Jumat, 28 Maret 2014

Kebahagiaan Kecil



Dalam sebuah diskusi di Diklatpim II LAN beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan menjadi moderator untuk Walikota Bandung, Ridwan Kamil. Beliau menceritakan banyaknya tantangan yang dihadapi dalam 5 (lima) bulan pertama menjadi walikota. Selain diwarisi 300 masalah besar dari walikota sebelumnya, beliau juga menghadapi godaan mulai dari para pelaku usaha yang ingin mendapatkan persetujuan untuk jenis usaha tertentu (perumahan, mall, dan sebagainya), hingga perilaku masyarakat yang kurang mendukung program perubahan yang digagas. Godaan pengusaha itu biasanya terkait iming-iming materi. Namun kang Emil, begitu beberapa orang memanggil Ridwan Kamil, selalu ingat pesan ibundanya bahwa menjadi walikota adalah kesempatan untuk berbuat bagi orang lain, sehingga menjadi walikota pada dasarnya memang tidak ada enaknya. Hanya karena niat kuat untuk beberes atas masalah kota yang begitu banyaklah yang membuat beliau istiqamah melakukan banyak inovasi. Bahkan beliau telah mengukuhkan tekad untuk menjadi “montir” yang turun langsung mengatasi permasalahan di lapangan, pada 2 (dua) tahun pertama periode kepemimpinannya. Pada tahun ketiga dan seterusnya, akan disusun Peraturan Walikota yang mengunci atau membuat permanen metodologi kerja yang diterapkan pada dua tahun sebelumnya.

Sedangkan kendala dari masyarakat umumnya terkait mindset yang belum sejalan dengan visi walikota. Sebagai contoh, ada sekelompok kecil masyarakat yang gemar mengkritik bahkan mendemo Pemerintah Kota, namun tujuan sesungguhnya adalah meminta “proyek”. Ada pula sikap lugu masyarakat yang menaruh sampah rumah tangga di tempat yang bukan semestinya, hanya gara-gara di tempat itu disediakan keranjang sampah yang terbuat dari fiber. Padahal maksud penempatan kantong sampah fiber itu untuk menampung sampah pejalan kaki atau masyarakat yang berkumpul di suatu kerumunan. Akibatnya, petugas kebersihan justru semakin kelabakan dan mempersulit upaya pengumpulan sampah.

Diantara banyaknya tantangan yang begitu besar dan jauhnya rasa nikmat sebagai orang nomor 1 di Bandung, ada sesuatu yang membuat Ridwan Kamil seperti mendapat upah, sehingga impaslah jerih payahnya. Upah itu adalah testimoni warga yang menyampaikan ucapan terima kasih secara tulus karena merasa telah terbantu atau diperhatikan aspirasinya oleh sang walikota. Beliau mengistilahkan sebagai “kebahagiaan-kebahagiaan kecil”. Contoh dari kebahagiaan kecil itu adalah ketika seorang warga yang mengeluh melalui Twitter mengenai jalan berlubang, dan beliau segera merespon dengan menerjunkan Unit Reaksi Cepat Tambal Jalan, esoknya warga tadi kembali men-twit dengan mengucapkan terima kasih atas respon yang begitu cepat. Ada juga seorang ibu yang mengucapkan terima kasih gara-gara anaknya mengajak main ke taman, tidak seperti waktu-waktu sebelumnya yang minta diajak ke mall. Permintaan anak itu berubah karena Bandung sekarang marak dengan taman-taman tematik, seperti taman fotografi, taman musik, taman jomblo, taman pustaka bunga, dan seterusnya. Lantas ada lagi seorang ibu yang berterima kasih karena suaminya mau mengantar ke mall, tidak seperti dulu saat PKL begitu semrawut dan menyulitkan orang mencari parkir.

Mendengarkan leadership experience dari Ridwan Kamil tadi membuat saya termenung dan membenarkan ucapannya, bahwa setiap diri kita mestinya dapat menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang akan memberikan kepuasan dan perasaan bahwa keberadaan kita bermanfaat bagi orang lain. Ketika kita merasa tidak terpuaskan oleh imbalan yang bersifat materi atau finansial, maka carilah kompensasi dari kepuasan batin seperti pengalaman yang ditunjukkan kang Emil. Jepuasan batin itu harganya jauh lebih besar dibanding honorarium atau gaji sebulan. Kepuasan batin itu juga bertahan relatif lebih lama dibanding nominal tertentu, sebab dirasakan bersama oleh kedua belah pihak, baik yang dilayani dan mengekspresikan terima kasihnya maupun bagi yang menerima ucapan terima kasih secara tulus. Kebahagiaan seperti itu juga akan menjadi energi dan penguat diri dalam menghadapi tantangan tugas-tugas lain yang msebagaiungkin saja jauh lebih berat.

Belajar dari ceramah pak Ridwan diatas, saya kemudian mencoba mencari hal-hal kecil yang dapat dikategorikan sebagai “kebahagiaan kecil”. Saya teringat suatu momen saat saya masih bertugas di Samarinda. Sehabis memberikan pelatihan dan konsultasi, seseorang mendatangi saya dan mengucapkan terima kasih secara tulus sembari “memuji” saya bahwa ilmu orang-orang LAN seperti saya itu ibarat sumur yang tidak pernah kering airnya meski ditimba terus-menerus. Ada juga mitra kerja saya yang merasa sangat tertolong ketika saya mengiyakan untuk membantu melaksanakan sebuah penelitian meskipun anggarannya teramat kecil. Lantas, ada lagi seorang penanggungjawab kegiatan yang sudah melewati deadline namun belum mampu menyelesaikan tugasnya. Ketika saya bisa membantunya menyelesaikan tugasnya, nampak sekali matanya berbinar, seolah baru saja terbebas dari ancaman hukuman mati. Mungkin orang-orang yang saya bantu sudah melupakan saya, namun saya akan selalu menjadikan pengalaman masa lalu itu sebagai catatan amal saya terhadap orang lain, yang terus menyemangati saya untuk terus berbuat kebaikan-kebaikan yang lebih banyak lagi.

Saya kemudian melanjutkan penelusuran saya terhadap hal-hal kecil yang membahagiakan meski tidak disertai dengan implikasi finansial. Hal itu antara lain saya peroleh dari komentar atau respon para pembaca tulisan saya, baik yang ada pada laman Facebook maupun Blog saya. Sebagai contoh, atas tulisan saya berjudul “Belenggu Kreativitas”, muncul tanggapan sebagai berikut: “Terima kasih pak, selama ini apa yang aku lakukan kesedihan dalam menentukan hidup, dengan mengharapkan belas kasihan orang lain. Tanpa kusadari, semua itu mempersulit dalam hidupku. Semoga dengan motivasi ini bisa menatap kedepan lebih baik.” Ini adalah sebuah testimoni yang tidak pernah saya sangka, bahwa tulisan yang bagi saya teramat sederhana ternyata mampu membangkitkan motivasi bagi orang lain untuk memperbaiki cara hidupnya.

Sementara tulisan saya berjudul “Cara Sederhana Merangsang Kreativitas”, mendapat dua respon positif berbunyi: 1) Luar biasa tulisan bapak menginspirasi agar kita bisa menjadi aparatur yang kreatif dan selalu berinovasi. Mohon share-nya terus bapak; 2) Wah wah wah, bapak kembali melakukan perbuatan yang sangat terpuji yaitu menambah wawasan saya dan sahabat lain hehehe ... Tepat sekali Presiden RI menandatangani SK Jabatan DIAN karena pilihan Ketua LAN-RI sudah sangat tepat. The right man on the right position. Mohon ijin untuk saya share pak. Saya juga mohon kiranya Bpk berkenan mengirim artikel-artikel, tulisan-artikel Bapak ke email saya. Matur sembah nuwun pak”.

Diantara tulisan yang mendapat tanggapan paling banyak adalah tulisan saya berjudul “Antara Saya dan Pak Desi”. Beberapa komentar itu antara lain:

  • “Tulisan bapak selalu memberi energi positif ... memberi semangat untuk terus belajar, memperbaiki diri dan berdedikasi tinggi terhadap negeri.”
  • “Saya suka dengan bagian ‘disiplin kinerja, bukan disiplin kehadiran’. Well ... tulisan bapak memang mampu mengalirkan semangat-semangat bagi yang membacanya ...”
  • “Tidak hanya sajian tulisan yang sangat indah tapi isinya sangat memberikan keteladanan, motivasi dan inspirasi.”
  • “Cerita bapak ini turut menginspirasi sya. Terima kasih sudah berbagi.”
  • “Sangat inspiratif sekali pak Tri ... Semoga saya bisa mengambil keteladanan dari kisah ini.”
  • “Lanjutkan pak Tri … kami kangen dengan bapak.”
  • “Pak Tri, ini tulisan singkat yang menembus relung hati.”


Masih ada respon-respon terhadap tulisan saya yang lain. Untuk tulisan berjudul “Perang Kebijakan, Korporatokrasi, dan Krisis Negara Kesejahteraan”, saya menerima komentar berbunyi: ”Sangat-sangat like this. Saya share ke teman-teman saya juga pak. Moga-moga membuka cakrawala pikiran sebagai abdi negara maupun warga negara.” Selanjutnya untuk terhadap tulisan berjudul “Meneladani yang Tua”, saya menerima tanggapan berbunyi: “Hari ini saya mencoba membaca dan menyerap tulisan bapak. Luar biasa …” Demikian pula terhadap tulisan saya berjudul “5 Menit yang Menentukan Keberhasilan”, saya menerima respon berbunyi: “Subhanallah luar biasa … sepakat bahwa untuk menghasilkan karya, hasil olah cipta, olah karsa dan olah rasa, dibutuhkan kejelian, termasuk kejelian dalam hal memanfaatkan waktu. Saya banyak belajar dari bapak (salam kenal)”.

Tanpa saya sadari, orang yang belum saya kenalpun bisa mengambil pelajaran dari tulisan-tulisan saya. Saya yang sering berprinsip “asal menulis”, ternyata menghasilkan efek diluar perkiraan dan harapan saya. Jelas fakta-fakta seperti memberikan sebuah energi dan perasaan positif bahwa saya bisa turut mewarnai dan mengubah dunia diluar diri saya sendiri. Hal seperti itu pulalah yang mendorong saya untuk terus menulis. Sebab, semakin banyak tulisan dan karya yang saya hasilkan, makin banyak pula peluang saya untuk memperbaiki dunia tanpa harus saya ketahui dimana kejadiannya, siapa yang mendapat manfaat, dan dalam bentuk apa perubahan itu terjadi.

Tentu, saya ingin menghimbau para pembaca tulisan saya untuk melakukan sesuatu yang kita yakini sebagai sebuah kebajikan, sekecil apapun itu. Kita akan menemukan kebahagiaan kecil dari aktivitas yang kita lakukan. Selain memberikan energi positif bagi kita, itu juga adalah ladang pahala buat bekal kita kelak menghadap Sang Khaliq Allah SWT.

Serpong, 28 Maret 2014
*Sambil bersantai di rumah, menunggui anak-anak menonton TV*

Tidak ada komentar: