Ide
ini muncul saat saya sedang menulis artikel ringan di dalam perjalanan ke
kantor dengan bis Trans BSD. Pada saat yang sama, tiba-tiba saya merasakan
ingin BAB (buang air besar) alian beol alias
ee.
Saya
merasakan, betapa tersiksanya kita ketika ingin BAB namun berada pada tempat
yang tidak tepat. Rasanya ingin segera sampai di tujuan dan segera jongkok
untuk menuntaskan hajat. Hati bergemuruh, pikiran tidak tenang, dan bahasa ubuh
kita-pun kacau. Dengan sekuat tenaga kita menahan agar kotoran dalam tubuh kita
tidak keluar di sembarang tempat, bahkan sekedar angin busuk-pun kita coba
tahan sekuat mungkin agar tidak keluar dan mencemari udara yang ber-AC. Tapi
apa yang terjadi setelah selesai BAB? Rasanya plooong … nikmaaat, seolah kita baru terbebas dari beban berat yang
menggelayuti pundak kita. Urat saraf dan otot-otot kendur kembali, rileks
seolah kita habis menikmati suasana desa yang tenang, sejuk, dan damai. Pikiran
menjadi tenang, emosi terkendali, dan hidup seolah menjadi normal kembali.
Begitu luar biasanya efek sebuah aktivitas “jorok” bernama BAB.
Nah,
situasi yang sama juga kita hadapi saat ada ide yang menumpuk dalam otak kita
menunggu penyaluran. Ide yang belum tertuang dalam tulisan akan terus
“memberontak” dan “meloncat-loncat” dalam otak, yang membuat kita sulit tidur.
Ide yang masih liar itu juga menyita energi besar untuk terus mengingat agar
tidak hilang sewaktu-waktu. Itulah sebabnya Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah
memerintahkan untuk mengikat ilmu dengan cara menuliskannya. Artinya, ide yang
tidak tertulis tidak akan pernah menjadi ilmu. Kehilangan ide sendiri merupakan
sebuah kehilangan yang tidak ternilai harganya. Saya sering mengatakan kepada
teman-teman bahwa ide original yang dimiliki seseorang adalah bentuk hidayah
Tuhan YMK. Karena sifat ke-Maha Adil-an NYA, maka setiap orang akan mendapat
ide (baca: hidayah) yang berbeda-beda. Maka, hanya orang bodoh dan tidak
bersyukurlah yang tega menyia-nyiakan ide tadi.
Namun
… ketika sebuah tulisan selesai, bagaimanapun kualitasnya, rasanya kita
mendapat windfall atau rejeki nomplok
yang begitu besar. Harta kekayaan kita terasa bertambah, karena memang ilmu
hakekatnya adalah harta yang jauh lebih bermakna dibanding uang atau wujud
materi lainnya. Ilmu adalah ilmu yang tidak pernah habis meski dibagi
berkali-kali, justru akan semakin berlipat ganda. Bahkan ilmu yang dibagi juga
akan mendatangkan pahala bagi pemiliknya dan bagi yang membagikannya.
Saat-saat
sebuah tulisan mencapai huruf-huruf terakhirnya, saat itulah badan terasa
semakin ringan, jiwa terasa melayang, rasa capek dan ngantuk menghilang, dan
dunia terasa terang, dan hidup seakan mudah. Bayangkan efek seperti itu jika
terus terulang, saya yakin akan menjadi obat mujarab atas segala penyakit fisik
dan mental. Sebagaimana BAB yang merupakan mekanisme detoksifikasi zat-zat
beracun dalam tubuh, tulisan juga mengeliminasi zat-zat yang membebani pikiran.
Selain itu, saya juga sering mengatakan kepada teman-teman bahwa menulis itu
adalah bentuk aktualisasi diri seseorang. Semakin banyak tulisan yang kita
hasilkan, akan semakin kuat aktualisasi dan rasa percaya diri seseorang.
Maka
… rutinlah BAB dan sering-seringlah menulis, karena ini sehat untuk jiwa dan
raga kita semua. Percayalah!
Jakarta,
19 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar