Laman

Minggu, 02 Maret 2014

Cara Sederhana Merangsang Kreativitas



Paul Arden mengatakan “you don’t have to be creative to be creative”. Ya, sebuah ungkapan kreatif yang hanya bisa disetujui oleh orang-orang kreatif. Mungkin yang dimaksudkan oleh Arden adalah bahwa untuk menjadi orang kreatif, kita tidak perlu belajar secara khusus tentang kreativitas, atau melakukan studi banding tentang praktek-praktek kreatif di sebuah institusi, dan sebagainya. Pada hakekatnya kreativitas itu sudah melekat pada otak kanan manusia, sehingga setiap manusia pada dasarnya adalah kreatif. Tinggal yang dibutuhkan adalah upaya kecil untuk merangsang, menggugah, dan memancing kreativitas itu agar bisa berkembang secara lebih nyata.

Dalam tulisan-tulisan tentang kreativitas dan inovasi, terlalu banyak teknik, cara, atau trik untuk membangkitkan kreativitas ini. Dalam artikel saya sebelumnya berjudul “Kreativitas: Bawaan Lahir atau produk Kreatif?”, telah saya kemukakan pendapat Tim Wesfix (Kreativitas Itu Dipraktekin, Grasindo, 2013) bahwa kreativitas itu butuh 8 (delapan) langkah pembiasaan agar menjadi habit atau budaya kreatif bagi seseorang. Nah, selain pembiasaan tadi, masih banyak lagi strategi untuk menumbuhkan kreativitas yang akan saya uraikan dalam tulisan kali ini. Buku Tim Wesfix diatas masih saya jadikan rujukan dengan tambahan referensi dari berbagai sumber.

Saya mulai dari yang paling sederhana yakni rekam dan catatlah setiap ide yang seringkali datang secara tiba-tiba. Berulang kali saya sampaikan di forum-forum penulisan karya tulis, bahwa ide yang muncul pertama kali di benak kita adalah sesuatu yang genuine, unique, dan itu sesungguhnya adalah rahmat dan hidayah Ilahi. Mengapa? Karena setiap orang dianugerahi dengan ide yang berbeda-beda, dimana antar ide itu tidak ada yang lebih baik, lebih bermutu, atau lebih hebat. Sesederhana atau bahkan sebodoh apapun sebuah ide, asal dicatat dan kemudian dipikirkan kelanjutannya, akan jauh lebih hebat dibanding ide besar yang menguap begitu saja karena tidak tercatat dengan baik. Dan faktanya, tokoh-tokoh besar yang terkenal kreatif dan inovatif selalu membawa buku catatan kemanapun pergi, seperti yang dilakukan Stephen King, seorang novelis kelas dunia. Konon, ia menulis salah satu novelnya berdasarkan catatan yang ditulis sambil mengantuk di pesawat. Begitu pentingnya membuat catatan ini, sampai-sampai banyak anjuran agar kitapun memabwa catatan saat buang air besar, sebab saat-saat seperti itulah ide-ide liar sering berkeliaran dan berhamburan.

Langkah selanjutnya yang bisa dilakukan adalah membuat asosiasi atau menghubung-hubungkan satu ide dengan ide lainnya, satu data dengan data lainnya, atau satu kondisi/peristiwa dengan kondisi/peristiwa lainnya. Bahasa kerennya adalah connecting the dots. Antar ide-ide yang berserakan di otak kita mungkin sudah ada saling keterkaitan, namun sangat mungkin pula belum terbentuk koneksitas ataupun kausalitas satu dengan yang lain. Maka, itulah tugas yang harus kita lakukan, yakni menghubungkan banyak ide meskipun terlihat acak dan tidak saling berhubungan. Dalam hal ini, Jerry Della Femina, seorang pengusaha restoran dan perusahaan periklanan di AS, mengatakan bahwa kreativitas adalah upaya membuat banyak koneksitas secara cepat terhadap segala sesuatu yang kita tahu atau kita lihat. Sebagai contoh, jika kita sedang berada di dalam kendaraan yang terjebak kemacetan amat parah, sedangkan pada saat itu kita sedang memikirkan strategi menekan angka Golput (golongan putih) dalam Pemilu, dan pada saat bersamaan pula kita gelisah dengan kualitas pendidikan di Indonesia dibanding dengan negara-negara tetangga, maka cobalah menghubungkan ketiganya. Dengan cara berpikir biasa, mungkin tidak kita temukan sama sekali hubungan diantara tiga hal tersebut. namun dengan cara berpikir kreatif, akan lahir banyak sekali kemungkinan yang tidak terduga. Bukan hal mustahil kita menjadi terbelalak dan tidak percaya bahwa ide kreatif kita akan bisa menekan kemacetan sekaligus menaikkan partisipasi pemilih dan kualitas pendidikan.

