Kita semua tentu pernah mendengar
istilah promotor tinju. Seorang promotor seperti Don King atau Bob Arum tugas
utamanya adalah menggelar pertandingan tinju lengkap dengan seluruh tetek bengek-nya, dari tempat
pertandingan, urusan iklan dan keamanan, sponsor dan pendanaan, dan sebagainya.
Sang petinju dan calon lawannya hanya mengikuti skenario yang sudah diatur oleh
si promotor. Selain di dunia tinju, tentu kita juga sering mendengar istilah
promotor dalam dunia pendidikan. Tugasnya adalah memberikan bimbingan,
bahan-bahan bacaan, hingga fasilitas tertentu jika diperlukan, demi
keberhasilan anak bimbingannya meraih gelar akademik terhormat, yakni Doktor.
Nah, inovasi-pun sangat membutuhkan
promotor dan program-program promosi. Mengapa demikian? Menurut Jean-Eric Aubert
dalam tulisannya berjudul Promoting
Innovation in Developing Countries: A Conceptual Framework (Policy Research
Working Paper 3554, World Bank, 2005), iklim inovasi di negara berkembang terhambat
oleh kelemahan dalam hal pencapaian tingkat pendidikan (levels of educational attainment), lingkungan bisin (business environment), serta kurangnya
infrastruktur informasi (lack of
information infrastructure). Karena kelemahan dalam ketiga hal tersebut,
maka disimpulkan bahwa innovation systems
in developing countries are poorly constructed and very fragmented. Inilah kira-kira
alasan paling mendasar mengapa promosi sangat dibutuhkan oleh negara berkembang
termasuk Indonesia. Masalahnya, masih menurut World Bank, institusi publik di
negara berkembang berjumlah sangat banyak dan cenderung over-crowded, sehingga menyulitkan upaya promosi inovasi. Kalaupun ada
lembaga yang bertugas melakukan promosi, biasanya kurang memadai dan kurang
fleksibel dalam mendorong entrepreneurship
di kalangan sektor publik.
Keseluruhan situasi seperti
inilah yang menjadikan sistem inovasi terperangkap dalam keseimbangan rendah (low equilibrium trap). Cirinya, rendahnya
kualitas dan kuantitas riset, serta keraguan tentang relevansi riset terhadap
perbaikan kebijakan dan iklim ekonomi secara nasional. Pada gilirannya, situasi
ini akan kembali menjadi faktor yang menyulitkan upaya untuk mempromosikan
inovasi. Inilah barangkali lingkaran setan (vicious
circle) dalam promosi inovasi.
Untuk konteks Indonesia, selain
telah terbentuk Komite Inovasi Nasional, sejak akhir 2013 telah terbentuk
Kedeputian di LAN yang bertugas mengembangkan inovasi bidang administrasi
negara. Namun sebagaimana sinyalemen World Bank diatas, lembaga promotor
inovasi di negara berkembang cenderung kurang memadai dari segi kapasitas
maupun sarana prasarana yang dimiliki untuk mempromosikan inovasi. Akibatnya,
tugas promosi bisa saja gagal jika tidak dilakukan upaya yang seimbang untuk
mengembangkan kapasitas dari lembaga promotor ini. Itulah sebabnya, kebutuhan capacity building menjadi sangat urgen
baik dalam konteks petugas pelaksananya, penguasaan dan aplikasi metodologinya,
maupun kapasitas organisasinya.
Sementara lupakan kebutuhan akan
pengembangan kapasitas tadi, dan mari kembali kepada topik utama kita tentang
promosi inovasi. Pertanyaan pokok yang harus dijawab adalah, bagaimana
melakukan promosi itu, dan apa indikator bahwa program promosi inovasi sudah
dapat mencapai tujuannya?
Saya yakin tidak ada cara,
teknik, atau metode baku dalam promosi inovasi. Penyebaran informasi tentang
inovasi di suatu tempat agar diketahui oleh banyak orang, boleh dikatakan
sebagai upaya promosi yang paling sederhana. Harapannya, dengan penyebaran informasi
tadi akan menimbulkan inspirasi bagi pihak lain untuk dapat mengadopsi inovasi
yang telah terjadi di daerah/tempat lain. Maka, bertambahnya pengetahuan
tentang inovasi dan jangkauan penyebaran informasi tentang inovasi adalah
indikator pertama tentang keberhasilan promosi. Pada skala yang lebih tinggi,
munculnya kesadaran dan keinginan untuk mengadopsi atau melakukan inovasi
adalah juga indikator yang menunjukkan bekerjanya fungsi promosi dengan baik.
Promosi inovasi yang lebih
strategis tentu saja seperti yang dilakukan oleh promotor tinju atau promotor
disertasi, yakni mengantarkan petimjunya atau mahasiswa bimbingannya memenangkan
pertandingan atau menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik. Dalam kaitan ini,
promosi inovasi dikatakan berhasil jika benih/inisiatif inovasi dapat
diadvokasi hingga menjadi inovasi yang terimplementasikan, atau jika suatu
daerah/lembaga yang belum mampu berinovasi menjadi mampu untuk menghasilkan dan
mengelola inovasi, atau jika sebuah inovasi bisa diadopsi atau direplikasi di
tempat lain. Singkatnya, promosi inovasi bertujuan membangun kapasitas untuk berinovasi.
Indikatornya adalah jumlah inovasi yang diadvokasi, jumlah inovasi baru yang
diaplikasikan, jumlah instansi/daerah yang melakukan dan/atau memiliki inovasi
baru, dan jumlah inovasi yang berhasil direplikasikan di tempat lain. Program yang
bisa dilakukan untuk mencapai indikator itu antara lain adalah inkubasi dan
replikasi, Dengan kata lain, inkubasi dan replikasi adalah strategi untuk
melakukan promosi inovasi.
Program-program promosi sebagaimana
saya sebutkan diatas pada dasarnya sejalan dengan apa yang dilakukan oleh WIPO
(World Intellectual Property Organization)
dalam mempromosikan inovasi. Beberapa upaya mereka mencakup hal-hal sebagai
berikut:
- creating and upgrading innovation support structures and networks and related services;
- providing assistance and long-term training for officials working in the fields of innovation promotion, technology and innovation management and related activities;
- organizing workshops and training programs on innovation promotion services;
- promoting information sharing among inventors, innovators and inventors' associations through organizing international symposiums on topics related to inventors' activities;
- assisting national and international organizers of invention exhibitions in rewarding creative talent through the ongoing development and promotion of WIPO Awards;;
- enhancing the importance, advantages and use of the intellectual property system for small and medium enterprises;
- providing training and assistance for on-line and state-of-the-art searches carried out in patent document collections and on-line databases.
Tugas-tugas promosi inovasi diatas,
terutama yang berkaitan dengan inkubasi dan replikasi sangatlah berat. Beragam karakteristik
dan substansi inovasi, mungkin saja membutuhkan pola inkubasi dan replikasi
yang berbeda pula. Disinilah kapasitas instansi atau seorang promotor sangat
dituntut. Atas dasar ini, saya mengidankan adanya desain training inovasi secara umum untuk membekali dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan inovasi, kemudian ada lagi training substansi inovasi seperti teknik inkubasi inovasi atau
teknik replikasi inovasi. Selain beberapa training
itu, saya mencitakan juga adanya training
of trainers’ khusus untuk calon promotor inovasi. Jika memungkinkan adanya short course di luar negeri untuk
mempelajari hal-hal tersebut, tentu akan sangat membantu upaya mengembangkan
desain pelatihan dan kurikulumnya, disamping meningatkan kapasitas dari peserta
short course itu sendiri.
Jika tugas promosi yang berat
tadi bisa dilaksanakan secara optimal, maka akan banyak sekali banfaat (benefit) yang diperoleh, dari percepatan
pelayanan publik, perbaikan kualitas kinerja sektor publik, hingga peningkatan
pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Itulah indikator makro
keberhasilan promosi inovasi. dan mengingat begitu pentingnya promosi inovasi, maka
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa urgensi dan nilai strategis dari promosi
inovasi itu sama dengan inovasi itu sendiri.
Serpong, 19 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar