Dalam
sebuah diskusi di Diklatpim II LAN beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan
menjadi moderator untuk Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Beliau menceritakan
banyaknya tantangan yang dihadapi dalam 5 (lima) bulan pertama menjadi
walikota. Selain diwarisi 300 masalah besar dari walikota sebelumnya, beliau
juga menghadapi godaan mulai dari para pelaku usaha yang ingin mendapatkan
persetujuan untuk jenis usaha tertentu (perumahan, mall, dan sebagainya),
hingga perilaku masyarakat yang kurang mendukung program perubahan yang
digagas. Godaan pengusaha itu biasanya terkait iming-iming materi. Namun kang
Emil, begitu beberapa orang memanggil Ridwan Kamil, selalu ingat pesan
ibundanya bahwa menjadi walikota adalah kesempatan untuk berbuat bagi orang
lain, sehingga menjadi walikota pada dasarnya memang tidak ada enaknya. Hanya karena
niat kuat untuk beberes atas masalah kota yang begitu banyaklah yang membuat beliau
istiqamah melakukan banyak inovasi. Bahkan beliau telah mengukuhkan tekad untuk
menjadi “montir” yang turun langsung mengatasi permasalahan di lapangan, pada 2
(dua) tahun pertama periode kepemimpinannya. Pada tahun ketiga dan seterusnya, akan
disusun Peraturan Walikota yang mengunci atau membuat permanen metodologi kerja
yang diterapkan pada dua tahun sebelumnya.
Sedangkan
kendala dari masyarakat umumnya terkait mindset
yang belum sejalan dengan visi walikota. Sebagai contoh, ada sekelompok
kecil masyarakat yang gemar mengkritik bahkan mendemo Pemerintah Kota, namun tujuan
sesungguhnya adalah meminta “proyek”. Ada pula sikap lugu masyarakat yang
menaruh sampah rumah tangga di tempat yang bukan semestinya, hanya gara-gara di
tempat itu disediakan keranjang sampah yang terbuat dari fiber. Padahal maksud
penempatan kantong sampah fiber itu untuk menampung sampah pejalan kaki atau masyarakat
yang berkumpul di suatu kerumunan. Akibatnya, petugas kebersihan justru semakin
kelabakan dan mempersulit upaya pengumpulan sampah.
Diantara
banyaknya tantangan yang begitu besar dan jauhnya rasa nikmat sebagai orang
nomor 1 di Bandung, ada sesuatu yang membuat Ridwan Kamil seperti mendapat
upah, sehingga impaslah jerih payahnya. Upah itu adalah testimoni warga yang
menyampaikan ucapan terima kasih secara tulus karena merasa telah terbantu atau
diperhatikan aspirasinya oleh sang walikota. Beliau mengistilahkan sebagai “kebahagiaan-kebahagiaan
kecil”. Contoh dari kebahagiaan kecil itu adalah ketika seorang warga yang
mengeluh melalui Twitter mengenai jalan berlubang, dan beliau segera merespon
dengan menerjunkan Unit Reaksi Cepat Tambal Jalan, esoknya warga tadi kembali
men-twit dengan mengucapkan terima kasih atas respon yang begitu cepat. Ada juga
seorang ibu yang mengucapkan terima kasih gara-gara anaknya mengajak main ke
taman, tidak seperti waktu-waktu sebelumnya yang minta diajak ke mall. Permintaan
anak itu berubah karena Bandung sekarang marak dengan taman-taman tematik,
seperti taman fotografi, taman musik, taman jomblo, taman pustaka bunga, dan
seterusnya. Lantas ada lagi seorang ibu yang berterima kasih karena suaminya
mau mengantar ke mall, tidak seperti dulu saat PKL begitu semrawut dan
menyulitkan orang mencari parkir.
Mendengarkan
leadership experience dari Ridwan
Kamil tadi membuat saya termenung dan membenarkan ucapannya, bahwa setiap diri
kita mestinya dapat menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang akan
memberikan kepuasan dan perasaan bahwa keberadaan kita bermanfaat bagi orang
lain. Ketika kita merasa tidak terpuaskan oleh imbalan yang bersifat materi
atau finansial, maka carilah kompensasi dari kepuasan batin seperti pengalaman
yang ditunjukkan kang Emil. Jepuasan batin itu harganya jauh lebih besar dibanding
honorarium atau gaji sebulan. Kepuasan batin itu juga bertahan relatif lebih
lama dibanding nominal tertentu, sebab dirasakan bersama oleh kedua belah
pihak, baik yang dilayani dan mengekspresikan terima kasihnya maupun bagi yang
menerima ucapan terima kasih secara tulus. Kebahagiaan seperti itu juga akan
menjadi energi dan penguat diri dalam menghadapi tantangan tugas-tugas lain
yang msebagaiungkin saja jauh lebih berat.
Belajar
dari ceramah pak Ridwan diatas, saya kemudian mencoba mencari hal-hal kecil
yang dapat dikategorikan sebagai “kebahagiaan kecil”. Saya teringat suatu momen
saat saya masih bertugas di Samarinda. Sehabis memberikan pelatihan dan
konsultasi, seseorang mendatangi saya dan mengucapkan terima kasih secara tulus
sembari “memuji” saya bahwa ilmu orang-orang LAN seperti saya itu ibarat sumur
yang tidak pernah kering airnya meski ditimba terus-menerus. Ada juga mitra
kerja saya yang merasa sangat tertolong ketika saya mengiyakan untuk membantu
melaksanakan sebuah penelitian meskipun anggarannya teramat kecil. Lantas, ada
lagi seorang penanggungjawab kegiatan yang sudah melewati deadline namun belum mampu menyelesaikan tugasnya. Ketika saya bisa
membantunya menyelesaikan tugasnya, nampak sekali matanya berbinar, seolah baru
saja terbebas dari ancaman hukuman mati. Mungkin orang-orang yang saya bantu
sudah melupakan saya, namun saya akan selalu menjadikan pengalaman masa lalu
itu sebagai catatan amal saya terhadap orang lain, yang terus menyemangati saya
untuk terus berbuat kebaikan-kebaikan yang lebih banyak lagi.
Saya
kemudian melanjutkan penelusuran saya terhadap hal-hal kecil yang membahagiakan
meski tidak disertai dengan implikasi finansial. Hal itu antara lain saya
peroleh dari komentar atau respon para pembaca tulisan saya, baik yang ada pada
laman Facebook maupun Blog saya. Sebagai contoh, atas tulisan saya berjudul “Belenggu Kreativitas”, muncul tanggapan sebagai
berikut: “Terima kasih pak, selama ini
apa yang aku lakukan kesedihan dalam menentukan hidup, dengan mengharapkan
belas kasihan orang lain. Tanpa kusadari, semua itu mempersulit dalam hidupku.
Semoga dengan motivasi ini bisa menatap kedepan lebih baik.” Ini adalah
sebuah testimoni yang tidak pernah saya sangka, bahwa tulisan yang bagi saya
teramat sederhana ternyata mampu membangkitkan motivasi bagi orang lain untuk
memperbaiki cara hidupnya.
Sementara tulisan saya berjudul
“Cara Sederhana Merangsang Kreativitas”, mendapat dua respon positif berbunyi: 1) Luar biasa tulisan bapak menginspirasi
agar kita bisa menjadi aparatur yang kreatif dan selalu berinovasi. Mohon share-nya
terus bapak; 2) Wah wah wah, bapak kembali melakukan perbuatan yang sangat
terpuji yaitu menambah wawasan saya dan sahabat lain hehehe ... Tepat sekali
Presiden RI menandatangani SK Jabatan DIAN karena pilihan Ketua LAN-RI sudah sangat
tepat. The right man on the right position. Mohon ijin untuk saya share pak.
Saya juga mohon kiranya Bpk berkenan mengirim artikel-artikel, tulisan-artikel
Bapak ke email saya. Matur sembah nuwun pak”.
Diantara tulisan yang mendapat
tanggapan paling banyak adalah tulisan saya berjudul “Antara Saya dan Pak Desi”.
Beberapa komentar itu antara lain:
- “Tulisan bapak selalu memberi energi positif ... memberi semangat untuk terus belajar, memperbaiki diri dan berdedikasi tinggi terhadap negeri.”
- “Saya suka dengan bagian ‘disiplin kinerja, bukan disiplin kehadiran’. Well ... tulisan bapak memang mampu mengalirkan semangat-semangat bagi yang membacanya ...”
- “Tidak hanya sajian tulisan yang sangat indah tapi isinya sangat memberikan keteladanan, motivasi dan inspirasi.”
- “Cerita bapak ini turut menginspirasi sya. Terima kasih sudah berbagi.”
- “Sangat inspiratif sekali pak Tri ... Semoga saya bisa mengambil keteladanan dari kisah ini.”
- “Lanjutkan pak Tri … kami kangen dengan bapak.”
- “Pak Tri, ini tulisan singkat yang menembus relung hati.”
Masih ada respon-respon terhadap
tulisan saya yang lain. Untuk tulisan berjudul “Perang Kebijakan,
Korporatokrasi, dan Krisis Negara Kesejahteraan”, saya menerima komentar
berbunyi: ”Sangat-sangat like this. Saya
share ke teman-teman saya juga pak. Moga-moga membuka cakrawala pikiran sebagai
abdi negara maupun warga negara.” Selanjutnya untuk terhadap tulisan
berjudul “Meneladani yang Tua”, saya menerima tanggapan berbunyi: “Hari ini saya mencoba membaca dan menyerap tulisan
bapak. Luar biasa …”
Demikian pula terhadap tulisan saya berjudul “5
Menit yang Menentukan Keberhasilan”, saya menerima respon berbunyi: “Subhanallah luar biasa … sepakat bahwa untuk
menghasilkan karya, hasil olah cipta, olah karsa dan olah rasa, dibutuhkan
kejelian, termasuk kejelian dalam hal memanfaatkan waktu. Saya banyak belajar
dari bapak (salam kenal)”.
Tanpa
saya sadari, orang yang belum saya kenalpun bisa mengambil pelajaran dari
tulisan-tulisan saya. Saya yang sering berprinsip “asal menulis”, ternyata
menghasilkan efek diluar perkiraan dan harapan saya. Jelas fakta-fakta seperti memberikan
sebuah energi dan perasaan positif bahwa saya bisa turut mewarnai dan mengubah
dunia diluar diri saya sendiri. Hal seperti itu pulalah yang mendorong saya
untuk terus menulis. Sebab, semakin banyak tulisan dan karya yang saya
hasilkan, makin banyak pula peluang saya untuk memperbaiki dunia tanpa harus
saya ketahui dimana kejadiannya, siapa yang mendapat manfaat, dan dalam bentuk
apa perubahan itu terjadi.
Tentu,
saya ingin menghimbau para pembaca tulisan saya untuk melakukan sesuatu yang
kita yakini sebagai sebuah kebajikan, sekecil apapun itu. Kita akan menemukan
kebahagiaan kecil dari aktivitas yang kita lakukan. Selain memberikan energi
positif bagi kita, itu juga adalah ladang pahala buat bekal kita kelak
menghadap Sang Khaliq Allah SWT.
Serpong,
28 Maret 2014
*Sambil
bersantai di rumah, menunggui anak-anak menonton TV*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar