Laman

Senin, 25 Agustus 2014

Dunia di Tangan "Anak Muda"

Mungkin terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa dinamika dan arah dunia, serta perilaku milyaran penduduknya, ternyata dikendalikan hanya oleh beberapa gelintir anak muda. Tapi jika kita simak kiprah Larry Page dan Sergey Brin, pendiri Google yang sama-sama kelahiran 1973; atau trio Jawed Karim (lahir 1979), Steve Chen (1978), dan Chad Hurley (1977) penguasa Youtube; atau pencipta Facebook, Mark Zuckerberg yang lahir tahun 1984; atau tiga serangkai pengembang Twitter yakni Jack Dorsey (1976), Evan Williams (1972), dan Biz Stone (1974), mungkin kita akan mengangguk-angguk sebagai tanda setuju atas pernyataan diatas.

Bisakah anda bayangkan seandainya Yahoo!, Google, Facebook, Youtube, dan Twitter mogok sehari saja? Dunia pastilah seperti kembali ke masa kegelapan dimana komunikasi antar manusia terputus, promosi produk terputus, penggalian informasi dan penelusuran berita melalui search engine juga terputus. Bahkan hobby meng-upload foto dan mengunggah status juga tidak bisa dilakukan oleh kalangan anak-anak muda yang sudah terlanjur menjadikan sosial media tersebut sebagai bagian dari gaya hidupnya. Adakah manusia di planet ini yang tidak memanfaatkan jasa salah satu diantara mereka? Jangankan anak-anak SD, kuli bangunan dan penduduk di pelosok pedesaan-pun sudah mulai terkena virus sosial media ini. Berdasarkan data dari OECD (2014), dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 246,9 juta, ternyata terdapat aplikasi gadget sebanyak 286 juta. Data UKP4 (2014) juga mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia sebagai penggua Facebook terbanyak dengan jumlah 49.884.160 akun, sementara untuk pengguna Twitter Indonesia menempati peringkat terbanyak ke-5 di dunia dengan 19,5 juta akun. Kalaupun masih ada yang tidak memiliki akun di jejaring sosial, pastilah mereka orang yang sangat terbelakang baik secara pendidikan maupun akses informasi, para manula, buta huruf, atau yang tidak mampu mengambil manfaat dari fasilitas dunia maya tersebut.

Dengan Facebook dan Twitter, orang bisa menjalin hubungan dengan teman atau saudaranya yang sudah puluhan tahun berpisah tanpa diketahui keberadaannya. Dengan Youtube orang bisa mengumumkan setiap kegiatannya sebagai bentuk akuntabilitasnya. Dengan Youtube pula banyak asib orang-orang biasa namun tiba-tiba menjadi selebriti karena bakatnya yang terbaca orang lain. Dengan Google dan Yahoo, apa yang tidak bisa kita ketahui? Beragam ilmu pengetahuan tersedia disana, komunikasi real time bisa dilakukan kapan saja, dan bahkan kitapun bisa melihat kota-kota di berbagai belahan dunia melalui Google Earth. Kepandaian manusia bisa ditingkatkan dengan cepat, demikian pula transaksi antar manusia dan antar negara bisa dijembatani dengan sangat cepat melalui media-media tersebut. Singkatnya, Yahoo!, Google, Facebook, Youtube, dan Twitter menjadi inovasi terbesar dalam abad 20 dan sesudahnya. Hebatnya, itu semua terjadi karena jasa anak-anak muda tadi.

Untuk konteks Indonesia, para pemuda bisa dikatakan juga telah memegang mimbar yang menentukan arah bangsa ini kedepan. Lihat saja, para anggota KPU dari Ketuanya hingga para Komisionernya mayoritas kelahiran 1970-an. Beberapa pejabat tinggi selevel Menteri atau Wakil Menteri seperti Prof. Denny Indrayana dan Prof. Eko Prasojo adalah generasi emas yang lahir periode 1970-an. Bahkan Lukman Edy diangkat menjadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal era Kabinet Indonesia Bersatu I pada tahun 2007 ketika usianya belum genap 37 tahun. Di level daerah, kita mengenal Makmun Ibnu Fuad yang terpilih menjadi Bupati Bangkalan pada tahun 2012 dalam usia 26 tahun. Sementara di lingkungan BUMN, ada nama Laily Prihatiningtyas, wanita termuda yang menjabat Dirut BUMN PT Borobudur dalam usia 28 tahun saat pengangkatannya tahun 2013. Mereka-mereka itu memiliki kematangan berpikir, pengalaman, dan daya kreativitas yang jauh melampaui usianya.

Ya, usia muda memang identik dengan motivasi gairah yang menggelora, kekuatan fisik dan kecepatan gerakan yang diatas rata-rata, wawasan dan idealisme yang jauh lebih kuat, serta kecerdasan dan penguasaan informasi yang jauh lebih baik. Dengan modal itu, wajar jika harapan mengubah nasib suatu kaum atau bahkan nasib sebuah bangsa berada di tangan para pemudanya. Sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno: “Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncang dunia”. Itulah sebabnya, siapapun yang masih dalam usia amat produktif, lebih tepatnya lagi usia muda, haruslah siap untuk menjadi aktor utama dalam setiap perubahan di lingkungannya.

Namun, konsep “muda” sesungguhnya tidak hanya merujuk pada usia atau kondisi kebugaran fisik semata. Muda adalah juga sebuah semangat, komitmen, dan gagasan-gagasan yang terus menghalami evolusi. Muda adalah sebuah kondisi dimana seseorang terus merasa tidak puas dengan apa yang telah dimiliki, selalu ingin mengalami perubahan, terus bertanya dan berimajinasi, serta selalu ingin menjadi pribadi yang lebih baik dalam hal apapun dan sekecil apapun. Ini pula yang dikatakan oleh Samuel Ullman: “Youth is not a time of life; it is a state of mind; it is not a rosy cheeks, red lips and supple knees; it is a matter of the will, quality of the imagination, a vigor of the emotions; it is the freshness of the deep springs of life.”

Dari kedua konsep tentang “muda” diatas, wajar jika para inovator adalah mereka yang secara biologis memang masih sangat segar dan belia, karena memang mereka memiliki atribut-atribut sebagai pemuda. Namun sepanjang semangat, kemauan, mental, dan jiwa “muda” bisa dimiliki oleh orang-orang yang tidak lagi muda berdasarkan umurnya, maka peluang untuk menemukan berbagai inovasi tetaplah terbuka lebar. Inovasi tidak pernah berpihak pada kategori umur, namun selalu memilih orang yang berjiwa muda sebagai tuannya. Artinya, jika kita menemukan sosok berumur yang berhasil melakukan pembaharuan dan inovasi tertentu, merekalah yang pada hakekatnya layak kita sebut sebagai “pemuda”. Di tangan orang-orang seperti merekalah nasib dunia ini dipertaruhkan.


Jakarta, 25 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar