingan warga. Dicanangkan pada Desember 2008, Kampung Media dituangkan secara resmi dalam RPJMD NTB sebagai program terobosan bidang penyebarluasan informasi berbasis komunitas. Tugas warga dalam kerangka KM itu adalah menjadi pewarta bagi dirinya, menjadi motivator penggerak pembangunan desa, serta membuat ide kreatif untuk pengembangan potensi diri dan warga masyarakat. Dan jika kita akses link mereka di www.kampung-media.com, akan dapat kita lihat betapa ketiga tugas warga itu dapat terwujud dengan sangat optimal. Beragam informasi penting ada disana, bahkan menu “Inspirasi Kampung” dan sub-menu “Ide Kreatif”, tersedia informasi yang benar-benar kreatif, misalnya Sepatu Dari Ikan Pari, Dari Sampah Menjadi Kerajinan Unik, Membuat Tas Dari Bibir Gelas Minuman, dan seterusnya.

Sekarang mari kita beralih ke pulau Jawa. Di Jawa Timur, Pemkot Surabaya mengeluarkan inisitif berjudul GRMS (government resources management systems). Inisiatif ini didorong oleh fakta belum terintegrasinya sistem pengelolaan keuangan, mulai penyusunan anggaran, perencanaan kegiatan, pengadaan barang/jasa, pencairan pekerjaan, hingga pengendalian dan pengukuran kinerja. Dari situlah kemudian secara bertahap dibangun perangkat sistem yang terdiri dari e-budgeting, e-project palnning, e-procurement, e-delivery, e-controlling, dan e-performance, yang saling terkait satu dengan lainnya. Boleh jadi, sistem yang menghubungkan rantai manajemen dari hulu hingga hilir seperti ini hanya ada di Surabaya.

Selanjutnya, Kota Solo, terlepas dari berbagai inovasi yang telah dikenal selama ini, ada juga inovasi lain yang dikenal dengan konsep KIA (Kartu Insentif Anak). Anak di Solo akan menerima kartu seperti KTP, yang memang berfungsi sebagai kartu identitas. Dengan kartu ini pula, setiap anak Solo akan memperoleh diskon tidak hanya saat berbelanja di took buku, ikut kursus bahasa Inggris atau seni dan musik, bahkan juga potongan harga di hotel, restoran dan tempat-tempat wisata yang telah memiliki kerjasama dengan Pemkot Solo. Tentu tidak berarti bahwa semua diskon tadi akan menjadi beban APBD secara keseluruhan, karena terdapat ada 45 CSR yang terlibat dalam program pemberian diskon ini. Singkatnya, program ini bertujuan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan menuju Solo sebagai Kota Layak Anak (KLA).

Tetangga sebelah barat Solo, Yogyakarta, juga memiliki inovasi unit yang disebut UPIK (Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan). Apapun yang membuat anda jengkel saat berada di Yogya, kirimkan saja keluhan anda melalui SMS 08122780001. Jika anda merasa terganggu oleh pengamen saat makan di lesehan Malioboro, atau anda merasa kesulitan mendapatkan taxi, atau kena copet, atau apapun dan jam berapapun, petugas terkait akan merespon keluhan anda paling 1x24 jam.

Agak ke barat lagi, di Bandung ada inisiatif yang disebut Km 0 Pro-poor Jabar. Program ini dilatarbelakangi banyaknya indikasi program pengentasan kemiskinan yang tidak tepat sasaran atau overlap dan tidak merata. Untuk itu, diciptakanlah sistem pendukung pengambil keputusan (decision support system) berbasis web dan sistem informasi geografis dengan memanfaatkan data rumah tangga sasaran (RTS) yang disajikan secara by name, by address, by picture, dan by coordinat. Dengan program ini, penduduk miskin beserta rumah tinggalnya dapat dimonitor langsung oleh Kepala Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota) dan diukur jauhnya dari Km 0, yakni kantor Gubernur di Gedung Sate.

Reportase saya berakhir di Aceh Singkil. Di kabupaten yang berlokasi jauh di selatan Banda Aceh ini memiliki inovasi berupa kemitraan bidan dan dukun. Dengan program yang sementara baru berlaku di Kecamatan Singkil ini, dukun dilarang melakukan persalinan, namun harus membantu bidan dalam proses persalinan serta bantuan non-medis lainnya seperti penerjemahan bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau sebaliknya, memijit ibu dan bayi pasca persalinan, atau layanan non medis lainnya. Dalam hal ini, dukun akan mendapat insentif sebesar Rp 50 ribu per bulan. Program kemitraan ini diharapkan dapat menekan jumlah kematian ibu hamil sebanyak 7 orang, bayi lahir meninggal 34 kasus, dan kematian bayi 32 kasus, yang terjadi pada tahun 2013.

Dari berbagai inisiatif inovasi diatas, saya memiliki dua catatan ringan. Pertama, nampaknya banyak diantara mereka yang belum memiliki instrumen dan metode untuk melakukan monitoring dan penilaian kemanfaatan hasil inovasi tersebut. Ini agak disayangkan, karena inovasi yang baik itu adalah yang bisa mengatasi masalah dan menawarkan kemanfaatan. Jika ternyata belum mampu mencapai manfaat yang diharapkan, tentu hasil evaluasi ini akan menajdi feedback untuk penyempurnaan model inovasi yang lebih baik. Kedua, saya juga melihat bahwa belum ada satu wadah yang akan menampung seluruh inovasi tadi menjadi database nasional tentang inovasi. Dalam hal ini, saya memandang penting adanya sebuah portal inovasi secara nasional yang akan berfungsi sebagai media interaktif antar inovator (individu maupun institusi), sharing pengalaman, tukar pengalaman, dan bahkan diskusi tentang kebutuhan penguatan inovasi untuk dijadikan sebagai agenda dalam perumusan kebijakan di bidang inovasi.

Paling tidak, inisiatif inovasi tadi sudah memberikan jawaban terhadap keraguan sebagian pihak bahwa inovasi itu sulit, atau bahwa aparat itu cenderung enggan untuk berinovasi. Meski jumlahnya masih belum sebanyak yang kita harapkan, namun dari penampilan beragam inovasi itu sudah membuat saya “berenang di kolam inovasi”. Nah, suatu saat nanti, saya yakin bahwa kita semua akan memiliki kesempatan untuk “berenang di samudera inovasi”.


Jakarta, 18 Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar