Jumat, 06 April 2012

Filosofi Akar


Akar dalam struktur pepohonan menempati posisi paling strategis dan utama. Nyaris semua bagian pepohonan menggantungkan keberlangsungan hidupnya pada akar : batang, dahan, ranting, daun terlebih lagi buah. Bahkan proses lahirnya suatu tanaman yang bermula dari sebuah biji, sebelum membentuk bagian yang lain, yang pertamakali terbentuk adalah akar.  

Demikian pula dalam proses pertumbuhannya hingga menghasilkan buah. Akar adalah ujung tombaknya. Saripati tanah sebagai makanan yang akan diproses lebih lanjut tidak bisa tidak harus melalui akar dahulu. Jika akar ini sehat maka bisa dipastikan proses berikutnya akan berjalan normal. Namun sebaliknya, sesubur apapun tanah yang didiami, manakala struktur utama ini bermasalah, bisa dipastikan efeknya dapat berpengarug pada proses selanjutnya. Dan kemungkinan terburuk adalah berakhirnya keberlangsungan hidupnya.  

Dari akar ini akan terbentuk batang pohon yang kuat, dahan, ranting, serta dedaunan asri yang sejuk dipandang mata. Dan yang paling dinanti tentu saja bunga yang indah dan buah-buahan yang segar lagi menyehatkan. Pernahkan kita memperhatikan aneka warna bunga yang merekah dan memancarkan keindahannya? Pernahkah kita perhatikan rumah kecil dengan sederetan pepohonan dan aneka bunga menghiasi halamannya? Kesan yang timbul tentu kesejukan serta kenyamanan, bukan kecil dan sempitnya rumah itu.  

Sesungguhnya akarlah yang menjadikan pohon tegak dan hidup, akan tetapi ia tersembunyi didalam tanah, tidak terlihat oleh manusia. Ia rela semua mata manusia kagum dan menyukai bagian yang lainnya, entah batang kayunya yang kuat atau buahnya yang lezat. Akarlah yang bersusah payah merambat ke segala arah tak kenal kering serta tandusnya tanah di musim kemarau, mencari makanan demi tegak dan hidupnya sang pohon. Ia tidak pernah mengeluh lantaran merasa capek berpuluh-puluh meter mengais saripati tanah, lantas kesal dan -mogok kerja-. Apalagi minta -pensiun-. Biarlah tersembunyi di dalam tanah asalkan bisa memberikan yang terbaik bagi yang ada di permukaan tanah. Itulah prinsip akar.  

Begitulah Allah SWT mencontohkan keikhlasan sejati pada manusia melalui salah satu ciptaan-Nya. Akan tetapi sedikit sekali manusia yang mengambil fenomena alam ini sebagai pelajaran dalam mengayuh biduk di tengah samudra kehidupan. Sebagian orang lebih mengutamakan ketenaran sehingga membangun amal yang diliputi hiruk pikuk publikasi dan gaung kemasyhuran. Tidak lagi mengedepankan prinsip perjuangan dan pengorbanan. Segala yang ia lakukan hanya untuk memberikan yang berbaik bagi dirinya sendiri, tanpa peduli dengan yang lain. Padahal Allah swt menghendaki manusia mengikuti karakter pohon keimanan, akarnya menghunjam ke dalam bumi, batangnya menjulang tinggi ke langit dan memberikan buah yang lezat bagi siapa saja. (QS. Ibrahim : 24-25). 

Sungguh mustahil tanpa akar yang menghujam kuat ke bumi akan menghasilkan buah yang berkualitas tinggi, karena badai dan topan akan mudah melumatkannya sebelum proses pembuahan terjadi. Dalam kehidupan manusia memberi arti bahwa suatu amal yang berangkat dari niat yang tidak ikhlas mustahil akan memperoleh hasil baik dan memuaskan. Kalaupun membawa keusuksesan maka itu bersifat semu dan membawa kemudharatan lebih besar dari maslahatnya. Niat yang terkonatmimnasi dengan polusi hawa nafsu akan merusak amal, mengotori jiwa, melemahkan barisan dan menggagalkan pahala.  

Sumber: Anonim.

2 komentar:

Dyah Ayu Nurinda Shabrina mengatakan...

Makasih infonya :)

http://nurindas.blogspot.com/

Tri Widodo W Utomo mengatakan...

makasih byk link-nya, mbak ayu asin ... semoga silaturahmi terus terjalin & meningkatkan kualitas hidup kita. salam semangat selalu!