Pada
suatu sessi, Widyaiswara Penuntun kami, Bapak Suwaris, mengungkapkan bahwa “An ordinary teacher can only tell; A good teacher can explain;
An exellent teacher can demonstrate;
A great teacher inspires. Saya mendukung sekali prinsip
tersebut, terutama dalam konteks pembelajaran untuk orang dewasa. Model dan
gaya belajar orang dewasa tentunya lebih tepat diarahkan kepada generative
learning yaitu proses belajar yang mengembangkan dan menciptakan, dari pada
sekedar adaptive learning atau proses belajar yang bertujuan untuk
menyerap atau menyesuaikan diri terhadap materi pembelajaran.
Oleh
karena itu, sedikit aneh rasanya jika seseorang yang telah meraih gelar
akademik minimal sarjana (bahkan banyak yang sudah S3) dan menduduki jabatan
cukup tinggi masih menuntut diajar dengan pola didaktik yang detil dan tidak
menyisakan ruang bagi si pembelajar untuk belajar lebih dalam secara mandiri.
Maka, guru yang menginspirasi adalah guru yang mampu menumbuhkan rasa penasaran
dan hasrat yang menggebu bagi muridnya untuk menggali lagi pengetahuan dari
berbagai sumber dan dengan berbagai metode.
Cara
seperti inilah yang sering dipraktekkan para pendekar kungfu dalam menurunkan
ilmunya. Ia membiarkan muridnya untuk memecahkan misteri tertentu atau
berkelana mencari pengalaman. Esensinya, ilmu tidak dapat diperoleh secara
instan, namun harus diperjuangkan melalui proses yang panjang dan mendaki,
berduri, bahkan hingga berdarah-darah. Dalam filosofi masyarakat Jawa disebutkan
bahwa ngelmu iku kalakone kanthi laku. Artinya ilmu hanya dapat dicapai
dengan berbagai laku seperti prihatin, tirakat, pasa (puasa), semedi
(meditasi), hingga ngebleng (tidak makan minum selama berhari-hari).
Sayangnya,
banyak orang yang ingin belajar secara pragmatis, yakni mendapat ilmu secara
cepat dan mudah dengan pengorbanan yang minimal. Orang dengan tipe ini akan
senang sekali jika guru memberi penjelasan secara rinci dan jelas, dan
cenderung mengeluh ketika guru terkesan mengambang dalam setiap penjelasannya.
Dalam situasi seperti ini, dia tidak segan-segan menilai bahwa sang guru tidak
menguasai materi, tidak mampu mentransfer ilmu, dan sebagainya. Padahal, dengan
pengajaran yang sangat rinci dan sangat jelas, akan menimbulkan kepuasan murid.
Kepuasan murid ini secara tidak disadari akan menutup curiosity-nya
terhadap hal-hal lain diluar materi yang telah diajarkan sang guru. Sebaliknya,
guru yang hanya memberi kunci-kunci untuk membuka gerbang pengetahuan
seringkali tidak memuaskan siswanya. Namun pada hakekatnya, dia sedang
mengajari kita cara menemukan ilmu, bukan sedekar memberikan ilmunya.
Maka, berbahagialah
ketika kita mendapatkan guru atau widyaiswara yang baik, namun bersyukurlah
saat mendapatkan guru atau widyaiswara yang menginspirasi … Terima kasih pak
Waris yang telah merangsang banyak inspirasi bagi kami.
Kampus
Pejompongan Jakarta
Rabu,
22 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar