Aparatur Negara RI
terdiri dari 4,7 juta pegawai aparatur sipil negara; lebih kurang 1 juta pegawai honorer pada tahun 2009; 360.000 anggota Polri; dan 330.000 anggota TNI. Modal dasar ini jelas
membutuhkan sebuah manajemen sumber
daya aparatur sipil negara yang professional. Salah satu pola
manajemen yang selama ini dilakukan adalah dengan menggulirkan desentralisasi
kepegawaian.
Dalam perkembangannya,
desentralisasi kepegawaian berdasarkan UU No. 43/2009 telah dilaksanakan dengan semangat yang
berbeda dan telah menyimpang dari semangat yang mendasari desentralisasi
kepegawaian. Pembentukan PNS Daerah pada UU tersebut pada esensinya adalah untuk
mendelegasikan kewenangan kepada pemerintah daerah agar mampu menyesuaikan
jumlah dan mutu pegawai daerah dengan fungsi dan tugas pemerintah daerah. Tapi
dalam kenyataan, setelah pelaksanaan desentralisasi kepegawaian sejak tahun 2000, dari 497 kabupaten/kota dan 33 provinsi, hampir tidak ada yang
melaksanakan manajemen kepegawaian dengan semangat seperti yang diharapkan,
yaitu mengangkat pegawai yang jumlah, komposisi dan kualifikasinya sesuai
dengan beban tugas dan fungsi daerah.
Penyimpangan
manajemen kepegawaian tidak hanya akan mengakibatkan permasalahan internal
pemerintahan, namun juga berdampak pada rendahnya pelayanan publik secara
keseluruhan. Padahal, keberadaan ASN sangatlah penting untuk mendukung pembangunan tata kepemerintahan
demokratis dan desentralistis, serta ekonomi pasar sosial yang semakin terbuka.
Untuk itu, perlu dilakukan percepatan reformasi birokrasi
birokrasi. Sayangnya, reformasi birokrasi ini berjalan lamban. Hingga tahun 2011, pelaksanaan reformasi birokrasi baru mencakup 14 kementerian dan LPNK. Pemerintah mengharapkan
pada 2014 semua instansi pusat dan daerah sudah menjalankan reformasi birokrasi
di instansi masing‐masing.
Tetapi karena dilaksanakan secara instansional, cukup banyak komponen aparatur negara yang
tidak tersentuh dan tidak mengalami perubahan mendasar. Salah satu komponen
aparatur negara yang kurang tersentuh program refofmasi
masional adalah Aparatur Sipil Indonesia (Indonesian Civil Service). Sebagai unsur terbesar Aparatur Negara,
pegawai ASN menduduki posisi penting karena sangat menentukan penyelenggaraan
pelayanan publik, dan pelaksanaan tugas‐tugas pemerintahan serta pembangunan.
Namun kenyatannya, ASN belum mampu
mencapai prestasi terbaik dalam pelaksanaan pelayanan dasar dan pembangunan, karena belum semua komponen pengembangan
sumber daya ASN tersentuh oleh Program RB Nasional.
Untuk menciptakan sosok
aparatur yang profesional perlu diadakan adjustment dalam format
ASN dengan memisahkan secara tegas antara
jabatan politik (political positions) pada tiga cabang
pemerintahan dengan jabatan ASN yang harus netral dari intervensi politik, termasuk
pelarangan PNS menjadi pengurus dan anggota
partai politik.
Berdasarkan
uraian diatas, manajemen sumber daya ASN yang diajukan dalam RUU-ASN bertujuan untuk menciptakan sumber daya ASN yang mampu mendukung secara efektif
pelaksanaan strategi pelaksanaan tugas‐tugas pemerintahan dan pembangunan nasional dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan Indonesia yang maju,
makmur dan mandiri pada tahun 2025. Untuk itu, arah kebijakan dalam penciptaan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa dari perspektif manajemen sumber daya ASN adalah dengan menetapkan ASN sebagai suatu profesi terhormat yang bebas
dari intervensi politik, bebas dari praktek KKN, dan memiliki kualifikasi dan
kompetensi yang diatur dengan peraturan perundang‐undangan. Adapun RUU ASN ini mengandung ketentuan pokok tentang manajemen profesi ASN
sebagai berikut:
1.
Kelembagaan
Penyelenggara tertinggi pemerintahan negara termasuk pembinaan terhadap profesi ASN berada pada Presiden. Dalam pembinaan pegawai ASN, Presiden
dibantu oleh Menteri,
KASN, LAN, dan BKN dengan fungsinya
masing-masing.
2.
Pengadaan Pegawai ASN dan Pegawai Aparatur Eksekutif
Senior
RUU ASN mengusulkan penerapan sistem pengadaan pegawai berbasis jabatan (position
based personnel management system) dengan cara mengadakan seleksi
terbuka bagi pegawai ASN. Selanjutnya perlu dilakukan pemilahan yang
tegas antara pegawai ASN yang menjalankan tugas dan fungsi manajemen kebijakan
dengan pegawai yang menjalankan fungsi pelayanan dasar seperti pendidikan atau kesehatan. Pegawai ASN yang menjalankan fungsi manajemen kebijakan
dalam RUU ini disebut Pegawai Negara Sipil
(PNS), sedangkan yang menjalankan fungsi pelayanan dalam RUU ini disebut Pegawai Tidak Tetap
Pemerintah (PTTP) atau Pegawai
Pemerintah (PP). Dengan kata lain, profesi ASN terdiri dari Pegawai Negara Sipil (PNS) dan Pegawai
Pemerintah (PP) yang menduduki Jabatan Eksekutif, Jabatan Administratif, dan
Jabatan Fungsional pada instansi Pemerintah, pemerintah derah, dan perwakilan RI di luar negeri. PNS merupakan pegawai yang memiliki
status sebagai pegawai tetap sampai pegawai tersebut berhenti sebagai PNS
karena. PP adalah pegawai Aparatur Administrasi Negara yang diangkat dengan
perjanjian kerja untuk waktu lebih lama dari 12 bulan untuk menjalankan tugas pelayanan publik dan atau
tugas profesional.
Sementara itu, untuk menghasilkan kader pemimpin birokrasi
publik secara sistematis dan berkesinambungan, RUU ASN mengusulkan pembentukan suatu Aparatur Eksekutif Senior (AES) sebagai
bagian dari ASN. Pegawai AES berstatus sebagai PNS dengan golongan IV/c sampai dengan IV/f yang dipilih sebagai pegawai AES
karena menonjol dalam kepemimpinan, menunjukkan keteladan dalam pengamalan
nilai‐nilai dasar ASN, berpengalaman luas dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah diberbagai
sektor, dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas dan fungsinya. Keberadaan AES diharapkan dapat mengatasi hambatan mobilitas pegawai setelah
desentralisasi, sekaligus dalam rangka
menjaga fungsi PNS sebagai perekat NKRI.
PNS dan PP yang
memenuhi kualifikasi dan memiliki kompetensi yang diperlukan dapat mengikuti
seleksi calon pegawai AES. Calon dari dunia bisnis atau organisasi non‐pemerintah
yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai juga dapat mengikuti
seleksi calon pegawai AES. Jumlah pegawai AES pada jabatan struktural eksekutif
lebih kurang berjumlah 6.500 orang (Gol IV/c sampai IV/e yang menduduki eselon
1 dan 2). Pegawai Jabatan Fungsional yang menjalankan tugas
penelitian dan perekayasa, perencanaan, analisis kebijakan, analisis anggaran,
dan yang sejenis, juga dapat ditetapkan sebagai pegawai AES non‐struktural.
Jumlah total pejabat yang dikategorikan sebagai pegawai AES pada instansi di
Pusat dan Daerah kira‐kira berjumlah 30.000 orang.
3.
Jabatan dan
Penempatan
Kebutuhan pegawai tidak harus selalui dipenuhi dengan pengadaan pegawai
baru, tetapi dapat juga dilakukan melalui penugasan pegawai dari unit lain
dalam suatu instansi, melalui pemindahan antara instansi, atau melalui
pemindahan antar daerah.
4.
Promosi dan
Penilaian Kinerja
Pegawai ASN berhak memperoleh pengembangan kompetensi dan
promosi (dinaikkan jabatannya) secara kompetitif. Promosi pegawai ASN
dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian kompetensi, integritas, moralitas oleh
Tim Penilai Kinerja Pegawai ASN.
5. Penggajian, Tunjangan, dan Kesejahteraan Sosial
Gaji dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara. Selain gaji, pemerintah daerah dapat memberikan tunjangan kepada
Pegawai ASN di daerah sesuai dengan tingkat kemahalan. Selain gaji dan tunjangan, Pemerintah memberikan jaminan sosial kepada
Pegawai ASN.
6.
Pemberhentian
Pegawai ASN
Pegawai ASN dapat
diberhentikan
dengan hormat, diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,
diberhentikan tidak
dengan hormat, atau diberhentikan sementara,
dengan kondisinya masing-masing. Sumber pembiayaan pensiun berasal dari iuran Pegawai ASN yang bersangkutan
dan pemerintah selaku pemberi kerja dengan perbandingan 1:2 (satu banding dua).
Pengelolaan dana pensiun diselenggarakan oleh pihak ketiga berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
7.
Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan hukum serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap Pegawai ASN dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya.
8.
Hak Menduduki
Jabatan Negara
Pegawai ASN yang mencalonkan diri untuk jabatan politik
mengajukan permohonan berhenti sebagai Pegawai ASN sejak masa pencalonan.
Pegawai ASN yang diangkat pada jabatan negara diberhentikan sementara dari
jabatan yang didudukinya dan tidak kehilangan status sebagai Pegawai ASN.
9.
Organisasi
Pegawai ASN yang
berstatus PNS dapat membentuk Asosiasi Korps Pegawai ASN
RI yang bersifat
non-kedinasan, sedangkan pegawai ASN yang berstatus Pegawai Pemerintah dapat
membentuk Serikat Pegawai Pemerintah.
10. Penyelesaian Sengketa
Sengketa Pegawai
ASN diselesaikan melalui upaya administratif dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.
Sumber: Naskah Akademik RUU ASN, Komisi II
DPR-RI, draft 25 Mei 2011.