Sabtu, 14 April 2012

Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya


Dua orang biksu merupakan teman dekat sepanjang hidup mereka. Setelah mereka meninggal, satu terlahir sebagai dewa di sebuah alam surga yang indah, sementara temannya terlahir sebagai seekor cacing di seonggok tahi. 

Sang dewa segera merasa kehilangan kawan lamanya dan bertanya-tanya dimanakah dia terlahir kembali. Dia tidak bisa menemukannya di alam surga yang ditinggalinya, lalu dia pun mencari-cari temannya di alam-alam surga yang lain. Temannya tidak ada disana pula. dengan kekuatan surgawinya, sang dewa mencari temannya di dunia manusia, namun tidak ketemu juga. Pastilah, pikirnya, temanku tidak akan terlahir di alam hewan, tetapi dia memeriksa alam hewan juga, siapa tahu? Masih saja tidak ada tanda-tanda temannya. Lalu, berikutnya, sang dewa mencari ke dunia serangga dan jasad renik, dan … kejutan besar baginya. Dia menemukan temannya terlahir sebagai seekor cacing di dalam seonggok tahi yang menjijikkan! 

Ikatan persahabatan mereka begitu kuat, sampai-sampai melewati batas kematian. Sang dewa merasa dia harus membebaskan kawan lamanya ini dari kelahirannya yang mengenaskan tersebut, entah karma apa yang membawanya kesitu. 

Sang dewa lalu muncul di depan onggokan tahi tersebut dan memanggil. “Hei, cacing! Apakah kamu ingat aku? Kita dahulu sama-sama jadi biksu pada kehidupan sebelumnya dan kamu adalah teman terbaikku. Aku terlahir kembali di alam surga yang menyenangkan, sementara kamu terlahir di tahi sapi yang menjijikkan ini. Tetapi jangan khawatir, karena aku akan membawamu ke surga bersamaku. Ayolah, kawan lama! 

“Tunggu dulu!” kata si cacing. “Apa sih hebatnya alam surga yang kamu ceritakan itu? Aku sangat bahagia disini, bersama tahi yang harum, nikmat dan lezat ini. Terima kasih banyak”. 

“Kamu tidak mengerti!” kata sang dewa, lalu dia melukiskan betapa menyenangkan dan bahagianya berada di alam surga. 

“Apakah disana ada tahi?” Tanya sic acing, to the point.
“Tentu saja tidak ada!” dengus sang dewa. 

“Kalau begitu, aku emoh pergi!” jawab si cacing mantap. “Sudah ya!”. Dan si cacing-pun membenamkan dirinya ke tengah onggokan tahi tersebut. 

Sang dewa berpikir, mungkin kalau si cacing sudah melihat sendiri alam surga itu, barulah dia akan mengerti. Lalu sang dewa menutup hidungnya dan menjulurkan tangannya ke dalam tahi itu, mencari-cari si cacing. Begitu ketemu, dia menariknya. 

“Hei, jangan ganggu aku!” teriak si cacing. “Tolooong! Darurat! Aku diculiiiik” cacing kecil yang licin itu menggeliat dan meronta sampai terlepas, lalu kembali menyelam ke onggokan tahi untuk bersembunyi. 

Sang dewa yang baik hati ini kembali merogohkantangannya ke dalam tahi, dapat, dan mencoba menariknya keluar sekali lagi. Nyaris bisa keluar, tetapi karena si cacing berlumuran lender dan terus menggeliat membebaskan diri, akhirnya terlepas lagi untuk kesekian kalinya, dan bersembunyi makin dalam lagi di dalam tahi. Seratus delapan kali sang dewa mencoba mengeluarkan cacing malang itu dari onggokan tahinya, namun si cacing begitu melekat dengan tahi kesayangannya, sehingga dia terus meloloskan diri. 

Akhirnya, sang dewa menyerah dan kembali ke surga, meninggalkan si cacing bodoh di dalam onggokan kotoran kesayangannya. 

Sumber: Ajahn Brahm, 2009, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya: 108 Cerita Pembuka Pintu Hati, Awareness Publication.

Jumat, 06 April 2012

J a g u n g


Seorang wartawan mewawancarai seorang petani untuk mengetahui rahasia di balik buah jagungnya yang selama bertahun-tahun selalu berhasil memenangkan kontes perlombaan hasil pertanian. Petani itu mengaku ia sama sekali tidak mempunyai rahasia khusus karena ia selalu membagi-bagikan bibit jagung terbaiknya pada tetangga-tetangga di sekitar perkebunannya. 

"Mengapa anda membagi-bagikan bibit jagung terbaik itu pada tetangga-tetangga anda? Bukankah mereka mengikuti kontes ini juga setiap tahunnya?" tanya sang wartawan. 

"Tak tahukah anda?," jawab petani itu. "Bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari bunga-bunga yang masak dan menebarkannya dari satu ladang ke ladang yang lain. Bila tanaman jagung tetangga saya buruk, maka serbuk sari yang ditebarkan ke ladang saya juga buruk. Ini tentu menurunkan kualitas jagung saya. Bila saya ingin mendapatkan hasil jagung yang baik, saya harus menolong tetangga saya mendapatkan jagung yang baik pula." 

Begitu pula dengan hidup kita. Mereka yang ingin meraih keberhasilan harus menolong tetangganya menjadi berhasil pula. Mereka yang menginginkan hidup dengan baik harus menolong tetangganya hidup dengan baik pula. Nilai dari hidup kita diukur dari kehidupan-kehidupan yang disentuhnya. 

Sumber: Anonim.

Pohon Tua


Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya. Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu. 

Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang. Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi. 

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh. Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini? Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering. 

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.  

"Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, .ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt...cericirit...cittt, suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu...dua...tiga...dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon. Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. 

Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar. Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.  

Teman, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Allah memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Allah, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di tebak, namun, yakinlah, Allah Maha Tahu yang terbaik buat kita. Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati.  

Saat Allah memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Allah, sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Allah tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Allah, sedang menguji kesabaran yang dimiliki. Teman, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Allah, selalu bersama orang-orang yang sabar. 

Sumber: Unknown (Anonim)

B e n i h


Suatu ketika, ada sebuah pohon yang rindang. Dibawahnya, tampak dua orang yang sedang beristirahat. Rupanya, ada seorang pedagang bersama anaknya yang berteduh disana. Tampaknya mereka kelelahan sehabis berdagang di kota. Dengan menggelar sehelai tikar, duduklah mereka dibawah pohon yang besar itu. 

Angin semilir membuat sang pedagang mengantuk. Namun, tidak demikian dengan anaknya yang masih belia. "Ayah, aku ingin bertanya..." terdengar suara yang mengusik ambang sadar si pedagang.  

"Kapan aku besar, Ayah? Kapan aku bisa kuat seperti Ayah, dan bisa membawa dagangan kita ke kota? 

"Sepertinya", lanjut sang bocah, "aku tak akan bisa besar. Tubuhku ramping seperti Ibu, berbeda dengan Ayah yang tegap dan berbadan besar. Kupikir, aku tak akan sanggup memikul dagangan kita jika aku tetap seperti ini." Jari tangannya tampak mengores-gores sesuatu di atas tanah.  

Lalu, ia kembali melanjutkan, "Bilakah aku bisa punya tubuh besar sepertimu, Ayah? 

Sang Ayah yang awalnya mengantuk, kini tampak siaga. Diambilnya sebuah benih, di atas tanah yang sebelumnya di kais-kais oleh anaknya. Diangkatnya benih itu dengan ujung jari telunjuk. Benda itu terlihat seperti kacang yang kecil, dengan ukuran yang tak sebanding dengan tangan pedagang yang besar-besar. Kemudian, ia pun mulai berbicara. 

"Nak, jangan pernah malu dengan tubuhmu yang kecil. Pandanglah pohon besar tempat kita berteduh ini. Tahukah kamu, batangnya yang kokoh ini, dulu berasal dari benih yang sekecil ini. Dahan, ranting dan daunnya, juga berasal dari benih yang Ayah pegang ini. Akar-akarnya yang tampak menonjol, juga dari benih ini. Dan kalau kamu menggali tanah ini, ketahuilah, sulur-sulur akarnya yang menerobos tanah, juga berasal dari tempat yang sama. 

Diperhatikannya wajah sang anak yang tampak tertegun. "Ketahuilah Nak, benih ini menyimpan segalanya. Benih ini menyimpan batang yang kokoh, dahan yang rindang, daun yang lebar, juga akar-akar yang kuat. Dan untuk menjadi sebesar pohon ini, ia hanya membutuhkan angin, air, dan cahaya matahari yang cukup. Namun jangan lupakan waktu yang membuatnya terus bertumbuh. Pada mereka semualah benih ini berterima kasih, karena telah melatihnya menjadi mahluk yang sabar. 

"Suatu saat nanti, kamu akan besar Nak. Jangan pernah takut untuk berharap menjadi besar, karena bisa jadi, itu hanya butuh ketekunan dan kesabaran". Terlihat senyuman di wajah mereka. Lalu keduanya merebahkan diri, meluruskan pandangan ke langit lepas, membayangkan berjuta harapan dan impian dalam benak. Tak lama berselang, keduanya pun terlelap dalam tidur, melepaskan lelah mereka setelah seharian bekerja.
* * *

Jangan pernah merasa malu dengan segala keterbatasan. Jangan merasa sedih dengan ketidaksempurnaan. Karena Allah, menciptakan kita penuh dengan keistimewaan. Dan karena Allah, memang menyiapkan kita menjadi mahluk dengan berbagai kelebihan. 

Mungkin suatu ketika, kita pernah merasa kecil, tak mampu, tak berdaya dengan segala persoalan hidup. Kita mungkin sering bertanya-tanya, kapan kita menjadi besar, dan mampu menggapai semua impian, harapan dan keinginan yang ada dalam dada. Kita juga bisa jadi sering membayangkan, bilakah saatnya berhasil? Kapankah saat itu akan datang? 

Teman, kita adalah layaknya benih kecil itu. Benih yang menyimpan semua kekuatan dari batang yang kokoh, dahan yang kuat, serta daun-daun yang lebar. Dalam benih itu pula akar-akar yang keras dan menghujam itu berasal. Namun, akankah Allah membiarkan benih itu tumbuh besar, tanpa alpa dengan bantuan tiupan angin, derasnya air hujan, dan teriknya sinar matahari?  

Begitupun kita, akankah Allah membiarkan kita besar, berhasil, dan sukses, tanpa pernah merasakan ujian dan cobaan? Akankah Allah lupa mengingatkan kita dengan hembusan angin "masalah", derasnya air "ujian" serta teriknya matahari "persoalan"? Tidak Teman. Karena Allah Maha Tahu, bahwa setiap hamba-Nya akan menemukan jalan keberhasilan, maka Allah akan tak pernah lupa dengan itu semua. 

Jangan pernah berkecil hati. Semua keberhasilan dan kesuksesan itu telah ada dalam dirimu. 

Sumber: Anonim.

Filosofi Akar


Akar dalam struktur pepohonan menempati posisi paling strategis dan utama. Nyaris semua bagian pepohonan menggantungkan keberlangsungan hidupnya pada akar : batang, dahan, ranting, daun terlebih lagi buah. Bahkan proses lahirnya suatu tanaman yang bermula dari sebuah biji, sebelum membentuk bagian yang lain, yang pertamakali terbentuk adalah akar.  

Demikian pula dalam proses pertumbuhannya hingga menghasilkan buah. Akar adalah ujung tombaknya. Saripati tanah sebagai makanan yang akan diproses lebih lanjut tidak bisa tidak harus melalui akar dahulu. Jika akar ini sehat maka bisa dipastikan proses berikutnya akan berjalan normal. Namun sebaliknya, sesubur apapun tanah yang didiami, manakala struktur utama ini bermasalah, bisa dipastikan efeknya dapat berpengarug pada proses selanjutnya. Dan kemungkinan terburuk adalah berakhirnya keberlangsungan hidupnya.  

Dari akar ini akan terbentuk batang pohon yang kuat, dahan, ranting, serta dedaunan asri yang sejuk dipandang mata. Dan yang paling dinanti tentu saja bunga yang indah dan buah-buahan yang segar lagi menyehatkan. Pernahkan kita memperhatikan aneka warna bunga yang merekah dan memancarkan keindahannya? Pernahkah kita perhatikan rumah kecil dengan sederetan pepohonan dan aneka bunga menghiasi halamannya? Kesan yang timbul tentu kesejukan serta kenyamanan, bukan kecil dan sempitnya rumah itu.  

Sesungguhnya akarlah yang menjadikan pohon tegak dan hidup, akan tetapi ia tersembunyi didalam tanah, tidak terlihat oleh manusia. Ia rela semua mata manusia kagum dan menyukai bagian yang lainnya, entah batang kayunya yang kuat atau buahnya yang lezat. Akarlah yang bersusah payah merambat ke segala arah tak kenal kering serta tandusnya tanah di musim kemarau, mencari makanan demi tegak dan hidupnya sang pohon. Ia tidak pernah mengeluh lantaran merasa capek berpuluh-puluh meter mengais saripati tanah, lantas kesal dan -mogok kerja-. Apalagi minta -pensiun-. Biarlah tersembunyi di dalam tanah asalkan bisa memberikan yang terbaik bagi yang ada di permukaan tanah. Itulah prinsip akar.  

Begitulah Allah SWT mencontohkan keikhlasan sejati pada manusia melalui salah satu ciptaan-Nya. Akan tetapi sedikit sekali manusia yang mengambil fenomena alam ini sebagai pelajaran dalam mengayuh biduk di tengah samudra kehidupan. Sebagian orang lebih mengutamakan ketenaran sehingga membangun amal yang diliputi hiruk pikuk publikasi dan gaung kemasyhuran. Tidak lagi mengedepankan prinsip perjuangan dan pengorbanan. Segala yang ia lakukan hanya untuk memberikan yang berbaik bagi dirinya sendiri, tanpa peduli dengan yang lain. Padahal Allah swt menghendaki manusia mengikuti karakter pohon keimanan, akarnya menghunjam ke dalam bumi, batangnya menjulang tinggi ke langit dan memberikan buah yang lezat bagi siapa saja. (QS. Ibrahim : 24-25). 

Sungguh mustahil tanpa akar yang menghujam kuat ke bumi akan menghasilkan buah yang berkualitas tinggi, karena badai dan topan akan mudah melumatkannya sebelum proses pembuahan terjadi. Dalam kehidupan manusia memberi arti bahwa suatu amal yang berangkat dari niat yang tidak ikhlas mustahil akan memperoleh hasil baik dan memuaskan. Kalaupun membawa keusuksesan maka itu bersifat semu dan membawa kemudharatan lebih besar dari maslahatnya. Niat yang terkonatmimnasi dengan polusi hawa nafsu akan merusak amal, mengotori jiwa, melemahkan barisan dan menggagalkan pahala.  

Sumber: Anonim.

Kisah Faith, si Anjing Cacat


Ada seekor anjing, namanya Faith. Ia lahir sehari sebelum Natal 2002. Pada waktu lahir, Faith memiliki 3 kaki: 2 kaki belakang, dan 1 kaki depan. Satu kaki depannya akhirnya diamputasi karena bentuknya kecil & tidak berkembang.

Sejak dilahirkan, Faith tidak dapat berjalan selayaknya anjing normal, dia hanya bisa terbaring lemah diatas lantai, dan menggerakkan tubuhnya dengan cara mengayuh dengan kedua kaki belakangnya.

Majikannya berpikir Faith tidak akan bisa bertahan hidup, bahkan membiarkannya mati. Untungnya, ada keluarga Stringfellow menemukan Faith dan rela untuk merawatnya. Mereka bertekad untuk melatih Faith menjadi seekor anjing yg dapat berjalan. Keluarga ini memberinya nama Faith (Keyakinan). Mereka YAKIN akan ada suatu hari dimana Faith dapat berjalan!

Pertama, mereka meletakkan Faith diatas sebuah skateboard agar dapat merasakan badannya bergerak. Kemudian mereka menggunakan selai kacang yg diletakkan di sebuah sendok untuk memancingnya agar mau melompat dan merebut selai kacang tsb. Di keluarga itu juga terdapat seekor anjing lain yg memaksa Faith untuk mau bergerak. Keajaiban pun terjadi, Faith perlahan-lahan dapat menggunakan kedua kaki belakangnya dengan gerakan melompat untuk bergerak maju. Dengan latihan terus menerus, Faith akhirnya dapat berjalan dengan kedua kaki selayaknya seorang manusia, dan proses latihan ini hanya membutuhkan waktu tidak sampai 6 bulan.

Sekarang Jude Stringfellow (majikan Faith) tidak perlu lagi melatih Faith, karena telah merencanakan untuk membawa Faith pergi ke seluruh dunia untuk menyebarkan pesan: Tidak memiliki tubuh yang sempurna, juga dapat memiliki jiwa yang sempurna!

Manusia kadang mengalami hal-hal di dalam hidupnya yang tidak sesuai harapannya. Kadang, kita perlu merubah pikiran kita agar dapat merubah suasana hati kita.

Semoga artikel cerita ini dapat membawa suasana hati yang baru kepada teman-teman semuanya, menggunakan hati yang bersyukur dan puas untuk melewati setiap hari yang kita lewati dengan indah. Jangan pernah berhenti untuk mengembangkan kemampuan diri kita. 

Sumber: Anonim

Kisah Seekor Anak Kerang


Pada suatu petang yg sendu, seekor anak kerang di dasar laut datang mengaduh kepada induknya. Sebutir pasir tajam bagai sembilu, memasuki tubuhnya yg merah dan lembek. ”Anakku”, kata sang ibu sambil mencucurkan air mata, ”Tuhan tidak memberikan kepada kita – bangsa kerang – sebuah tanganpun, sehingga ibu tidak bisa menolongmu. Sakit sekali, ibu tahu anakku. Namun terimalah itu sebagai takdir alam. Jadi, kuatkanlah hatimu, nak. Jangan lagi terlalu lincah. Kerahkan semangatmu untuk melawan rasa ngilu itu. Tegarkan jiwamu untuk menanggung nyeri yg menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yg bisa engkau perbuat, anakku,” bujuk ibunya dengan lembut namun pilu.

Si anak kerang itupun mencoba menuruti nasihat ibunya. Ada hasilnya memang, namun perih-pedih tetap saja tak alang kepalang. Kadang, di tengah erang kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Namun, tak ada pilihan lain. Ia terus bertahan. Dan dengan banyak air mata, ia berusaha tegar, mengukuhkan hati, menguatkan jiwa, berbulan-bulan lamanya.

Tanpa disadarinya, sebutir mutiara mulai terbentuk di dagingnya. Makin lama makin halus. Kian lama kian bulat. Dan rasa sakitpun mulai berkurang. Mutiara itu semakin menjadi. Kini, bahkan rasa sakitnya pun terasa biasa. Dan ketika masanya tiba, sebutir mutiara besar dan mengkilap akhirnya terbentuk sempurna. Si anak kerang berhasil mengubah pasir menjadi mutiara. Deritanya berubah menjadi mahkota kemuliaan. Air matanya kini menjadi harta yg sangat berharga.  

Sumber: Jansen Sinamo, 2005, Dari Pasir Menjadi Mutiara, Kisah si Anak Kerang yang Membalut Pasir Penderitaan Menjadi Mutiara Kemuliaan

Transformasi Seekor Elang


Elang merupakan jenis unggas yg berumur paling lama, dapat mencapai 70 tahun. Tapi untuk mencapai umur itu, seekor Elang harus membuat keputusan besar pada umurnya yg ke-40. Saat berumur 40 tahun ini, cakarnya mulai menua, paruh menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dada. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga menyulitkan saat terbang.

Saat itu, ia hanya memiliki 2 pilihan: menunggu kematian, atau menjalani proses transformasi yg menyakitkan selama 150 hari. Saat melakukan transformasi itu, ia harus berusaha keras terbang ke puncak gunung untuk membuat sarang di tepi jurang. Ia tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.

Pertama, ia harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruhnya terlepas dari mulutnya, dan kemudian menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yg baru itu, ia mencabuti satu per satu cakar-cakarnya, dan ketika cakar baru sudah tumbuh, ia akan mencabuti bulu badannya satu demi satu. Sebuah proses panjang yg teramat menyakitkan …

5 bulan kemudian, bulu-bulu yang baru tumbuh sempurna. Ia mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, ia mulai menjalani 30 tahun kehidupannya barunya dengan penuh energi !!

Mengapa Beruang Tumbuh Besar?


Seekor beruang yang bertubuh besar sedang menunggu seharian dengan sabar di tepi sungai deras. Waktu itu memang tidak sedang musim ikan. Sejak pagi ia berdiri di sana mencoba meraih ikan yang meloncat keluar air. Namun, tak satu juga ikan yang berhasil ia tangkap. Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya... hup... ia dapat menangkap seekor ikan kecil. Ikan yang tertangkap menjerit-jerit ketakutan. 

Si ikan kecil itu meratap pada sang beruang, "Wahai beruang, tolong lepaskan aku."
"Mengapa," tanya sang beruang.

"Tidakkah kau lihat, aku ini terlalu kecil, bahkan bisa lolos lewat celah-celah gigimu," rintih sang ikan.
"Lalu kenapa?" tanya beruang lagi.

"Begini saja, tolong kembalikan aku ke sungai. Setelah beberapa bulan aku akan tumbuh menjadi ikan yang besar. Di saat itu kau bisa menangkapku dan memakanku untuk memenuhi seleramu," kata ikan.
"Wahai ikan, kau tahu mengapa aku bisa tumbuh begitu besar?" tanya beruang.

"Mengapa?" ikan balas bertanya sambil menggeleng-geleng kepalanya.
"Karena aku tak pernah menyerah walau sekecil apa pun keberuntungan yang telah tergenggam di tangan!" jawab beruang sambil tersenyum mantap.

"Ops!" teriak sang ikan. 

Dalam hidup, kita diberi banyak pilihan dan kesempatan. Namun jika kita tidak mau membuka hati dan mata kita untuk melihat dan menerima kesempatan yang Tuhan berikan maka kesempatan itu akan hilang begitu saja. Dan hal ini hanya akan menciptakan penyesalan yang tiada guna di kemudian hari, saat kita harus berucap : "Ohhh....Andaikan aku tidak menyia2kan kesempatan itu dulu...?" 

Maka bijaksanalah pada hidup, hargai setiap detil kesempatan dalam hidup kita. Disaat sulit, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki keadaan; disaat sedih, selalu ada kesempatan untuk meraih kembali kebahagiaan; disaat jatuh selalu ada kesempatan untuk bangkit kembali; dan dalam kesempatan untuk meraih kembali yang terbaik untuk hidup kita. Bila kita setia pada perkara yang kecil maka kita akan mendapat perkara yang besar. Bila kita menghargai kesempatan yang kecil, maka ia akan menjadi sebuah kesempatan yang besar.

Sumber: Anonim

Kisah Seekor Burung Pipit


Ketika musim kemarau baru saja mulai, seekor Burung Pipit mulai merasakan tubuhnya kepanasan, lalu mengumpat pada lingkungan yang dituduhnya tidak bersahabat. Dia lalu memutuskan untuk meninggalkan tempat yang sejak dahulu menjadi habitatnya, terbang jauh ke utara yang konon kabarnya, udaranya selalu dingin dan sejuk. 

Benar, pelan pelan dia merasakan kesejukan udara, makin ke utara makin sejuk, dia semakin bersemangat memacu terbangnya lebih ke utara lagi. Terbawa oleh nafsu, dia tak merasakan sayapnya yang mulai tertempel salju, makin lama makin tebal, dan akhirnya dia jatuh ke tanah karena tubuhnya terbungkus salju. 

Sampai ke tanah, salju yang menempel di sayapnya justru bertambah tebal. Si Burung pipit tak mampu berbuat apa apa, menyangka bahwa riwayatnya telah tamat. Dia merintih menyesali nasibnya. Mendengar suara rintihan, seekor Kerbau yang kebetulan lewat datang menghampirinya. Namun si Burung kecewa mengapa yang datang hanya seekor Kerbau, dia menghardik si Kerbau agar menjauh dan mengatakan bahwa makhluk yang tolol tak mungkin mampu berbuat sesuatu untuk menolongnya. 

Si Kerbau tidak banyak bicara, dia hanya berdiri, kemudian kencing tepat diatas burung tersebut. Si Burung Pipit semakin marah dan memaki maki si Kerbau. Lagi-lagi Si kerbau tidak bicara, dia maju satu langkah lagi, dan mengeluarkan kotoran ke atas tubuh si burung. Seketika itu si Burung tidak dapat bicara karena tertimbun kotoran kerbau. Si Burung mengira lagi bahwa mati tak bisa bernapas. 

Namun perlahan lahan, dia merasakan kehangatan, salju yang embeku pada bulunya pelan pelan meleleh oleh hangatnya tahi kerbau, dia dapat bernapas lega dan melihat kembali langit yang cerah. Si Burung Pipit berteriak kegirangan, bernyanyi keras sepuas puasnya-nya. 

Mendengar ada suara burung bernyanyi, seekor anak kucing menghampiri sumber suara, mengulurkan tangannya, mengais tubuh si burung dan kemudian menimang nimang, menjilati, mengelus dan membersihkan sisa-sisa salju yang masih menempel pada bulu si burung. Begitu bulunya bersih, Si Burung bernyanyi dan menari kegirangan, dia mengira telah mendapatkan teman yang ramah dan baik hati. Namun apa yang terjadi kemudian, seketika itu juga dunia terasa gelap gulita bagi si Burung, dan tamatlah riwayat si Burung Pipit ditelan oleh si Kucing.

Dari kisah ini, banyak pesan moral yang dapat dipakai sebagai pelajaran:

·         Halaman tetangga yang nampak lebih hijau, belum tentu cocok buat kita.
·         Baik dan buruknya penampilan, jangan dipakai sebagai satu satunya ukuran.
·         Apa yang pada mulanya terasa pahit dan tidak enak, kadang kadang bisa berbalik membawa hikmah yang menyenangkan, dan demikian pula sebaliknya.
·         Ketika kita baru saja mendapatkan kenikmatan, jangan lupa dan jangan terburu nafsu, agar tidak kebablasan.
·         Waspadalah terhadap Orang yang memberikan janji yang berlebihan.

Sumber: A Legend of a little sparrow

Pelajaran Sang Angsa


Kalau anda tinggal di negara 4 musim, maka pada musim gugur, akan terlihat rombongan angsa terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin. Angsa-angsa tersebut terbang dengan formasi berbentuk huruf "V". Kita akan melihat beberapa fakta ilmiah tentang mengapa rombongan angsa tersebut terbang dengan formasi "V".  

FAKTA:
Saat setiap burung mengepakkan sayapnya, hal itu memberikan "daya dukung" bagi burung yang terbang tepat dibelakangnya. Ini terjadi karena burung yang terbang di belakang tidak perlu bersusah-payah untuk menembus 'dinding udara' di depannya. Dengan terbang dalam formasi "V", seluruh kawanan dapat menempuh jarak terbang 71 % lebih jauh daripada kalau setiap burung terbang sendirian.  

PELAJARAN:
Orang-orang yang bergerak dalam arah dan tujuan yang sama serta saling membagi dalam komunitas mereka dapat mencapai tujuan mereka dengan lebih cepat dan lebih mudah. Ini terjadi karena mereka menjalaninya dengan saling mendorong dan mendukung satu dengan yang lain.  

FAKTA:
Kalau seekor angsa terbang keluar dari formasi rombongan, ia akan merasa berat dan sulit untuk terbang sendirian. Dengan cepat ia akan kembali ke dalam formasi untuk mengambil keuntungan dari daya dukung yang diberikan burung di depannya.  

PELAJARAN:
Kalau kita memiliki cukup logika umum seperti seekor angsa, kita akan tinggal dalam formasi dengan mereka yang berjalan didepan. Kita akan mau menerima bantuan dan memberikan bantuan kepada yang lainnya. Lebih sulit untuk melakukan sesuatu seorang diri daripada melakukannya bersama-sama.

FAKTA:
Ketika angsa pemimpin yang terbang di depan menjadi lelah, ia terbang memutar ke belakang formasi, dan angsa lain akan terbang menggantikan posisinya.  

PELAJARAN:
Adalah masuk akal untuk melakukan tugas-tugas yang sulit dan penuh tuntutan secara bergantian dan memimpin secara bersama. Seperti halnya angsa, manusia saling bergantung satu dengan lainnya dalam hal kemampuan, kapasitas, dan memiliki keunikan dalam karunia, talenta atau sumber daya lainnya.  

FAKTA:
Angsa-angsa yang terbang dalam formasi ini mengeluarkan suara riuh-rendah dari belakang untuk memberikan semangat kepada angsa yang terbang di depan sehingga kecepatan terbang dapat dijaga.  

PELAJARAN:
Kita harus memastikan bahwa suara kita akan memberikan kekuatan. Dalam kelompok yang saling menguatkan, hasil yang dicapai menjadi lebih besar. Kekuatan yang mendukung (berdiri dalam satu hati atau nilai-nilai utama dan saling menguatkan)  adalah kualitas suara yang kita cari. Kita harus memastikan bahwa suara kita akan  menguatkan dan bukan melemahkan.  

FAKTA:
Ketika seekor angsa menjadi sakit, terluka, atau ditembak jatuh, dua angsa lain akan ikut keluar dari formasi bersama angsa tersebut dan mengikutinya terbang turun untuk membantu dan melindungi. Mereka tinggal dengan angsa yang jatuh itu sampai ia mati atau dapat terbang lagi. Setelah itu mereka akan terbang dengan kekuatan mereka sendiri atau dengan membentuk formasi lain untuk mengejar rombongan mereka.  

PELAJARAN:
Kalau kita punya perasaan, setidaknya seperti seekor angsa, kita akan tinggal bersama sahabat dan sesama kita dalam saat-saat sulit mereka, sama seperti ketika segalanya baik!

Teman, kita memang bukan angsa, tapi kita bisa belajar dari logika umum & perasaan mereka, semoga fakta & pelajaran ini bisa bermanfaat untuk kita semua. 

Sumber: Anonim

Keberanian Kupu-Kupu


Ketika berjalan kaki menyusuri sebuah jalur kecil di samping pepohonan di Georgia, saya melihat sebuah genangan air di depan saya. Saya mengambil keputusan untuk mengitarinya pada bagian yang tidak becek. Sewaktu saya menghampiri genangan itu, tiba-tiba saya diserang! Saya tidak menghindar karena serangan itu begitu tiba-tiba dan dating dari sumber yang sangat tak terduga. 

Saya terkejut namun tidak terluka sekalipun sudah diserang empat atau lima kali. Saya mundur selangkah dan penyerang saya berhenti menyerang. Penyerang itu melayang di udara; dia adalah seekor kupu-kupu dengan sayapnya yang indah. Seandainya saya terluka saya tidak akan menganggap kejadian itu menakjubkan. Tentu saja saya tidak terluka, dan saya tertawa melihatnya. Seekor kupu-kupu menyerang saya! 

Setelah berhenti tertawa, saya melangkah maju lagi. Penyerang saya kembali menyerang saya. Ia menabrakkan dirinya pada dada saya, menyerang saya berkali-kali dengan segenap kekuatannya, berusaha mendorong saya. Untuk kedua kalinya, saya mundur selangkah sementara kupu-kupu itu berhenti. Lalu saya maju lagi, dan dia pun kembali menyerang. Saya diserang pada dada saya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan kecuali mundur lagi. Lagipula, tidak setiap hari saya bisa mengalah bertarung dengan seekor kupu-kupu.  

Kali ini, saya mundur beberapa langkah ke arah lain untuk melihat mengapa kupu-kupu itu menyerang saya. Dia terbang merendah dan kemudian mendarat di tanah kering di samping genangan air tadi. Saat itulah saya menyadari mengapa dia tadi menyerang saya. Kupu-kupu itu mendarat dekat seekor kupu-kupu lain yang kemungkinan adalah pasangannya, dan pasangannya itu sedang sekarat. Berdiam di dekat pasangannya, kupu-kupu itu membuka dan menutup sayapnya seolah-olah untuk mengipasinya. Saya hanya dapat mengagumi kasih dan keberanian kupu-kupu itu untuk menjaga pasangannya. Kupu-kupu itu berani menyerang saya demi hidup pasangannya, sekalipun sudah jelas bahwa pasangannya sebentar lagi akan mati dan saya begitu besar untuk dihadapi. Dia melakukan hal itu agar pasangan mendapatkan sedikit perpanjangan waktu untuk hidup, karena jika tidak saya sudah akan menginjaknya tadi. 

Sekarang saya tahu untuk siapa dan mengapa ia bertaruh nyawa seperti itu. Cuma ada satu pilihan bagi saya. Perlahan-lahan saya mengambil jalur yang lain, sekalipun jalur itu sangat becek dan berlumpur. Keberanian kupu-kupu itu untuk menyerang sesuatu yang ribuan kali lebih besar dan lebih berat dari dirinya sendiri demi keamanan pasangannya telah menggugah hati saya. Saya tidak dapat melakukan hal yang lain kecuali memilih jalan yang kotor dan membiarkan kupu-kupu itu menemani pasangannya yang tengah sekarat. Dia layak untuk menghabiskan waktu-waktu terakhir bersama pasangannya tanpa diganggu oleh saya. Setelah meninggalkan mereka, saya membersihkan sepatu saya yang kotor dan segera menuju ke mobil. 

Sejak saat itu, saya selalu berusaha untuk mengingat keberanian kupu-kupu itu setiap kali saya melihat masalah menghadapi saya. Saya menggunakan keberanian kupu-kupu itu sebagai inspirasi dan untuk mengingatkan saya bahwa hal-hal yang baik patut untuk diperjuangkan sekuat tenaga. 

Sumber: Sebuah kisah nyata tentang Keberanian dan Kasih oleh David L. Kuzminski

Pelajaran Sang Keledai


Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Sementara si petani, sang pemiliknya, memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun karena berbahaya. Jadi tidak berguna menolong si keledai. Ia mengajak tetangganya untuk membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah kedalam sumur. 

Ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia meronta-ronta. Tetapi kemudian, ia menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang melihatnya. Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. 

Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu. Si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, namun si keledai juga terus menguncangkan badannya dan kemudian melangkah naik. Si keledai akhirnya bias meloncat dari sumur dan kemudian melarikan diri.

Renungan :
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepada kita, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari "sumur" (kesedihan dan masalah) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati kita) dan melangkah naik dari "sumur" dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.
Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari "sumur" yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah. Guncangkanlah hal-hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik.

Visi Seekor Siput


Di suatu hari di awal musim semi, seekor siput memulai perjalanannya memanjat sebuah pohon ceri. Beberapa ekor burung di sekitar pohon itu melihat sang siput dengan pandangan aneh.

"Hei, siput tolol," salah seekor dari mereka mencibir, "pikirmu kemana kamu akan pergi?".
"Mengapa kamu memanjat pohon itu?" berkata yang lain, "Di atas sana tidak ada buah ceri."
"Pada saat saya tiba di atas," kata si siput, "Pohon cerinya akan berbuah."  

Renungan:
Hanya mereka yang berpandangan jauhlah yang melihat keabadian di balik kekosongan. Sedangkan mereka yang awam melihat kekosongan sebagai kesia-siaan.