Kamis, 17 April 2014

Promosi Inovasi



Kita semua tentu pernah mendengar istilah promotor tinju. Seorang promotor seperti Don King atau Bob Arum tugas utamanya adalah menggelar pertandingan tinju lengkap dengan seluruh tetek bengek-nya, dari tempat pertandingan, urusan iklan dan keamanan, sponsor dan pendanaan, dan sebagainya. Sang petinju dan calon lawannya hanya mengikuti skenario yang sudah diatur oleh si promotor. Selain di dunia tinju, tentu kita juga sering mendengar istilah promotor dalam dunia pendidikan. Tugasnya adalah memberikan bimbingan, bahan-bahan bacaan, hingga fasilitas tertentu jika diperlukan, demi keberhasilan anak bimbingannya meraih gelar akademik terhormat, yakni Doktor.

Nah, inovasi-pun sangat membutuhkan promotor dan program-program promosi. Mengapa demikian? Menurut Jean-Eric Aubert dalam tulisannya berjudul Promoting Innovation in Developing Countries: A Conceptual Framework (Policy Research Working Paper 3554, World Bank, 2005), iklim inovasi di negara berkembang terhambat oleh kelemahan dalam hal pencapaian tingkat pendidikan (levels of educational attainment), lingkungan bisin (business environment), serta kurangnya infrastruktur informasi (lack of information infrastructure). Karena kelemahan dalam ketiga hal tersebut, maka disimpulkan bahwa innovation systems in developing countries are poorly constructed and very fragmented. Inilah kira-kira alasan paling mendasar mengapa promosi sangat dibutuhkan oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Masalahnya, masih menurut World Bank, institusi publik di negara berkembang berjumlah sangat banyak dan cenderung over-crowded, sehingga menyulitkan upaya promosi inovasi. Kalaupun ada lembaga yang bertugas melakukan promosi, biasanya kurang memadai dan kurang fleksibel dalam mendorong entrepreneurship di kalangan sektor publik.

Keseluruhan situasi seperti inilah yang menjadikan sistem inovasi terperangkap dalam keseimbangan rendah (low equilibrium trap). Cirinya, rendahnya kualitas dan kuantitas riset, serta keraguan tentang relevansi riset terhadap perbaikan kebijakan dan iklim ekonomi secara nasional. Pada gilirannya, situasi ini akan kembali menjadi faktor yang menyulitkan upaya untuk mempromosikan inovasi. Inilah barangkali lingkaran setan (vicious circle) dalam promosi inovasi.

Untuk konteks Indonesia, selain telah terbentuk Komite Inovasi Nasional, sejak akhir 2013 telah terbentuk Kedeputian di LAN yang bertugas mengembangkan inovasi bidang administrasi negara. Namun sebagaimana sinyalemen World Bank diatas, lembaga promotor inovasi di negara berkembang cenderung kurang memadai dari segi kapasitas maupun sarana prasarana yang dimiliki untuk mempromosikan inovasi. Akibatnya, tugas promosi bisa saja gagal jika tidak dilakukan upaya yang seimbang untuk mengembangkan kapasitas dari lembaga promotor ini. Itulah sebabnya, kebutuhan capacity building menjadi sangat urgen baik dalam konteks petugas pelaksananya, penguasaan dan aplikasi metodologinya, maupun kapasitas organisasinya.

Sementara lupakan kebutuhan akan pengembangan kapasitas tadi, dan mari kembali kepada topik utama kita tentang promosi inovasi. Pertanyaan pokok yang harus dijawab adalah, bagaimana melakukan promosi itu, dan apa indikator bahwa program promosi inovasi sudah dapat mencapai tujuannya?

Saya yakin tidak ada cara, teknik, atau metode baku dalam promosi inovasi. Penyebaran informasi tentang inovasi di suatu tempat agar diketahui oleh banyak orang, boleh dikatakan sebagai upaya promosi yang paling sederhana. Harapannya, dengan penyebaran informasi tadi akan menimbulkan inspirasi bagi pihak lain untuk dapat mengadopsi inovasi yang telah terjadi di daerah/tempat lain. Maka, bertambahnya pengetahuan tentang inovasi dan jangkauan penyebaran informasi tentang inovasi adalah indikator pertama tentang keberhasilan promosi. Pada skala yang lebih tinggi, munculnya kesadaran dan keinginan untuk mengadopsi atau melakukan inovasi adalah juga indikator yang menunjukkan bekerjanya fungsi promosi dengan baik.

Promosi inovasi yang lebih strategis tentu saja seperti yang dilakukan oleh promotor tinju atau promotor disertasi, yakni mengantarkan petimjunya atau mahasiswa bimbingannya memenangkan pertandingan atau menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik. Dalam kaitan ini, promosi inovasi dikatakan berhasil jika benih/inisiatif inovasi dapat diadvokasi hingga menjadi inovasi yang terimplementasikan, atau jika suatu daerah/lembaga yang belum mampu berinovasi menjadi mampu untuk menghasilkan dan mengelola inovasi, atau jika sebuah inovasi bisa diadopsi atau direplikasi di tempat lain. Singkatnya, promosi inovasi bertujuan membangun kapasitas untuk berinovasi. Indikatornya adalah jumlah inovasi yang diadvokasi, jumlah inovasi baru yang diaplikasikan, jumlah instansi/daerah yang melakukan dan/atau memiliki inovasi baru, dan jumlah inovasi yang berhasil direplikasikan di tempat lain. Program yang bisa dilakukan untuk mencapai indikator itu antara lain adalah inkubasi dan replikasi, Dengan kata lain, inkubasi dan replikasi adalah strategi untuk melakukan promosi inovasi.

Program-program promosi sebagaimana saya sebutkan diatas pada dasarnya sejalan dengan apa yang dilakukan oleh WIPO (World Intellectual Property Organization) dalam mempromosikan inovasi. Beberapa upaya mereka mencakup hal-hal sebagai berikut:


  • creating and upgrading innovation support structures and networks and related services;
  • providing assistance and long-term training for officials working in the fields of innovation promotion, technology and innovation management and related activities;
  • organizing workshops and training programs on innovation promotion services;
  • promoting information sharing among inventors, innovators and inventors' associations through organizing international symposiums on topics related to inventors' activities;
  • assisting national and international organizers of invention exhibitions in rewarding creative talent through the ongoing development and promotion of WIPO Awards;;
  • enhancing the importance, advantages and use of the intellectual property system for small and medium enterprises;
  • providing training and assistance for on-line and state-of-the-art searches carried out in patent document collections and on-line databases.


Tugas-tugas promosi inovasi diatas, terutama yang berkaitan dengan inkubasi dan replikasi sangatlah berat. Beragam karakteristik dan substansi inovasi, mungkin saja membutuhkan pola inkubasi dan replikasi yang berbeda pula. Disinilah kapasitas instansi atau seorang promotor sangat dituntut. Atas dasar ini, saya mengidankan adanya desain training inovasi secara umum untuk membekali dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan inovasi, kemudian ada lagi training substansi inovasi seperti teknik inkubasi inovasi atau teknik replikasi inovasi. Selain beberapa training itu, saya mencitakan juga adanya training of trainers’ khusus untuk calon promotor inovasi. Jika memungkinkan adanya short course di luar negeri untuk mempelajari hal-hal tersebut, tentu akan sangat membantu upaya mengembangkan desain pelatihan dan kurikulumnya, disamping meningatkan kapasitas dari peserta short course itu sendiri.

Jika tugas promosi yang berat tadi bisa dilaksanakan secara optimal, maka akan banyak sekali banfaat (benefit) yang diperoleh, dari percepatan pelayanan publik, perbaikan kualitas kinerja sektor publik, hingga peningkatan pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Itulah indikator makro keberhasilan promosi inovasi. dan mengingat begitu pentingnya promosi inovasi, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa urgensi dan nilai strategis dari promosi inovasi itu sama dengan inovasi itu sendiri.

Serpong, 19 April 2014

Tidak ada komentar: