Menyaksikan
gerai-gerai dari berbagai instansi dan daerah selama penyelenggaraan event
Simposium Inovasi Pelayanan Indonesia, 16-17 Juni 2014 yang lalu, saya seperti
masuk dalam kolam inovasi. Ya, ternyata sudah begitu banyak inovasi di berbagai
bidang yang dilakukan oleh jajaran pemerintah dari Barat hingga Timur
Indonesia. Saya mencoba untuk mendeskripsikan beberapa dianatranya, karena
tidak mungkin dalam waktu begitu singkat saya mampu melaporkannya secara
lengkap.
Saya mulai dari
wilayah Timur Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi. Di Kabupaten Luwu Utara ada
inovasi menarik yakni distribusi guru PNS proporsional (DGP). DGP sendiri
adalah pemindahan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, antar jenis
pendidikan, atau antar kecamatan agar tercapai rasio, kualifikasi akademik dan
komposisi guru yang lebih seimbang dan sesuai kebutuhan riil masing-masing
satuan pendidikan. Hasil evaluasi sementara menunjukkan bahwa program ini dapat
menghasilkan beberapa dampak positif, misalnya: menurunnya ketimpangan kualitas
layanan pendidikan antar sekolah, guru dapat memenuhi jam mengajar minimal 24
jam, 1.348 guru telah bersertifikasi, mutasi yang memperhatikan jarak juga
berampak pada peningkatan disiplin guru, serta meningkatnya produktivitas dan
efektivitas PBM.
Sementara itu,
Kabupaten Buton Utara memperkenalkan sistem penjaringan aspirasi masyarakat
yang dinamakan Waraka (musyawarah perencanaan kesehatan). Waraka dilakukan
melalui media yang ada di desa, yang ditindaklanjuti dengan aksi nyata melalui
proses pelacakan dari rumah ke rumah oleh tenaga kesehatan, baik dari Puskesmas
maupun langsung dari Dinas Kesehatan. Tahun 2011 saat penerapan Waraka pertama
kali, hasil musyawarah dan pelacakan menemukan 47 kasus gizi buruk, 56 gizi
kurang, 5 AFP (lumpuh layu), 2 desa terjangkit filariasis (kaki gajah), dan
kematian ibu bersalin. Fakta ini langsung mendorong pemerintah setempat
melakukan inovasi seperti pengembangan kemitraan bidan – dukun – kader
posyandu, pemberian insentif bagi ibu hamil resiko tinggi, pengembangan konsep
desa sehat (Kampo Waraka), serta mengakselerasi pembangunan sarana kesehatan.
Kabupaten
Kolaka Utara memperkenalkan layanan SMScluster sebagai sebuah aplikasi yang
memanfaatkan ponsel / HP dengan kemampuan multi fungsi yang bekerja secara
otomatis. Dengan aplikasi ini, masyarakat dapat langsung terhubung dengan pusat
data kesehatan di Dinas Kesehatan. Sejak diterapkan akhir tahun 2012, aplikasi
ini sudah mampu berkontribusi dalam meningkatkan kepedulian dan partisipasi
masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Aplikasi ini juga membantu
pemerintah setempat untuk menangani issu kesehatan secara lebih efektif. Dalam
hal ini pemerintah setempat mengalokasikan dana sebesar Rp 57 juta sebagai
insentif bagi kader kesehatan di pedesaan.
Dari wilayah
Sulawesi kita turun ke selatan, tepatnya di Nusa Tenggara Timur. Sebagai daerah
yang masih relatif tertinggal, akses internet dan pemanfaatan teknologi
informasi masih sangat minim. Untuk itulah didirikan RC (Resource Center) yang menjadi “oase” bagi penduduk setempat.
Disinilah para pelajar dapat memperoleh layanan buku-buku bacaan dan akses
internet. Saat ini, keberadaan RC selain memberikan layanan informasi, juga
menjadi pusat data pembangunan dan program kemitraan yang dijalankan Pemprov
NTT, termasuk menjadi mediator layanan data antara kabupaten/kota dengan
provinsi dan pemerintah pusat. RC juga telah menjadi pusat kegiatan data online
untuk mengirim data ke Bappenas terkait dengan usulan atau program
pemkab/pemkot di NTT.
Tetangga satu
rumpunnya, yakni NTB, tidak mau kalah dengan mengusung inovasi bernama Kampung
Media (KM). Perlunya KM ini dilatarbelakangi oleh beberapa masalah seperti:
terbatasnya media informasi antara masyarakat dengan pemda, kondisi geografis
dengan sebaran penduduk yang tidak merata yang mengakibatkan keterlambatan
informasi, serta kurangnya kapasitas publikasi yang digunakan pemda dalam
menampung informasi dari masyarakat. Atas dasar masalah itu, diciptakanlah sebuah
sistem informasi terpadu yang dikerjakan oleh warga, muncul dari warga, dan
untuk kepentingan warga. Dicanangkan pada Desember 2008, Kampung Media
dituangkan secara resmi dalam RPJMD NTB sebagai program terobosan bidang
penyebarluasan informasi berbasis komunitas. Tugas warga dalam kerangka KM itu
adalah menjadi pewarta bagi dirinya, menjadi motivator penggerak pembangunan
desa, serta membuat ide kreatif untuk pengembangan potensi diri dan warga
masyarakat. Dan jika kita akses link mereka di www.kampung-media.com,
akan dapat kita lihat betapa ketiga tugas warga itu dapat terwujud dengan
sangat optimal. Beragam informasi penting ada disana, bahkan menu “Inspirasi
Kampung” dan sub-menu “Ide Kreatif”, tersedia informasi yang benar-benar
kreatif, misalnya Sepatu Dari Ikan Pari, Dari Sampah Menjadi Kerajinan Unik,
Membuat Tas Dari Bibir Gelas Minuman, dan seterusnya.
Sekarang mari
kita beralih ke pulau Jawa. Di Jawa Timur, Pemkot Surabaya mengeluarkan
inisitif berjudul GRMS (government
resources management systems). Inisiatif ini didorong oleh fakta belum
terintegrasinya sistem pengelolaan keuangan, mulai penyusunan anggaran,
perencanaan kegiatan, pengadaan barang/jasa, pencairan pekerjaan, hingga
pengendalian dan pengukuran kinerja. Dari situlah kemudian secara bertahap
dibangun perangkat sistem yang terdiri dari e-budgeting,
e-project palnning, e-procurement, e-delivery, e-controlling, dan e-performance, yang saling terkait satu
dengan lainnya. Boleh jadi, sistem yang menghubungkan rantai manajemen dari
hulu hingga hilir seperti ini hanya ada di Surabaya.
Selanjutnya, Kota
Solo, terlepas dari berbagai inovasi yang telah dikenal selama ini, ada juga inovasi
lain yang dikenal dengan konsep KIA (Kartu Insentif Anak). Anak di Solo akan
menerima kartu seperti KTP, yang memang berfungsi sebagai kartu identitas.
Dengan kartu ini pula, setiap anak Solo akan memperoleh diskon tidak hanya saat
berbelanja di took buku, ikut kursus bahasa Inggris atau seni dan musik, bahkan
juga potongan harga di hotel, restoran dan tempat-tempat wisata yang telah
memiliki kerjasama dengan Pemkot Solo. Tentu tidak berarti bahwa semua diskon
tadi akan menjadi beban APBD secara keseluruhan, karena terdapat ada 45 CSR
yang terlibat dalam program pemberian diskon ini. Singkatnya, program ini
bertujuan untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan menuju Solo sebagai Kota Layak Anak (KLA).
