Mungkin terlalu berlebihan jika
dikatakan bahwa dinamika dan arah dunia, serta perilaku milyaran penduduknya,
ternyata dikendalikan hanya oleh beberapa gelintir anak muda. Tapi jika kita
simak kiprah Larry Page dan Sergey Brin, pendiri Google yang sama-sama kelahiran
1973; atau trio Jawed Karim (lahir 1979), Steve Chen (1978), dan Chad Hurley
(1977) penguasa Youtube; atau pencipta Facebook, Mark Zuckerberg yang lahir
tahun 1984; atau tiga serangkai pengembang Twitter yakni Jack Dorsey (1976),
Evan Williams (1972), dan Biz Stone (1974), mungkin kita akan mengangguk-angguk
sebagai tanda setuju atas pernyataan diatas.
Bisakah anda bayangkan seandainya
Yahoo!, Google, Facebook, Youtube, dan Twitter mogok sehari saja? Dunia
pastilah seperti kembali ke masa kegelapan dimana komunikasi antar manusia
terputus, promosi produk terputus, penggalian informasi dan penelusuran berita
melalui search engine juga terputus.
Bahkan hobby meng-upload foto dan mengunggah status juga
tidak bisa dilakukan oleh kalangan anak-anak muda yang sudah terlanjur
menjadikan sosial media tersebut sebagai bagian dari gaya hidupnya. Adakah
manusia di planet ini yang tidak memanfaatkan jasa salah satu diantara mereka?
Jangankan anak-anak SD, kuli bangunan dan penduduk di pelosok pedesaan-pun
sudah mulai terkena virus sosial media ini. Berdasarkan data dari OECD (2014),
dari jumlah penduduk Indonesia sebesar 246,9 juta, ternyata terdapat aplikasi gadget sebanyak 286 juta. Data UKP4 (2014)
juga mengungkapkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia sebagai
penggua Facebook terbanyak dengan jumlah 49.884.160 akun, sementara untuk
pengguna Twitter Indonesia menempati peringkat terbanyak ke-5 di dunia dengan
19,5 juta akun. Kalaupun masih ada yang tidak memiliki akun di jejaring sosial,
pastilah mereka orang yang sangat terbelakang baik secara pendidikan maupun
akses informasi, para manula, buta huruf, atau yang tidak mampu mengambil
manfaat dari fasilitas dunia maya tersebut.
Dengan Facebook dan Twitter, orang bisa
menjalin hubungan dengan teman atau saudaranya yang sudah puluhan tahun
berpisah tanpa diketahui keberadaannya. Dengan Youtube orang bisa mengumumkan
setiap kegiatannya sebagai bentuk akuntabilitasnya. Dengan Youtube pula banyak
asib orang-orang biasa namun tiba-tiba menjadi selebriti karena bakatnya yang
terbaca orang lain. Dengan Google dan Yahoo, apa yang tidak bisa kita ketahui?
Beragam ilmu pengetahuan tersedia disana, komunikasi real time bisa dilakukan kapan saja, dan bahkan kitapun bisa
melihat kota-kota di berbagai belahan dunia melalui Google Earth. Kepandaian
manusia bisa ditingkatkan dengan cepat, demikian pula transaksi antar manusia
dan antar negara bisa dijembatani dengan sangat cepat melalui media-media
tersebut. Singkatnya, Yahoo!, Google, Facebook, Youtube, dan Twitter menjadi
inovasi terbesar dalam abad 20 dan sesudahnya. Hebatnya, itu semua terjadi
karena jasa anak-anak muda tadi.
Untuk konteks Indonesia, para pemuda
bisa dikatakan juga telah memegang mimbar yang menentukan arah bangsa ini
kedepan. Lihat saja, para anggota KPU dari Ketuanya hingga para Komisionernya
mayoritas kelahiran 1970-an. Beberapa pejabat tinggi selevel Menteri atau Wakil
Menteri seperti Prof. Denny Indrayana dan Prof. Eko Prasojo adalah generasi emas
yang lahir periode 1970-an. Bahkan Lukman Edy diangkat menjadi Menteri
Pembangunan Daerah Tertinggal era Kabinet Indonesia Bersatu I pada tahun 2007
ketika usianya belum genap 37 tahun. Di level daerah, kita mengenal Makmun Ibnu
Fuad yang terpilih menjadi Bupati Bangkalan pada tahun 2012 dalam usia 26 tahun.
Sementara di lingkungan BUMN, ada nama Laily Prihatiningtyas, wanita termuda
yang menjabat Dirut BUMN PT Borobudur dalam usia 28 tahun saat pengangkatannya
tahun 2013. Mereka-mereka itu memiliki kematangan berpikir, pengalaman, dan
daya kreativitas yang jauh melampaui usianya.
Ya, usia muda memang identik dengan
motivasi gairah yang menggelora, kekuatan fisik dan kecepatan gerakan yang
diatas rata-rata, wawasan dan idealisme yang jauh lebih kuat, serta kecerdasan
dan penguasaan informasi yang jauh lebih baik. Dengan modal itu, wajar jika
harapan mengubah nasib suatu kaum atau bahkan nasib sebuah bangsa berada di
tangan para pemudanya. Sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno: “Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan
kuguncang dunia”. Itulah sebabnya, siapapun yang masih dalam usia amat
produktif, lebih tepatnya lagi usia muda, haruslah siap untuk menjadi aktor
utama dalam setiap perubahan di lingkungannya.
Namun, konsep “muda” sesungguhnya tidak
hanya merujuk pada usia atau kondisi kebugaran fisik semata. Muda adalah juga
sebuah semangat, komitmen, dan gagasan-gagasan yang terus menghalami evolusi.
Muda adalah sebuah kondisi dimana seseorang terus merasa tidak puas dengan apa
yang telah dimiliki, selalu ingin mengalami perubahan, terus bertanya dan berimajinasi,
serta selalu ingin menjadi pribadi yang lebih baik dalam hal apapun dan sekecil
apapun. Ini pula yang dikatakan oleh Samuel Ullman: “Youth is not a time of life; it is a state of mind; it is not a rosy
cheeks, red lips and supple knees; it is a matter of the will, quality of the
imagination, a vigor of the emotions; it is the freshness of the deep springs
of life.”
Dari kedua konsep tentang “muda” diatas,
wajar jika para inovator adalah mereka yang secara biologis memang masih sangat
segar dan belia, karena memang mereka memiliki atribut-atribut sebagai pemuda.
Namun sepanjang semangat, kemauan, mental, dan jiwa “muda” bisa dimiliki oleh
orang-orang yang tidak lagi muda berdasarkan umurnya, maka peluang untuk
menemukan berbagai inovasi tetaplah terbuka lebar. Inovasi tidak pernah
berpihak pada kategori umur, namun selalu memilih orang yang berjiwa muda
sebagai tuannya. Artinya, jika kita menemukan sosok berumur yang berhasil
melakukan pembaharuan dan inovasi tertentu, merekalah yang pada hakekatnya
layak kita sebut sebagai “pemuda”. Di tangan orang-orang seperti merekalah
nasib dunia ini dipertaruhkan.
Jakarta, 25 Agustus 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar