Saya merasa sangat beruntung
menjadi moderator pada ceramah Walikota Bandung, Ridwan Kamil, pada program
Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan 38, tanggal 26-3-2014 yang lalu. Saya
sungguh tidak menyangka dalam kurun waktu yang sangat singkat, hanya sekitar 6
bulan, ternyata beliau sudah membuat perubahan yang amat banyak dan cukup
mendasar untuk kota dan warga Bandung. Meskipun saya sudah mengamati kiprah
walikota muda ini dari media cetak, namun yang saya dengarkan sore itu benar-benar
jauh melampaui harapan saya. Saking hebatnya ide-ide inovatif yang dilakukan,
diakhir diskusi saya memberi atribut Bandung sebagai smart innovation, dan julukan bagi Ridwan Kamil sebagai the real innovator. Uraian dibawah ini
menjelaskan mengapa saya berani memberi atribut dan julukan itu.
Beliau
menjelaskan bahwa pada saat dilantik menjadi Walikota, beliau “diwarisi” 300
masalah perkotaan dengan sisa anggaran yang minim karena beliau dilantik pada
bulan September 2013. Ini adalah tantangan pertama yang ternyata dijawab secara
amat cerdas dengan melakukan terobosan-terobosan yang tidak terjadi di periode
kepemimpinan walikota sebelum-sebelumnya. Strategi pertama adalah dengan mengembangkan networking. Beliau menggandeng KPK untuk pencegahan tindak pidana
korupsi, hingga akhirnya Bandung ditetapkan sebagai kota pertama anti
gratifikasi. Beliau juga mengajak UKP4 dalam penanganan pengaduan dan pelaporan
melalui mekanisme LAPOR, sehingga setiap pengaduan masyarakat dapat diketahui
dengan cepat serta dapat dimonitor penanganan dan tindak lanjutnya. PT.
Telkom-pun dilibatkan untuk membangun konsep e-Kelurahan, yakni sebuah sistem
aplikasi yang digunakan untuk melakukan proses pembuatan dokumen di
kelurahan. Program ini ditargetkan telah diterapkan di 151 kelurahan dalam 30
kecamatan di Kota Bandung pada Maret 2014. Kementerian PU juga tidak luput dari
bidikan Ridwan Kamil, sehingga akhirnya mengalokasikan dana Rp 30 milyar untuk
penataan sisi Sungai Cikapundung. Kondisi sungai yang selama ini nampak kotor
dan kumuh disulap menjadi taman-taman yang asri. Seolah tidak ingin tertinggal,
BJB (Bank Jabar Banten) turut berpartisipasi dalam pemberian seragam dan hadiah
dalam event bersepeda bersama walikota. Semua itu bisa dilakukan tanpa dukungan
APBD Kota Bandung secara signifikan. Saking pentingnya networking ini, Ridwan menegaskan bahwa networking is everything.
Strategi
kedua adalah dengan melakukan
revolusi teknik berkomunikasi. Ridwan Kamil memaksimalkan keberadaan social media seperti Twitter dan
Facebook dalam menjalin interaksi dengan warganya. Melalui Twitter, warga juga bisa
mengeluh tentang segala sesuatu, misalnya jalanan kota yang berlobang. Segera
setelah menerima pengaduan, sang walikota langsung menerjunkan Unit Reaksi
Cepat tambal jalan, tanpa harus melalui proses pengadaan barang dan jasa yang
rumit dan panjang seperti biasanya. Respon kilat terhadap pengaduan ini bisa
terjadi karena Pemkot Bandung melakukan inovasi dalam hal kedisiplinan
anggaran, sehingga penambalan jalan sudah bisa dilakukan di bulan-bulan awal
tahun berjalan, tidak menumpuk di triwulan akhir sebagaimana terjadi selama
ini. Banyak lagi aspirasi dan pengaduan masyarakat Bandung yang bisa ditangani
secara cepat berkat jasa Twitter ini. Begitu pula di Facebook, Ridwan menggalang
semangat altruisme warga dengan membentuk relawan-relawan sosial, seperti relawan
biopori, relawan pemungut sampah, dan sebagainya. Ridwan seperti menyadari
betul bahwa warga Bandung itu baik-baik dan menginginkan kebaikan, hanya menunggu
ada orang yang mau mengambil inisiatif dan mau sedikit repot untuk menggerakkan
mereka.
Strategi
ketiga adalah dengan mengadopsi
praktek-praktek terbaik di tempat lain untuk dimodifikasi dan disesuaikan
dengan kebutuhan setempat. Hal yang paling menyolok mata adalah kehadiran bus Bandros
(Bandung tour on bus), bus tingkat
dua dengan desain klasik berwarna merah. Konsep bus wisata dalam kota ini
mengadopsi hal sama di kota London. Sementara bus-bus Damri bergambar
binatang-binatang langka seperti Badak Jawa mengadopsi bus-bus di Jepang bergambar
Hello Kitty. Dari Brazil, Ridwan terinspirasi membuat lahan-lahan kosong dan
taman-taman kota dengan rumput yang bagus sebagaimana rumput lapangan
sepakbola. Menurutnya, kunci mengapa Brazil mampu menghasilkan pemain-pemain
sepakbola terbaik tingkat dunia adalah karena anak-anak yang bermain bola di
kampung-kampung, di pinggiran sungai atau di lahan-lahan sempit, bermain
seperti di lapangan bola yang sebenarnya. Selanjutnya dari Australia, diadopsi
sistem pembuangan sampah dengan menyediakan kantong-kantong plastik/fiber yang
memisahkan sampah organik dan non-organik. Intinya, apapun yang dilihat dari
pengalaman negara lain harus dapat diambil sebagai lesson learned untuk perbaikan negeri sendiri. Inilah salah satu
prinsip utama dalam manajemen inovasi. Sadar akan pentingnya perspektif diluar
lingkungan diri sendiri, Ridwan menyarankan kita semua untuk memperbanyak
traveling, karena traveling is investing.
Strategi
yang tidak kalah cerdas adalah upaya mengeksploitasi nilai-nilai lokal atau local wisdom. Sebagai contoh, karena masyarakat
masih percaya dengan konsep “hari-hari baik”, maka program yang diinisiasipun
disesuaikan dengan hari-hari tersebut. Konkritnya, setiap hari Senin dan Kamis
diadakah program naik bus Damri gratis bagi anak sekolah. Hari Selasa adalah
hari tidak merokok (non-smoking day).
Hari Rabu adalah waktunya nyunda, atau
berpakaian dan berbicara dalam adat Sunda. Rapat-rapat resmi dan seminarpun
harus dilakukan dalam bahasa Sunda. Kamis, selain gratis naik Damri, juga hari
berbahasa Inggris. Jumat adalah hari olahraga dengan bersepeda gembira. Adapun Sabtu
adalah harinya pada seniman dan penggiat budaya untuk unjuk aksi dalam hari
festival. Selain itu semua, Ridwan juga mengadakan acara nobar (nonton bareng)
dengan masyarakat. Modalnya hanya VCD dan layar lebar. Ketika masyarakat sudah
banyak berkumpul, kemudian pak Wali datang ditengah acara menyampaikan
pesan-pesan khusus, dan kemudian acarapun dilanjutkan kembali. Selain menjalin
keakraban, pesan yang tersampaikan juga lebih efektif diterima publik dalam
situasi informal seperti “layar tancap” seperti itu. Ridwan sadar betul bahwa salah
satu karakter dasar urang Sunda adalah ngariung mumpulung (berkumpul), sehingga keunggulan budaya ini diutilisasi
untuk tujuan yang lebih terstruktur demi kemanfaatan warga yang lebih luas.
Strategi
yang lebih berbasis pendekatan akademis adalah bahwa semua inovasi dilakukan
atas dasar kajian/riset dan memiliki rujukan teori yang dapat
dipertanggungjawabkan. Ketika Ridwan mengembangkan taman-taman tematik seperti
Taman Pustaka Bunga, Taman Musik, Taman Fotografi, Taman Jomblo, dan seterusnya,
itu terkait dengan Index Kebahagiaan manusia. Menurut Ridwan, kebahagiaan
masyarakat itu bisa diukur dengan tiga indikator, yakni apakah ia tersenyum
setiap hari, apakah ia disapa oleh teman/saudaranya setiap hari, dan apakah ia
menemukan hal-hal baru setiap harinya. Nah, keberadaan taman-taman itu adalah
untuk memenuhi ketiga indikator tersebut. Taman-taman tadi adalah proyek
kebahagiaan yang digagas pak walikota. Faktanya, taman-taman tadi bukan sekedar
taman, karena desain yang diciptakanpun sangat unik dan menarik. Dengan latar
pendidikan arsiteknya, tidak aneh jika Ridwan Kamil merancang taman yang tidak
sekedar indah, namun juga artistik, sebagaimana dapat dilihat pada Taman
Jomblo. Pendekatan akademis juga nampak
dari pilihan Ridwan untuk memperkuat desentralisasi dengan mengalokasikan
anggaran sebesar Rp. 100 juta untuk setiap RW. Demikian pula, anggaran
Kecamatan akan dinaikkan dua kali lipat dari yang ada sekarang. Ini semua
mencerminkan keberpihakan Pemkot Bandung yang dipersonifikasikan oleh seorang
Ridwan Kamil kepada masyarakat.
Inisiatif
besar lainnya yang digagas Ridwan Kamil adalah moratorium pembangunan kawasan
Bandung Utara. Wilayah yang diperuntukkan sebagai daerah resapan dan wilayah
pengangga (buffer zone) Kota Bandung
itu, saat ini sudah penuh dengan villa-villa dan hotel mewah. Keberanian menolak
proposal para pengusaha, jelas sebuah langkah berani yang membawa angina segar
bagi mayoritas warga Bandung. Ridwan juga berencana mengembangkan pembangunan
kearah timur, yakni dengan mengusulkan pembentukan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus)
Gede Bage. Bahkan kantor walikotapun akan dipindahkan ke wilayah ini, sehingga
wilayah Jalan Merdeka dan sekitarnya akan sepenuhnya berfungsi sebagai wilayah
konservasi peningggalan sejarah dan perdagangan. Gede Bage ini dalam mimpi
seorang Ridwal Kamil akan menjadi Silicon
Valley-nya Indonesia.
Disamping
hal-hal tersebut diatas, Ridwan Kamil juga bermain dengan kata-kata. Jika diulang-ulang,
sebuah kata yang mengandung pesan akan merasuk dalam alam bawah sadar dan
diharapkan akan menjelma menjadi perilaku kolektif. Inilah yang dimaksud dengan
anchoring atau penjangkaran. Kata-kata
baru yang mulai dibiasakan antara lain adalah “Bandung kita, tanggungjawab kita”
dan “Your city is your responsibility”.
Saya
yakin, masih banyak kejutan yang akan dihasilkan Ridwan Kamil. Beliau masih
memiliki waktu panjang untuk mengubah wajah Bandung yang compang-camping saat
ini. Dan dengan berbagai terobosan yang telah dihasilkan hanya dalam waktu 6
bulan, saya yakin jika Anda semua setuju dengan pendapat saya bahwa inovasi di
Bandung bukan sekedar inovasi. namun sebuah inovasi yang cerdas (smart innovation).
Sayapun percaya Anda setuju dengan julukan yang saya berikan bagi Ridwan Kamil
sebagai the real innovator. Bukankah begitu?
Serpong,
31 Maret 2014.