Tetangga sebelah
barat Solo, Yogyakarta, juga memiliki inovasi unit yang disebut UPIK (Unit
Pelayanan Informasi dan Keluhan). Apapun yang membuat anda jengkel saat berada
di Yogya, kirimkan saja keluhan anda melalui SMS 08122780001. Jika anda merasa
terganggu oleh pengamen saat makan di lesehan Malioboro, atau anda merasa
kesulitan mendapatkan taxi, atau kena copet, atau apapun dan jam berapapun,
petugas terkait akan merespon keluhan anda paling 1x24 jam.
Agak ke barat
lagi, di Bandung ada inisiatif yang disebut Km 0 Pro-poor Jabar. Program ini
dilatarbelakangi banyaknya indikasi program pengentasan kemiskinan yang tidak
tepat sasaran atau overlap dan tidak merata. Untuk itu, diciptakanlah sistem
pendukung pengambil keputusan (decision
support system) berbasis web dan sistem informasi geografis dengan
memanfaatkan data rumah tangga sasaran (RTS) yang disajikan secara by name, by address, by picture, dan by coordinat. Dengan program ini,
penduduk miskin beserta rumah tinggalnya dapat dimonitor langsung oleh Kepala
Daerah (Gubernur atau Bupati/Walikota) dan diukur jauhnya dari Km 0, yakni
kantor Gubernur di Gedung Sate.
Reportase saya
berakhir di Aceh Singkil. Di kabupaten yang berlokasi jauh di selatan Banda
Aceh ini memiliki inovasi berupa kemitraan bidan dan dukun. Dengan program yang
sementara baru berlaku di Kecamatan Singkil ini, dukun dilarang melakukan
persalinan, namun harus membantu bidan dalam proses persalinan serta bantuan
non-medis lainnya seperti penerjemahan bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau
sebaliknya, memijit ibu dan bayi pasca persalinan, atau layanan non medis
lainnya. Dalam hal ini, dukun akan mendapat insentif sebesar Rp 50 ribu per
bulan. Program kemitraan ini diharapkan dapat menekan jumlah kematian ibu hamil
sebanyak 7 orang, bayi lahir meninggal 34 kasus, dan kematian bayi 32 kasus,
yang terjadi pada tahun 2013.
Dari berbagai
inisiatif inovasi diatas, saya memiliki dua catatan ringan. Pertama, nampaknya banyak diantara
mereka yang belum memiliki instrumen dan metode untuk melakukan monitoring dan
penilaian kemanfaatan hasil inovasi tersebut. Ini agak disayangkan, karena
inovasi yang baik itu adalah yang bisa mengatasi masalah dan menawarkan
kemanfaatan. Jika ternyata belum mampu mencapai manfaat yang diharapkan, tentu
hasil evaluasi ini akan menajdi feedback untuk
penyempurnaan model inovasi yang lebih baik. Kedua, saya juga melihat bahwa belum ada satu wadah yang akan
menampung seluruh inovasi tadi menjadi database nasional tentang inovasi. Dalam
hal ini, saya memandang penting adanya sebuah portal inovasi secara nasional
yang akan berfungsi sebagai media interaktif antar inovator (individu maupun
institusi), sharing pengalaman, tukar
pengalaman, dan bahkan diskusi tentang kebutuhan penguatan inovasi untuk
dijadikan sebagai agenda dalam perumusan kebijakan di bidang inovasi.
Paling tidak,
inisiatif inovasi tadi sudah memberikan jawaban terhadap keraguan sebagian
pihak bahwa inovasi itu sulit, atau bahwa aparat itu cenderung enggan untuk
berinovasi. Meski jumlahnya masih belum sebanyak yang kita harapkan, namun dari
penampilan beragam inovasi itu sudah membuat saya “berenang di kolam inovasi”.
Nah, suatu saat nanti, saya yakin bahwa kita semua akan memiliki kesempatan
untuk “berenang di samudera inovasi”.
Jakarta, 18
Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar