Senin, 31 Maret 2014

Inovasi Kota Bandung



Saya merasa sangat beruntung menjadi moderator pada ceramah Walikota Bandung, Ridwan Kamil, pada program Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan 38, tanggal 26-3-2014 yang lalu. Saya sungguh tidak menyangka dalam kurun waktu yang sangat singkat, hanya sekitar 6 bulan, ternyata beliau sudah membuat perubahan yang amat banyak dan cukup mendasar untuk kota dan warga Bandung. Meskipun saya sudah mengamati kiprah walikota muda ini dari media cetak, namun yang saya dengarkan sore itu benar-benar jauh melampaui harapan saya. Saking hebatnya ide-ide inovatif yang dilakukan, diakhir diskusi saya memberi atribut Bandung sebagai smart innovation, dan julukan bagi Ridwan Kamil sebagai the real innovator. Uraian dibawah ini menjelaskan mengapa saya berani memberi atribut dan julukan itu.

Beliau menjelaskan bahwa pada saat dilantik menjadi Walikota, beliau “diwarisi” 300 masalah perkotaan dengan sisa anggaran yang minim karena beliau dilantik pada bulan September 2013. Ini adalah tantangan pertama yang ternyata dijawab secara amat cerdas dengan melakukan terobosan-terobosan yang tidak terjadi di periode kepemimpinan walikota sebelum-sebelumnya. Strategi pertama adalah dengan mengembangkan networking. Beliau menggandeng KPK untuk pencegahan tindak pidana korupsi, hingga akhirnya Bandung ditetapkan sebagai kota pertama anti gratifikasi. Beliau juga mengajak UKP4 dalam penanganan pengaduan dan pelaporan melalui mekanisme LAPOR, sehingga setiap pengaduan masyarakat dapat diketahui dengan cepat serta dapat dimonitor penanganan dan tindak lanjutnya. PT. Telkom-pun dilibatkan untuk membangun konsep e-Kelurahan, yakni sebuah sistem aplikasi yang digunakan untuk melakukan proses pembuatan dokumen di kelurahan. Program ini ditargetkan telah diterapkan di 151 kelurahan dalam 30 kecamatan di Kota Bandung pada Maret 2014. Kementerian PU juga tidak luput dari bidikan Ridwan Kamil, sehingga akhirnya mengalokasikan dana Rp 30 milyar untuk penataan sisi Sungai Cikapundung. Kondisi sungai yang selama ini nampak kotor dan kumuh disulap menjadi taman-taman yang asri. Seolah tidak ingin tertinggal, BJB (Bank Jabar Banten) turut berpartisipasi dalam pemberian seragam dan hadiah dalam event bersepeda bersama walikota. Semua itu bisa dilakukan tanpa dukungan APBD Kota Bandung secara signifikan. Saking pentingnya networking ini, Ridwan menegaskan bahwa networking is everything.

Strategi kedua adalah dengan melakukan revolusi teknik berkomunikasi. Ridwan Kamil memaksimalkan keberadaan social media seperti Twitter dan Facebook dalam menjalin interaksi dengan warganya. Melalui Twitter, warga juga bisa mengeluh tentang segala sesuatu, misalnya jalanan kota yang berlobang. Segera setelah menerima pengaduan, sang walikota langsung menerjunkan Unit Reaksi Cepat tambal jalan, tanpa harus melalui proses pengadaan barang dan jasa yang rumit dan panjang seperti biasanya. Respon kilat terhadap pengaduan ini bisa terjadi karena Pemkot Bandung melakukan inovasi dalam hal kedisiplinan anggaran, sehingga penambalan jalan sudah bisa dilakukan di bulan-bulan awal tahun berjalan, tidak menumpuk di triwulan akhir sebagaimana terjadi selama ini. Banyak lagi aspirasi dan pengaduan masyarakat Bandung yang bisa ditangani secara cepat berkat jasa Twitter ini. Begitu pula di Facebook, Ridwan menggalang semangat altruisme warga dengan membentuk relawan-relawan sosial, seperti relawan biopori, relawan pemungut sampah, dan sebagainya. Ridwan seperti menyadari betul bahwa warga Bandung itu baik-baik dan menginginkan kebaikan, hanya menunggu ada orang yang mau mengambil inisiatif dan mau sedikit repot untuk menggerakkan mereka.

Strategi ketiga adalah dengan mengadopsi praktek-praktek terbaik di tempat lain untuk dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Hal yang paling menyolok mata adalah kehadiran bus Bandros (Bandung tour on bus), bus tingkat dua dengan desain klasik berwarna merah. Konsep bus wisata dalam kota ini mengadopsi hal sama di kota London. Sementara bus-bus Damri bergambar binatang-binatang langka seperti Badak Jawa mengadopsi bus-bus di Jepang bergambar Hello Kitty. Dari Brazil, Ridwan terinspirasi membuat lahan-lahan kosong dan taman-taman kota dengan rumput yang bagus sebagaimana rumput lapangan sepakbola. Menurutnya, kunci mengapa Brazil mampu menghasilkan pemain-pemain sepakbola terbaik tingkat dunia adalah karena anak-anak yang bermain bola di kampung-kampung, di pinggiran sungai atau di lahan-lahan sempit, bermain seperti di lapangan bola yang sebenarnya. Selanjutnya dari Australia, diadopsi sistem pembuangan sampah dengan menyediakan kantong-kantong plastik/fiber yang memisahkan sampah organik dan non-organik. Intinya, apapun yang dilihat dari pengalaman negara lain harus dapat diambil sebagai lesson learned untuk perbaikan negeri sendiri. Inilah salah satu prinsip utama dalam manajemen inovasi. Sadar akan pentingnya perspektif diluar lingkungan diri sendiri, Ridwan menyarankan kita semua untuk memperbanyak traveling, karena traveling is investing.

Strategi yang tidak kalah cerdas adalah upaya mengeksploitasi nilai-nilai lokal atau local wisdom. Sebagai contoh, karena masyarakat masih percaya dengan konsep “hari-hari baik”, maka program yang diinisiasipun disesuaikan dengan hari-hari tersebut. Konkritnya, setiap hari Senin dan Kamis diadakah program naik bus Damri gratis bagi anak sekolah. Hari Selasa adalah hari tidak merokok (non-smoking day). Hari Rabu adalah waktunya nyunda, atau berpakaian dan berbicara dalam adat Sunda. Rapat-rapat resmi dan seminarpun harus dilakukan dalam bahasa Sunda. Kamis, selain gratis naik Damri, juga hari berbahasa Inggris. Jumat adalah hari olahraga dengan bersepeda gembira. Adapun Sabtu adalah harinya pada seniman dan penggiat budaya untuk unjuk aksi dalam hari festival. Selain itu semua, Ridwan juga mengadakan acara nobar (nonton bareng) dengan masyarakat. Modalnya hanya VCD dan layar lebar. Ketika masyarakat sudah banyak berkumpul, kemudian pak Wali datang ditengah acara menyampaikan pesan-pesan khusus, dan kemudian acarapun dilanjutkan kembali. Selain menjalin keakraban, pesan yang tersampaikan juga lebih efektif diterima publik dalam situasi informal seperti “layar tancap” seperti itu. Ridwan sadar betul bahwa salah satu karakter dasar urang Sunda adalah ngariung mumpulung (berkumpul), sehingga keunggulan budaya ini diutilisasi untuk tujuan yang lebih terstruktur demi kemanfaatan warga yang lebih luas.

Strategi yang lebih berbasis pendekatan akademis adalah bahwa semua inovasi dilakukan atas dasar kajian/riset dan memiliki rujukan teori yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketika Ridwan mengembangkan taman-taman tematik seperti Taman Pustaka Bunga, Taman Musik, Taman Fotografi, Taman Jomblo, dan seterusnya, itu terkait dengan Index Kebahagiaan manusia. Menurut Ridwan, kebahagiaan masyarakat itu bisa diukur dengan tiga indikator, yakni apakah ia tersenyum setiap hari, apakah ia disapa oleh teman/saudaranya setiap hari, dan apakah ia menemukan hal-hal baru setiap harinya. Nah, keberadaan taman-taman itu adalah untuk memenuhi ketiga indikator tersebut. Taman-taman tadi adalah proyek kebahagiaan yang digagas pak walikota. Faktanya, taman-taman tadi bukan sekedar taman, karena desain yang diciptakanpun sangat unik dan menarik. Dengan latar pendidikan arsiteknya, tidak aneh jika Ridwan Kamil merancang taman yang tidak sekedar indah, namun juga artistik, sebagaimana dapat dilihat pada Taman Jomblo.  Pendekatan akademis juga nampak dari pilihan Ridwan untuk memperkuat desentralisasi dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 100 juta untuk setiap RW. Demikian pula, anggaran Kecamatan akan dinaikkan dua kali lipat dari yang ada sekarang. Ini semua mencerminkan keberpihakan Pemkot Bandung yang dipersonifikasikan oleh seorang Ridwan Kamil kepada masyarakat.

Inisiatif besar lainnya yang digagas Ridwan Kamil adalah moratorium pembangunan kawasan Bandung Utara. Wilayah yang diperuntukkan sebagai daerah resapan dan wilayah pengangga (buffer zone) Kota Bandung itu, saat ini sudah penuh dengan villa-villa dan hotel mewah. Keberanian menolak proposal para pengusaha, jelas sebuah langkah berani yang membawa angina segar bagi mayoritas warga Bandung. Ridwan juga berencana mengembangkan pembangunan kearah timur, yakni dengan mengusulkan pembentukan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Gede Bage. Bahkan kantor walikotapun akan dipindahkan ke wilayah ini, sehingga wilayah Jalan Merdeka dan sekitarnya akan sepenuhnya berfungsi sebagai wilayah konservasi peningggalan sejarah dan perdagangan. Gede Bage ini dalam mimpi seorang Ridwal Kamil akan menjadi Silicon Valley-nya Indonesia.

Disamping hal-hal tersebut diatas, Ridwan Kamil juga bermain dengan kata-kata. Jika diulang-ulang, sebuah kata yang mengandung pesan akan merasuk dalam alam bawah sadar dan diharapkan akan menjelma menjadi perilaku kolektif. Inilah yang dimaksud dengan anchoring atau penjangkaran. Kata-kata baru yang mulai dibiasakan antara lain adalah “Bandung kita, tanggungjawab kita” dan “Your city is your responsibility”.

Saya yakin, masih banyak kejutan yang akan dihasilkan Ridwan Kamil. Beliau masih memiliki waktu panjang untuk mengubah wajah Bandung yang compang-camping saat ini. Dan dengan berbagai terobosan yang telah dihasilkan hanya dalam waktu 6 bulan, saya yakin jika Anda semua setuju dengan pendapat saya bahwa inovasi di Bandung bukan sekedar inovasi. namun sebuah inovasi yang cerdas (smart innovation). Sayapun percaya Anda setuju dengan julukan yang saya berikan bagi Ridwan Kamil sebagai the real innovator. Bukankah begitu?

Serpong, 31 Maret 2014.

Jumat, 28 Maret 2014

Kebahagiaan Kecil



Dalam sebuah diskusi di Diklatpim II LAN beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan menjadi moderator untuk Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Beliau menceritakan banyaknya tantangan yang dihadapi dalam 5 (lima) bulan pertama menjadi walikota. Selain diwarisi 300 masalah besar dari walikota sebelumnya, beliau juga menghadapi godaan mulai dari para pelaku usaha yang ingin mendapatkan persetujuan untuk jenis usaha tertentu (perumahan, mall, dan sebagainya), hingga perilaku masyarakat yang kurang mendukung program perubahan yang digagas. Godaan pengusaha itu biasanya terkait iming-iming materi. Namun kang Emil, begitu beberapa orang memanggil Ridwan Kamil, selalu ingat pesan ibundanya bahwa menjadi walikota adalah kesempatan untuk berbuat bagi orang lain, sehingga menjadi walikota pada dasarnya memang tidak ada enaknya. Hanya karena niat kuat untuk beberes atas masalah kota yang begitu banyaklah yang membuat beliau istiqamah melakukan banyak inovasi. Bahkan beliau telah mengukuhkan tekad untuk menjadi “montir” yang turun langsung mengatasi permasalahan di lapangan, pada 2 (dua) tahun pertama periode kepemimpinannya. Pada tahun ketiga dan seterusnya, akan disusun Peraturan Walikota yang mengunci atau membuat permanen metodologi kerja yang diterapkan pada dua tahun sebelumnya.

Sedangkan kendala dari masyarakat umumnya terkait mindset yang belum sejalan dengan visi walikota. Sebagai contoh, ada sekelompok kecil masyarakat yang gemar mengkritik bahkan mendemo Pemerintah Kota, namun tujuan sesungguhnya adalah meminta “proyek”. Ada pula sikap lugu masyarakat yang menaruh sampah rumah tangga di tempat yang bukan semestinya, hanya gara-gara di tempat itu disediakan keranjang sampah yang terbuat dari fiber. Padahal maksud penempatan kantong sampah fiber itu untuk menampung sampah pejalan kaki atau masyarakat yang berkumpul di suatu kerumunan. Akibatnya, petugas kebersihan justru semakin kelabakan dan mempersulit upaya pengumpulan sampah.

Diantara banyaknya tantangan yang begitu besar dan jauhnya rasa nikmat sebagai orang nomor 1 di Bandung, ada sesuatu yang membuat Ridwan Kamil seperti mendapat upah, sehingga impaslah jerih payahnya. Upah itu adalah testimoni warga yang menyampaikan ucapan terima kasih secara tulus karena merasa telah terbantu atau diperhatikan aspirasinya oleh sang walikota. Beliau mengistilahkan sebagai “kebahagiaan-kebahagiaan kecil”. Contoh dari kebahagiaan kecil itu adalah ketika seorang warga yang mengeluh melalui Twitter mengenai jalan berlubang, dan beliau segera merespon dengan menerjunkan Unit Reaksi Cepat Tambal Jalan, esoknya warga tadi kembali men-twit dengan mengucapkan terima kasih atas respon yang begitu cepat. Ada juga seorang ibu yang mengucapkan terima kasih gara-gara anaknya mengajak main ke taman, tidak seperti waktu-waktu sebelumnya yang minta diajak ke mall. Permintaan anak itu berubah karena Bandung sekarang marak dengan taman-taman tematik, seperti taman fotografi, taman musik, taman jomblo, taman pustaka bunga, dan seterusnya. Lantas ada lagi seorang ibu yang berterima kasih karena suaminya mau mengantar ke mall, tidak seperti dulu saat PKL begitu semrawut dan menyulitkan orang mencari parkir.

Mendengarkan leadership experience dari Ridwan Kamil tadi membuat saya termenung dan membenarkan ucapannya, bahwa setiap diri kita mestinya dapat menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang akan memberikan kepuasan dan perasaan bahwa keberadaan kita bermanfaat bagi orang lain. Ketika kita merasa tidak terpuaskan oleh imbalan yang bersifat materi atau finansial, maka carilah kompensasi dari kepuasan batin seperti pengalaman yang ditunjukkan kang Emil. Jepuasan batin itu harganya jauh lebih besar dibanding honorarium atau gaji sebulan. Kepuasan batin itu juga bertahan relatif lebih lama dibanding nominal tertentu, sebab dirasakan bersama oleh kedua belah pihak, baik yang dilayani dan mengekspresikan terima kasihnya maupun bagi yang menerima ucapan terima kasih secara tulus. Kebahagiaan seperti itu juga akan menjadi energi dan penguat diri dalam menghadapi tantangan tugas-tugas lain yang msebagaiungkin saja jauh lebih berat.

Belajar dari ceramah pak Ridwan diatas, saya kemudian mencoba mencari hal-hal kecil yang dapat dikategorikan sebagai “kebahagiaan kecil”. Saya teringat suatu momen saat saya masih bertugas di Samarinda. Sehabis memberikan pelatihan dan konsultasi, seseorang mendatangi saya dan mengucapkan terima kasih secara tulus sembari “memuji” saya bahwa ilmu orang-orang LAN seperti saya itu ibarat sumur yang tidak pernah kering airnya meski ditimba terus-menerus. Ada juga mitra kerja saya yang merasa sangat tertolong ketika saya mengiyakan untuk membantu melaksanakan sebuah penelitian meskipun anggarannya teramat kecil. Lantas, ada lagi seorang penanggungjawab kegiatan yang sudah melewati deadline namun belum mampu menyelesaikan tugasnya. Ketika saya bisa membantunya menyelesaikan tugasnya, nampak sekali matanya berbinar, seolah baru saja terbebas dari ancaman hukuman mati. Mungkin orang-orang yang saya bantu sudah melupakan saya, namun saya akan selalu menjadikan pengalaman masa lalu itu sebagai catatan amal saya terhadap orang lain, yang terus menyemangati saya untuk terus berbuat kebaikan-kebaikan yang lebih banyak lagi.

Saya kemudian melanjutkan penelusuran saya terhadap hal-hal kecil yang membahagiakan meski tidak disertai dengan implikasi finansial. Hal itu antara lain saya peroleh dari komentar atau respon para pembaca tulisan saya, baik yang ada pada laman Facebook maupun Blog saya. Sebagai contoh, atas tulisan saya berjudul “Belenggu Kreativitas”, muncul tanggapan sebagai berikut: “Terima kasih pak, selama ini apa yang aku lakukan kesedihan dalam menentukan hidup, dengan mengharapkan belas kasihan orang lain. Tanpa kusadari, semua itu mempersulit dalam hidupku. Semoga dengan motivasi ini bisa menatap kedepan lebih baik.” Ini adalah sebuah testimoni yang tidak pernah saya sangka, bahwa tulisan yang bagi saya teramat sederhana ternyata mampu membangkitkan motivasi bagi orang lain untuk memperbaiki cara hidupnya.

Sementara tulisan saya berjudul “Cara Sederhana Merangsang Kreativitas”, mendapat dua respon positif berbunyi: 1) Luar biasa tulisan bapak menginspirasi agar kita bisa menjadi aparatur yang kreatif dan selalu berinovasi. Mohon share-nya terus bapak; 2) Wah wah wah, bapak kembali melakukan perbuatan yang sangat terpuji yaitu menambah wawasan saya dan sahabat lain hehehe ... Tepat sekali Presiden RI menandatangani SK Jabatan DIAN karena pilihan Ketua LAN-RI sudah sangat tepat. The right man on the right position. Mohon ijin untuk saya share pak. Saya juga mohon kiranya Bpk berkenan mengirim artikel-artikel, tulisan-artikel Bapak ke email saya. Matur sembah nuwun pak”.

Diantara tulisan yang mendapat tanggapan paling banyak adalah tulisan saya berjudul “Antara Saya dan Pak Desi”. Beberapa komentar itu antara lain:

  • “Tulisan bapak selalu memberi energi positif ... memberi semangat untuk terus belajar, memperbaiki diri dan berdedikasi tinggi terhadap negeri.”
  • “Saya suka dengan bagian ‘disiplin kinerja, bukan disiplin kehadiran’. Well ... tulisan bapak memang mampu mengalirkan semangat-semangat bagi yang membacanya ...”
  • “Tidak hanya sajian tulisan yang sangat indah tapi isinya sangat memberikan keteladanan, motivasi dan inspirasi.”
  • “Cerita bapak ini turut menginspirasi sya. Terima kasih sudah berbagi.”
  • “Sangat inspiratif sekali pak Tri ... Semoga saya bisa mengambil keteladanan dari kisah ini.”
  • “Lanjutkan pak Tri … kami kangen dengan bapak.”
  • “Pak Tri, ini tulisan singkat yang menembus relung hati.”


Masih ada respon-respon terhadap tulisan saya yang lain. Untuk tulisan berjudul “Perang Kebijakan, Korporatokrasi, dan Krisis Negara Kesejahteraan”, saya menerima komentar berbunyi: ”Sangat-sangat like this. Saya share ke teman-teman saya juga pak. Moga-moga membuka cakrawala pikiran sebagai abdi negara maupun warga negara.” Selanjutnya untuk terhadap tulisan berjudul “Meneladani yang Tua”, saya menerima tanggapan berbunyi: “Hari ini saya mencoba membaca dan menyerap tulisan bapak. Luar biasa …” Demikian pula terhadap tulisan saya berjudul “5 Menit yang Menentukan Keberhasilan”, saya menerima respon berbunyi: “Subhanallah luar biasa … sepakat bahwa untuk menghasilkan karya, hasil olah cipta, olah karsa dan olah rasa, dibutuhkan kejelian, termasuk kejelian dalam hal memanfaatkan waktu. Saya banyak belajar dari bapak (salam kenal)”.

Tanpa saya sadari, orang yang belum saya kenalpun bisa mengambil pelajaran dari tulisan-tulisan saya. Saya yang sering berprinsip “asal menulis”, ternyata menghasilkan efek diluar perkiraan dan harapan saya. Jelas fakta-fakta seperti memberikan sebuah energi dan perasaan positif bahwa saya bisa turut mewarnai dan mengubah dunia diluar diri saya sendiri. Hal seperti itu pulalah yang mendorong saya untuk terus menulis. Sebab, semakin banyak tulisan dan karya yang saya hasilkan, makin banyak pula peluang saya untuk memperbaiki dunia tanpa harus saya ketahui dimana kejadiannya, siapa yang mendapat manfaat, dan dalam bentuk apa perubahan itu terjadi.

Tentu, saya ingin menghimbau para pembaca tulisan saya untuk melakukan sesuatu yang kita yakini sebagai sebuah kebajikan, sekecil apapun itu. Kita akan menemukan kebahagiaan kecil dari aktivitas yang kita lakukan. Selain memberikan energi positif bagi kita, itu juga adalah ladang pahala buat bekal kita kelak menghadap Sang Khaliq Allah SWT.

Serpong, 28 Maret 2014
*Sambil bersantai di rumah, menunggui anak-anak menonton TV*