Selain menyambungkan titik, kita juga bisa “melanjutkan” sendiri titik menjadi garis. Maksudnya, begitu kita memiliki ide, lanjutkan dengan imajinasi akan seperti apa ide itu pada akhirnya. Ketika kita mendengar seorang tokoh berpidato di TV, misalnya, segera matikan TV saat kita sudah menangkap ide tertentu. Tugas kita adalah melanjutkan ide tadi menjadi berbagai arah, skenario, atau alternatif, yang pasti akan jauh berbeda dari akhir pidato sang tokoh tadi. Disinilah kita bisa membuktikan bahwa antara seorang tokoh yang sudah terkenal dengan kita yang biasa-biasa saja, sama-sama memiliki kemampuan kreatif. Begitu pula saat kita membaca ringkasan atau pendahuluan sebuah buku. Saat kita sudah menangkap ide tertentu, maka tutuplah buku itu, dan tulislah “buku” kita sendiri.

Mungkin saja, ide yang muncul dari mendengar pidato atau membaca buku akan dianggap sebagai “mencuri” ide. Kalaupun iya, sesungguhnya tidak ada yang salah dengan “mencuri” ide tersebut. Selain asumsi umum bahwa there is nothing new under the sun (tidak ada yang baru dibawah matahari), juga karena sesungguhnya tidak ada ide yang benar-benar sama. Meskipun beberapa orang bicara tentang hal yang sama dengan orang yang sama dengan metode yang sama, dan seterusnya, namun pasti ada uniqueness diantara ide-ide mereka. Secara seimbang, manakala kita boleh mencuri ide dari orang lain, maka kitapun harus siap seandainya ide kita “dicuri” oleh orang lain. Sehebat apapun orang lain mencuri, meniru, atau mengimitasi ide kreatif kita, yakinlah hal itu tidak akan sama persis dengan milik kita. Jadi, janga khawatir dan takut kecurian ide. Dalam kaitan ini, “mencuri” ide sering disamakan dengan “mencuri” salam. Saat seseorang mengucap “assalamu’alaikum”, meski tidak ditujukan kepada kita, kita boleh menjawabnya dengan “wa’alaikumsalam”, dan kita akan mendapat pahala. Untuk itu, mencuri ide/ilmu dan mencuri salam adalah “mencuri” yang baik.

Teknik lain yang unik untuk menggelitik indera kreatif kita, yakni membuat Oksimoron. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berari tajam (oxy) dan tumpul (moron). Maknanya, ada dua kata yang berlawanan yang dilebur menjadi kata baru dan arti yang berbeda. Jika kita termasuk orang yang suka membaca novel atau karya sastra lain, mungkin kita sering menemukan kata-kata seperti tertawa getir, senyum kehancuran, kegelapan cahaya, sunyi dalam keramaian, serigala berbulu domba, dan sejenisnya.

Kreativitas dapat pula digali dengan melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan. Sebagai contoh, jika kita biasa menulis dan sikat gigi dengan tangan kanan, cobalah dengan tangan kiri. Jika kita pergi kerja naik mobil atau kereta, cobalah sekali-kali pakai sepeda dan berangkat 3 jam lebih awal dari biasanya. Jika kita biasa makan makanan yang disediakan istri, cobalah masak sendiri dan ajaklah istri menikmati masakan kita. Atau, jika rumah kita dekat sungai yang relatif bersih airnya, mengapa tidak kembali ke masa silam dengan mandi dan mencuci pakaian di sungai? Mengganti warna cat kamar atau merotasi posisi barang-barang di rumah kita, adalah ide sederhana lain yang diyakini mampu mengaktivasi otak kanan yang bertanggungjawab terhadap penguatan kreativitas. Dalam berbagai aktivitas baru tadi, dapat dipastikan ada sensasi dan inspirasi baru. Dalam ilmu kedokteran, ternyata hal seperti ini membantu memperlambat proses penuaan sel-sel otak. Artinya, “tua” itu bukan fenomena degradasi fisik saja, namun lebih bersumber dari menurunnya kemampuan otak untuk terus berpikir secara kreatif.

Terlepas dari berbagai cara diatas, mungkin “menantang diri sendiri” adalah cara terbaik namun terberat untuk merangsang kreativitas. Beranikah kita menantang diri sendiri untuk berinovasi setiap hari? Mampukah kita untuk secara konsisten melakukan hal yang selalu lebih baik dibanding kemaren? Sanggupkah kita untuk selalu mencari dan memilih cara baru dalam menjalankan aktivitas rutin harian? Siapapun yang berani dan sanggup menantang dirinya sendiri, saya kira akan menjadi manusia paling kreatif di muka bumi. Intinya, kreativitas membutuhkan motivasi secara terus-menerus. Motivasi adalah vitamin dan gizi bagi suburnya kreativitas, dan motivasi yang terbaik adalah yang tumbuh dari dalam diri seseorang. Ini berarti pula bahwa kreativitas adalah soal kemauan yang sungguh-sungguh. Adakah kemauan kita untuk selalu kreatif dalam segala hal? Jawabannya kembali kepada diri kita masing-masing.

Jakarta, 3 Maret 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar