DIAN adalah singkatan dari Deputi Inovasi Administrasi Negara. Unit kerja Eselon 1 ini dibentuk tahun 2013 melalui Peraturan Presiden No. 57/2013 tentang LAN. Adalah Prof. Agus Dwiyanto, Kepala LAN 2012-2015, yang memiliki visi strategis untuk mendorong dan mempercepat inovasi sektor publik di Indonesia. Sayangnya, pada waktu itu belum ada institusi yang secara khusus bertugas memberikan fasilitasi dan meningkatkan kapasitas berinovasi bagi jajaran pemerintahan, khususnya di daerah. Maka, beliau mengambil inisiatif dengan mengusulkan unit kerja baru kepada Wakil Presiden Budiono. Gayung bersambut, gagasan itu justru telah lama ditunggu oleh pemerintah, sehingga usulan pak Agus diterima tanpa keberatan sedikitpun.
Sebagai unit kerja baru, tentu tidak bisa langsung berlari kencang. Di bulan-bulan awal DIAN disibukkan untuk merancang program yang mampu mengungkit kesadaran berinovasi di kalangan ASN. Salah satu program yang mendapatkan animo sangat besar adalah Laboratorium Inovasi, sebuah inisiatif advokasi yang terdiri atas 5 tahap, yakni Drum-up, Diagnose, Design, Deliver, dan Display (pada perjalanannya dikembangkan menjadi 6D dengan menambahkan Documentation). Program ini bertujuan untuk membangkitkan willingness to innovate, sekaligus meningkatkan ability to innovate. Mekanisme yang dilakukan adalah dengan pendekatan inside-out, dalam arti ide inovasi yang akan dikelola menjadi produk pembaharuan dalam tata kelola pemerintahan maupun pelayanan publik, harus lahir dari pejabat/instansi yang ingin berinovasi tersebut. Pendampingan dari DIAN (outside-in) hanya bersifat stimulatif, semacam inkubasi atau pengeraman untuk mematangkan sebuah gagasan. Itulah sebabnya, proses kreatif ini membentuk pola co-production atau co-creation.
Diluar dugaan, sambutan Pemda sangat luar biasa. Tahun 2015 yang merupakan uji coba di 4 daerah dan sepenuhnya dibiayai LAN, pada tahun 2016 melonjak 300 persen menjadi 13 daerah, dengan pembiayaan sebagian besar oleh daerah. Tahun 2017 meningkat lagi menjadi 20 daerah, dan tahun 2018 menjadi 30 daerah yang didampingi (rencana tahun 2019 masih ada 30-an daerah baru yang akan dibina). Jumlah inovasinya-pun meningkat cukup signifikan. Berturut-turut pada periode 2015-2018 dihasilkan inovasi sebanyak 281, 1541, 1767, dan 3462 inovasi, sehingga total ide/produk inovasi yang dihasilkan sebanyak 7051.
Capaian angka-angka diatas sudah cukup sebagai ilustrasi membaiknya kesadaran dan kemampuan berinovasi di kalangan pemerintah. Adanya berbagai penghargaan kepada daerah yang inovatif, seperti dari Kementerian Dalam Negeri (IGA Award), Kemenpan RB (Sinovik), UNPSA (Public Service Award), Majalah Sindo (Kepala Daerah Inovatif), Apeksi-Apkasi (Entrepreneur Award), LAN (Inagara Award) dan sebagainya, semakin meneguhkan pandangan bahwa kondisi inovasi hingga akhir tahun 2018 sudah sangat berbeda dibanding 5 tahun sebelumnya.
Atas dasar progres yang exponensial tersebut, saya pribadi sering menyatakan bahwa DIAN tidak perlu terlalu lama dipertahankan. Estimasi saya, 10 tahun adalah batas paling lama eksistensi DIAN. Lebih dari itu justru bisa dianggap sebagai sebuah kegagalan karena tidak mampu mendinamisasi sektor publik dengan pelangi inovasi yang berwarna-warni di setiap penjuru negeri. Cara berpikir seperti ini saya yakini berlaku juga untuk intitusi lain seperti KPK, BNN, BNPT, BRG, dan seterusnya. Mereka seyogyanya memiliki estimasi target waktu kapan mandat/tugas bisa diselesaikan sehingga kelembagaan yang bersifat adhoc tidak perlu diubah menjadi permanen.
Dalam perkembangannya, menjelang akhir tahun 2018 lahirlah Peraturan Presiden No. 79/2018 tentang LAN yang meleburkan DIAN dan DKK (Deputi Kajian Kebijakan) menjadi satu. Fungsi inovasi tidak lagi dijalankan oleh unit Eselon 1, melainkan hanya oleh 1 Pusat (Eselon 2), yakni Pusat Inovasi Administrasi Negara (sebut saja PIAN). Perubahan struktur juga berimplikasi pada rotasi pegawai yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi SDM cukup drastis. Pegawai yang sudah menguasai substansi inovasi dan mahir menyusun instrumen inovasi (video, infografis, rencana aksi, dan lain-lain), berganti dengan mereka yang sebagian belum pernah sekalipun mempelajari inovasi.
Salah satu kawan saya berujar: situasinya menjadi seperti Pertamina, dimana seorang petugas pengisi BBM selalu mengatakan “Mulai dari Nol, ya pak ...” Tentu ini hanyalah guyonan saja, karena mutasi dan rotasi adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah organisasi. Meskipun ada ancaman terjadinya stagnasi kinerja dalam jangka pendek, namun kita harus lebih melihat masa depan, bahwa setiap pegawai memiliki hak yang sama untuk maju, bahwa setiap pegawai memiliki potensi yang harus dikembangkan di tempat berbeda.
Namun dalam situasi transisi ini harus diakui bahwa guyonan tadi tidak sepenuhnya keliru. Tantangan PIAN jauh lebih berat, bukan hanya untuk melayani mitra daerah yang semakin banyak dan semakin menuntut kualitas yang lebih baik, tetapi juga untuk melakukan konsolidasi internal dan penyiapan tim kerja baru. Apalagi sejak tahun 2018 DIAN sudah merencanakan program baru bernama villagepreneurship, sebuah platform baru untuk mengakselerasi inovasi di tingkat akar rumput. Sebagai sebuah program baru yang belum teruji, jelas membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi dari segenap jajaran PIAN. Program villagepreneurship ini benar-benar akan dilakukan dari nol pada tahun 2019 ini, sama seperti program Laboratorium Inovasi pada awal tahun 2014.
Meskipun saya menyadari sepenuhnya bahwa tantangan PIAN saat ini sangat berat, bahkan lebih berat dibanding tantangan DIAN tahun 2014, namun saya meyakini sepenuhnya bahwa dengan niat tulus untuk mengabdi pada ibu pertiwi, kerja keras dan determinasi yang tinggi, kesiapan untuk terus belajar dan berani menanggung kemungkinan kegagalan, serta semangat kolaborasi dengan berbagai pihak, akan menjadi garansi bahwa yang akan terjadi adalah cerita keberhasilan. Saya berkali-kali mengingatkan teman-teman bahwa dibalik kesulitan selalu ada dua kali kemudahan, bahwa niat baik akan menuntun kepada orang-orang baik yang siap mengulurkan bantuan, bahwa hasil akhir tidak akan mengkhianati ikhtiar dan kesungguhan dalam menunaikan tugas.
Pengalaman 5 tahun bekerja bersama dalam rumah DIAN telah memberi banyak wisdom bagi Laskar Inovasi bahwa masalah dan kesulitan bukan untuk dihindari melainkan untuk dilewati, bahwa segala sesuatu itu tidak mungkin sebelum kita membuktikan sebaliknya, bahwa kerjasama dan saling percaya adalah fondasi yang paling kokoh untuk bangunan apapun. Pelajaran ini pulalah yang saya harapkan mampu membesarkan hati PIAN untuk melewati 2019 dengan optimisme sepenuh hati.
Terima kasih DIAN, Selamat berjuang PIAN …
Jakarta, 29 Januari 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar