Laman

Senin, 19 September 2011

Ringkasan RUU Aparatur Sipil Negara (ASN)


Aparatur Negara RI terdiri dari 4,7 juta pegawai aparatur sipil negara; lebih kurang 1 juta pegawai honorer pada tahun 2009; 360.000 anggota Polri; dan 330.000 anggota TNI. Modal dasar ini jelas membutuhkan sebuah manajemen sumber daya aparatur sipil negara yang professional. Salah satu pola manajemen yang selama ini dilakukan adalah dengan menggulirkan desentralisasi kepegawaian.  

Dalam perkembangannya, desentralisasi kepegawaian berdasarkan UU No. 43/2009 telah dilaksanakan dengan semangat yang berbeda dan telah menyimpang dari semangat yang mendasari desentralisasi kepegawaian. Pembentukan PNS Daerah pada UU tersebut pada esensinya adalah untuk mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah agar mampu menyesuaikan jumlah dan mutu pegawai daerah dengan fungsi dan tugas pemerintah daerah. Tapi dalam kenyataan, setelah pelaksanaan desentralisasi kepegawaian sejak tahun 2000, dari 497 kabupaten/kota dan 33 provinsi, hampir tidak ada yang melaksanakan manajemen kepegawaian dengan semangat seperti yang diharapkan, yaitu mengangkat pegawai yang jumlah, komposisi dan kualifikasinya sesuai dengan beban tugas dan fungsi daerah. 

Penyimpangan manajemen kepegawaian tidak hanya akan mengakibatkan permasalahan internal pemerintahan, namun juga berdampak pada rendahnya pelayanan publik secara keseluruhan. Padahal, keberadaan ASN sangatlah penting untuk mendukung pembangunan tata kepemerintahan demokratis dan desentralistis, serta ekonomi pasar sosial yang semakin terbuka 

Untuk itu, perlu dilakukan percepatan reformasi birokrasi birokrasi. Sayangnya, reformasi birokrasi ini berjalan lamban. Hingga tahun 2011, pelaksanaan reformasi birokrasi baru mencakup 14 kementerian dan LPNK. Pemerintah mengharapkan pada 2014 semua instansi pusat dan daerah sudah menjalankan reformasi birokrasi di instansi masingmasing. Tetapi karena dilaksanakan secara instansional, cukup banyak komponen aparatur negara yang tidak tersentuh dan tidak mengalami perubahan mendasar. Salah satu komponen aparatur negara yang kurang tersentuh program refofmasi masional adalah Aparatur Sipil Indonesia (Indonesian Civil Service). Sebagai unsur terbesar Aparatur Negara, pegawai ASN menduduki posisi penting karena sangat menentukan penyelenggaraan pelayanan publik, dan pelaksanaan tugastugas pemerintahan serta pembangunan. Namun kenyatannya, ASN belum mampu mencapai prestasi terbaik dalam pelaksanaan pelayanan dasar dan pembangunan, karena belum semua komponen pengembangan sumber daya ASN tersentuh oleh Program RB Nasional. 

Untuk menciptakan sosok aparatur yang profesional perlu diadakan adjustment dalam format ASN dengan memisahkan secara tegas antara jabatan politik (political positions) pada tiga cabang pemerintahan dengan jabatan ASN yang harus netral dari intervensi politik, termasuk pelarangan PNS menjadi pengurus dan anggota partai politik.  

Berdasarkan uraian diatas, manajemen sumber daya ASN yang diajukan dalam RUU-ASN bertujuan untuk menciptakan sumber daya ASN yang mampu mendukung secara efektif pelaksanaan strategi pelaksanaan tugastugas pemerintahan dan pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan Indonesia yang maju, makmur dan mandiri pada tahun 2025. Untuk itu, arah kebijakan dalam penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dari perspektif manajemen sumber daya ASN adalah dengan menetapkan ASN sebagai suatu profesi terhormat yang bebas dari intervensi politik, bebas dari praktek KKN, dan memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diatur dengan peraturan perundangundangan. Adapun RUU ASN ini mengandung ketentuan pokok tentang manajemen profesi ASN sebagai berikut: 

1.      Kelembagaan
Penyelenggara tertinggi pemerintahan negara termasuk pembinaan terhadap profesi ASN berada pada Presiden. Dalam pembinaan pegawai ASN, Presiden dibantu oleh Menteri, KASN, LAN, dan BKN dengan fungsinya masing-masing. 

2.      Pengadaan Pegawai ASN dan Pegawai Aparatur Eksekutif Senior
RUU ASN mengusulkan penerapan sistem pengadaan pegawai berbasis jabatan (position based personnel management system) dengan cara mengadakan seleksi terbuka bagi pegawai ASN. Selanjutnya perlu dilakukan pemilahan yang tegas antara pegawai ASN yang menjalankan tugas dan fungsi manajemen kebijakan dengan pegawai yang menjalankan fungsi pelayanan dasar seperti pendidikan atau kesehatan. Pegawai ASN yang menjalankan fungsi manajemen kebijakan dalam RUU ini disebut Pegawai Negara Sipil (PNS), sedangkan yang menjalankan fungsi pelayanan dalam RUU ini disebut Pegawai Tidak Tetap Pemerintah (PTTP) atau Pegawai Pemerintah (PP). Dengan kata lain, profesi ASN terdiri dari Pegawai Negara Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah (PP) yang menduduki Jabatan Eksekutif, Jabatan Administratif, dan Jabatan Fungsional pada instansi Pemerintah, pemerintah derah, dan perwakilan RI di luar negeri. PNS merupakan pegawai yang memiliki status sebagai pegawai tetap sampai pegawai tersebut berhenti sebagai PNS karena. PP adalah pegawai Aparatur Administrasi Negara yang diangkat dengan perjanjian kerja untuk waktu lebih lama dari 12 bulan untuk menjalankan tugas pelayanan publik dan atau tugas profesional.
Sementara itu, untuk menghasilkan kader pemimpin birokrasi publik secara sistematis dan berkesinambungan, RUU ASN mengusulkan pembentukan suatu Aparatur Eksekutif Senior (AES) sebagai bagian dari ASN. Pegawai AES berstatus sebagai PNS dengan golongan IV/c sampai dengan IV/f yang dipilih sebagai pegawai AES karena menonjol dalam kepemimpinan, menunjukkan keteladan dalam pengamalan nilainilai dasar ASN, berpengalaman luas dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah diberbagai sektor, dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan fungsinya. Keberadaan AES diharapkan dapat mengatasi hambatan mobilitas pegawai setelah desentralisasi, sekaligus dalam rangka menjaga fungsi PNS sebagai perekat NKRI.
PNS dan PP yang memenuhi kualifikasi dan memiliki kompetensi yang diperlukan dapat mengikuti seleksi calon pegawai AES. Calon dari dunia bisnis atau organisasi nonpemerintah yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai juga dapat mengikuti seleksi calon pegawai AES. Jumlah pegawai AES pada jabatan struktural eksekutif lebih kurang berjumlah 6.500 orang (Gol IV/c sampai IV/e yang menduduki eselon 1 dan 2). Pegawai Jabatan Fungsional yang menjalankan tugas penelitian dan perekayasa, perencanaan, analisis kebijakan, analisis anggaran, dan yang sejenis, juga dapat ditetapkan sebagai pegawai AES nonstruktural. Jumlah total pejabat yang dikategorikan sebagai pegawai AES pada instansi di Pusat dan Daerah kirakira berjumlah 30.000 orang. 

3.      Jabatan dan Penempatan
Kebutuhan pegawai tidak harus selalui dipenuhi dengan pengadaan pegawai baru, tetapi dapat juga dilakukan melalui penugasan pegawai dari unit lain dalam suatu instansi, melalui pemindahan antara instansi, atau melalui pemindahan antar daerah. 

4.      Promosi dan Penilaian Kinerja
Pegawai ASN berhak memperoleh pengembangan kompetensi dan promosi (dinaikkan jabatannya) secara kompetitif. Promosi pegawai ASN dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas, moralitas oleh Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN. 

5.      Penggajian, Tunjangan, dan Kesejahteraan Sosial
Gaji dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Selain gaji, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada Pegawai ASN di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan. Selain gaji dan tunjangan, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada Pegawai ASN. 

6.      Pemberhentian Pegawai ASN
Pegawai ASN dapat diberhentikan dengan hormat, diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, diberhentikan tidak dengan hormat, atau diberhentikan sementara, dengan kondisinya masing-masing. Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran Pegawai ASN yang bersangkutan dan pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1:2 (satu banding dua). Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

7.      Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 

8.      Hak Menduduki Jabatan Negara
Pegawai ASN yang mencalonkan diri untuk jabatan politik mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai ASN sejak masa pencalonan. Pegawai ASN yang diangkat pada jabatan negara diberhentikan sementara dari jabatan yang didudukinya dan tidak kehilangan status sebagai Pegawai ASN. 

9.      Organisasi
Pegawai ASN yang berstatus PNS dapat membentuk Asosiasi Korps Pegawai ASN RI yang bersifat non-kedinasan, sedangkan pegawai ASN yang berstatus Pegawai Pemerintah dapat membentuk Serikat Pegawai Pemerintah. 

10.  Penyelesaian Sengketa
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan Peradilan Tata Usaha Negara. Upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.


Sumber: Naskah Akademik RUU ASN, Komisi II DPR-RI, draft 25 Mei 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar