Laman

Senin, 14 April 2014

Apa Itu Inkubasi Inovasi?



Kata “inkubasi” sudah teramat sering kita dengarkan, namun “inkubasi inovasi” mungkin belum banyak dikenal secara luas. Pada umumnya kata inkubasi sering dipakai di bidang kedokteran untuk menjelaskan waktu antara terkena infeksi dengan munculnya gejala awal suatu penyakit. Inkubasi juga lazim digunakan oleh penganut aliran spiritual, yakni praktik tidur di tempat yang disucikan untuk memperoleh mimpi atau kesembuhan. Sementara dalam ilmu mikrobiologi, istilah ini merujuk pada proses memelihara kultur bakteri dalam suhu tertentu selama jangka waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan bakteri. Adapun dalam bidang bisnis, inkubasi adalah sejumlah waktu dan rangkaian usaha yang dibutuhkan sebelum memulai usaha tertentu.

Dari berbagai pemakaian istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa inkubasi itu adalah waktu/masa yang dibutuhkan untuk melaksanakan observasi atau aksi dan intervensi tertentu, sampai muncul perubahan dari kondisi awal menjadi kondisi baru. Pertanyaannya, mengapa inkubasi penting untuk dilakukan?

Pada umumnya, sebuah usaha baru atau inisiatif baru membutuhkan semacam uji coba, market testing, atau piloting sebelum dijalankan sepenuhnya. Pada tahap awal tadi, biasanya masih dijumpai adanya pengalaman yang terbatas, keterampilan manajerial yang minim, jejaring usaha yang sedikit, atau dukungan dan kepercayaan publik yang juga masih sangat terbatas. Dengan berbagai keterbatasan tadi, kemungkinan keberhasilan suatu usaha/inisiatif menjadi kecil. Untuk itu, sesuatu yang masih mentah bisa menjadi matang setelah melewati masa inkubsi. Sesuatu yang masih berupa konsep/ide pun dapat menjadi program yang aplikatif dengan menjalani masa inkubasi. Keterbatasan aspek keterampilan maupun metodologi akan diminimalisir dengan program inkubasi ini. Tanpa adanya inkubasi, boleh jadi sebuah inisiatif atau permulaan usaha (startups) tidak akan pernah berkembang lebih maju. Ini pula yang terjadi di AS, dimana 66% bisnis pemula masih berada pada kondisi yang sama setelah 2 tahun berjalan, dan 44% masih tetap sama dan tidak tumbuh setelah 4 tahun (Amy E. Knaup, Survival and Longevity in the Business Employment Dynamics Database, dalam Jamil Alkhatib, Innovation Incubators, Jordan: German Jordanian University).

Itulah sebabnya, inkubasi menjadi sangat penting sekali dalam menentukan keberhasilan sebuah bisnis. Pentingnya inkubasi ini makin terlihat nyata dengan penggambaran inkubasi sebagai jembatan lembah kematian (valley of death) yang menghubungkan dua bukit batu terjal. Bukit yang pertama adalah tamsil untuk menjelaskan ide-ide baru, temuan-temuan kajian/riset, serta rencana pengembangan bisnis. Sedangkan bukit kedua adalah perumpamaan bisnis yang telah berjalan normal dan menghasilkan keuntungan. Asumsinya, ide-ide, hasil penelitian, dan rencana bisnis tadi tidak serta merta mampu menghasilkan output atau laba besar bagi pelaku bisnis yang bersangkutan, sehingga diperlukan adanya program antara yang disebut inkubasi. Begitu besarnya arti inkubasi bagi dunia bisnis dan inovasi, bahkan seorang Jiang Zemin, Presiden China 1993-2003, sampai menyatakan bahwa “Incubation is one of the single most important global innovations of the 21st century”.

Atas dasar uraian tersebut dapat ditarik analogi bahwa inkubasi inovasi adalah penerapan program tertentu untuk mengembangkan ide/inisiatif inovasi, yang dilakukan pada periode tertentu yakni sejak munculnya gagasan atau inisiatif inovasi sampai dengan kesiapan implementasinya. Dengan demikian, “waktu” menjadi kata kunci pertama dalam konsep inkubasi ini. Tentu saja, lamanya waktu inkubasi akan berbeda dan tergantung pada tingkat kematangan dari sebuah ide/benih inovasi, kompleksitas masalah yang ada atau keterkaitan dengan aspek/faktor lainnya, program yang diterapkan dalam masa inkubasi, dan seterusnya. Namun, waktu saja tidak akan dapat menjadikan sesuatu menjadi matang dan sempurna, melainkan butuh upaya yang konkrit, sistematik dan terus-menerus. Seekor burung-pun perlu mengerami secara teratur telor-telornya dalam suhu tertentu sebelum menetas menjadi anak-anak burung. Oleh karena itu, kata kunci kedua dari inkubasi adalah “program” yang didesain secara khusus untuk mengembangkan kapasitas pelaku usaha atau inovasi, mematangkan rencana dan fokus usaha, melengkapi sarana dan metode, mengembangkan teknologi (jika diperlukan), menutupi defisiensi dana, mengurangi defisit kompetensi (mal-keterampilan) pegawai melalui training, dan sebagainya. Inilah intisari beberapa aktivitas yang terjadi selama masa inkubasi tersebut.

Namun perlu dipahami bahwa inkubasi bukan jaminan terhadap keberhasilan usaha atau inisiatif inovasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Stephen Wunker dalam artikelnya berjudul Incubating Innovation (Forbes, Desember 2007), dari 300 perusahaan yang disurvei ternyata hanya 47% yang merasa puas dengan pencapaian tujuan strategis organisasi setelah mengikuti program inkubasi. Sementara yang merasa puas dengan pencapaian target finansial hanya 24% saja. Dalam hal ini, mungkin saja program inkubasinya gagal menyiapkan organisasi/perusahaan tadi untuk berkompetisi dalam pasar bebas, namun mungkin pula ada yang keliru dalam pelaksanaan bisnis perusahaan tersebut. Maknanya, inkubasi pra usaha harus didukung dengan manajemen yang baik pada tahap operasionalisasi perusahaan secara penuh. Asumsi yang harus dipakai disini adalah bahwa jika dengan program inkubasi saja masih ada kemungkinan kegagalan dalam pelaksanaan usaha dan inovasi, apalagi jika tidak dilakukan inkubasi sama sekali.

Untuk menghindari kemungkinan gagal tadi, Wunker menyarankan untuk memulai dengan merumuskan tujuan yang jelas dari inkubator (pihak yang menjalani inkubasi), menetapkan aturan yang jelas, serta meletakkan dasar-dasar perusahaan yang kuat. Selain itu, seorang inkubator perlu memiliki mandat atau keleluasaan untuk secara aktif mencari cara-cara baru yang dibutuhkan oleh unit usahanya. Dengan tujuan yang jelas dan mandat yang fleksibel tadi maka si inkubator akan dapat mengembangkan “portofolio” atau model inovasinya.

Paling tidak, dengan menjalani inkubasi tadi ada 3 (tiga) manfaat pokok yang dapat diperoleh, yakni mengurangi segala macam resiko dari pilihan usaha/inovasinya, meningkatkan knowledge sebagai modal menjalankan usaha/inovasinya, serta memperbanyak peluang dalam pengembangan usaha/inovasi. Dalam skala yang lebih makro, program inkubasi juga akan memberi kesempatan berupa terbukanya lapangan kerja baru, menciptakan link yang lebih intens antara industri dengan universitas atau lembaga riset, serta membudayakan semangat berinovasi dalam masyarakat.

Mengingat cukup banyaknya manfaat dari program inkubasi ini, maka wajarlah jika salah satu rekomendasi KIN (Komite Inovasi Nasional) untuk percepatan pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi adalah intensifikasi program-program inkubasi bisnis, serta pendirian taman-taman iptek. Melalui kegiatan inkubasi bisnis, wirausaha-wirausaha baru di bidang teknologi dicetak dari taman iptek. Ini merupakan sarana alih teknologi dan proses komersialisasi hasil-hasil penelitian para akademisi: dari sekadar laporan penelitian atau prototipe produk, bergeser menjadi start-up company, hingga menjadi perusahaan mapan penghasil produk komersial (KIN, Prospek Inovasi Indonesia, 2012). Selain itu, dalam perspektif kedepan akan dibangun dan ditingkatkan jumlah pusat inkubasi dan inovasi sebagai upaya penciptaan kemampuan berinovasi dari seluruh pelaku usaha maupun lembaga-lembaga publik secara umum.

Sayangnya, visi dan program yang sudah sangat bagus tadi belum terasa gaungnya. Inkubasi inovasi masih belum banyak dilakukan dan lebih banyak mengisi ruang-ruang kuliah di perguruan tinggi maupun forum-forum seminar. Untuk itu, sudah saatnya kita semua membumikan program inkubasi. Jika perlu, inisiasi pertama yang diolah dalam pusat inkubasi adalah program inkubasi itu sendiri.

Jakarta, 14 April 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar