Jumat, 06 Juni 2014

Wikipedia dan Facebook Dalam Duniia Akademik



Saya kasihan dengan Jimmy Wales (pendiri Wikipedia) dan Mark Zuckerberg (pendiri Facebook). Bukan karena mereka kurang terkenal atau kurang harta, karena mereka adalah adalah tokoh yang sangat terkenal dan sangat berlimpah harta. Saya kasihan karena produk dan layanan mereka yang begitu luar biasa sering dilecehkan oleh perguruan tinggi, lembaga riset, dan para intelektual dalam konteks akademik. Konkritnya, banyak mahasiswa tingkat sarjana, master, maupun doktor yang tidak boleh mengutip sesuatu dari Wikipedia atau Facebook karena dianggap tidak memiliki nilai akademik atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Coba perhatikan, apakah Facebook hanya berisi curhat atau ungkapan-ungkapan lebay yang tidak ilmiah? Bukankah sudah teramat banyak lembaga penelitian, lembaga pemerintah, tokoh-tokoh intelektual, atau para peneliti yang memiliki akun FB? Jika mereka berbicara di sebuah seminar atau konferensi dianggap ilmiah, atau mereka memberi pernyataan dalam sebuah wawancara juga dianggap sebagai data ilmiah, lantas mengapa pernyataan yang sama di FB tidak dikatakan sebagai sesuatu yang ilmiah? Bukankah pernyataan seseorang atau publikasi suatu instansi tertentu di FB bisa diketahui waktu publikasinya, sumber/alamat URL-nya, atau kapan kita mengakses laman FB mereka untuk membuktikan bahwa kutipan kita adalah benar dan bukan sebuah hasil rekaan? Jika sebuah instansi bisa membuat official website sebagai media komunikasi dengan stakeholder-nya, mengapa instansi yang sama tidak boleh membuat official Facebook?

Bagi saya, larangan mengutip pendapat, peristiwa, atau informasi apapun dari Facebook adalah sebuah kesesatan akademik. Saya justru meyakini bahwa hanya dengan mencermati cara masyarakat mengungkapkan perasaan, membuat status, atau memberi komentar dan aktivitas sejenisnya, kita bisa membuat karya ilmiah sekelas thesis atau disertasi yang menarik. Sebagai contoh, pola komunikasi dan hubungannya dengan status sosial ekonomi masyarakat, atau dampak dukungan seseorang kepada kandidat Presiden atau kepala daerah yang diungkapkan melalui Facebook terhadap retaknya relasi sosial dalam masyarakat, dan seterusnya, adalah issu-issu yang menarik yang bisa diketahui jawabannya dari mengkaji aktivitas di media sosial ini. Singkatnya, jika kita tidak mendefinisikan pegetahuan hanya sebagai sebuah deretan teori dan pendapat pakar, maka Facebook adalah sumber pengetahuan. Sikap pemihakan seseorang kepada calon presiden tertentu adalah pengetahuan, komplain seseorang kepada institusi pelayanan adalah pengetahuan, bahkan kemarahan seseorang karena merasa dikhianati oleh temannya adalah juga pengetahuan, yang jika dikelola dengan baik akan menjadi informasi yang berharga untuk dirumuskan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak terkait.

Saya pribadi memiliki atau mengelola laman “resmi” Facebook dengan nama akun “Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara – LAN” yang berisi beragam informasi tentang inovasi, dari artikel inovasi, best practices di berbagai daerah atau instansi, e-book inovasi, profil tokoh-tokoh inovatif, dan beragam informasi lain yang menurut saya sangat bermanfaat. Saya sendiri mencoba menjaganya agar kadar ilmiah dari setiap posting tetap dapat dipertanggungjawabkan. Namun ketika ada seorang mahasiswa UI yang mewawancarai saya dan saya tunjukkan tulisan-tulisan saya di laman itu, mereka menanyakan website resmi Kedeputian Inovasi. lantas saya tanyakan, apa bedanya website dengan Facebook, atau juga blog pribadi? Bukankah yang terpenting adalah validitas informasinya, bukan medianya ataupun siapa penulisnya? Lantas apa pertimbangan seorang guru besar atau pengajar di perguruan tinggi untuk melarang mengutip dari Facebook? Inilah yang hingga saat ini belum bisa masuk dalam akal sehat saya. Saya justru melihat ada satu keunggulan Facebook yang tidak dimiliki oleh blog atau website, yakni kemampuannya menjangkau seseorang tanpa perlu orang tersebut mencari di search engine dan memasukkan kata kunci tertentu. Sepanjang seseorang sudah menjadi follower dari sebuah page FB, maka secara otomatis dia akan menerima notifikasi setiap kali pemilik page melakukan update informasi. Itulah sebabnya, satu tulisan dalam waktu sangat singkat bisa menjangkau ribuan orang, dan ini adalah revolusi besar dalam sistem transfer pengetahuan. Bandingkan dengan buku yang dicetak terbatas, harganya mahal, dan hanya tersedia di took-toko tertentu, betapa sedikit kemanfaatannya. Bandingkan dengan buku yang dicetak terbatas, harganya mahal, dan hanya tersedia di took-toko tertentu, betapa sedikit kemanfaatannya bagi khalayak yang membutuhkan.

Nasib serupa diterima oleh Wikipedia. Banyak kalangan akademik yang tidak mengijinkan mahasiswa bimbingannya mengutip dari sumber ini. Selain argumen yang saya kemukakan untuk Facebook diatas, saya justru melihat Wikipedia memiliki kadar ilmiah yang jauh lebih tinggi dibanding buku teks. Mengapa? Karena Wikipedia adalah media internet yang bersifat open source, sehingga terbuka bagi siapa saja yang knowledgeable untuk menambah atau mengedit informasi tertentu. Memang ada resikonya jika ada orang iseng dan tidak memiliki basis pengetahuan melakukan editing. Namun dengan sifat open source-nya tadi, setiap informasi yang tidak benar akan terkoreksi oleh orang lain yang memiliki sumber/dasar pengetahuan yang lebih baik. Justru disitulah kekuatan Wikipedia, yakni terjadinya mekanisme uji Triangulasi, sebuah metode yang sangat dibutuhkan dalam penelitian untuk menjaga kadar obyektivitas dan akurasi informasi/pengetahuan. Maka, bagi saya Wikipedia-pun adalah sebuah revolusi besar dalam manajemen manajemen pengetahuan yang bersifat lintas pakar, lintas disiplin, lintas sektor, dan lintas negara. Bandingkan dengan buku yang pada umumnya hanya ditulis oleh satu orang, yang menjadikan tanggung jawab akademik hanya dipegang sendiri oleh penulisnya, sehingga kadar subyektivitas menjadi sangat tinggi. Itulah sebabnya, informasi Wikipedia hampir pastil tidak ada yang bisa menandingi dalam hal kelengkapan dan kebaruan atau aktualitasnya. Setiap buku perlu waktu palig tidak satu tahun untuk diterbitkan ulang dalam edisi revisi, namun di Wikipedia setiap informasi dapat di-update setiap hari bahsetiap hari bahkan setiap jam atau setiap menit.

Singkatnya, semua buku mengandung informasi dalam segala bidang; dan tidak semua pakar memiliki keahlian dalam banyak bidang kepakaran. Oleh karena itu, keberadaan Facebook maupun Wikipedia sepantasnya disambut positif bukan hanya sekedar untuk pergaulan, namun juga untuk dimanfaatkan bagi kepentingan yang lebih besar termasuk untuk urusan akademik. Jimmy Wales dan Mark Zuckerberg pastilah tidak keberatan media kreatif ciptaannya digunakan untuk iseng atau sekedar untuk update status, karena memang mereka menciptakannya tidak khusus sebagai referensi akademik, sebagaimana official website instansi pemerintah yang juga tidak diarahkan untuk itu. Namun jika ada kemanfaatan yang lebih besar, apakah kita harus menyia-nyiakannya? Saya pribadi mengatakan “tidak”, dimanapun kita temukan suatu kebaikan, disitu pulalah kita harus bisa mengambil manfaat untuk kebaikan diri kita dan orang lain.

Jakarta, 6 Juni 2014
*di tengah kemacetan km 8 tol bonjer*

Tidak ada komentar: