Saya kasihan dengan Jimmy Wales
(pendiri Wikipedia) dan Mark Zuckerberg (pendiri Facebook). Bukan karena mereka
kurang terkenal atau kurang harta, karena mereka adalah adalah tokoh yang
sangat terkenal dan sangat berlimpah harta. Saya kasihan karena produk dan
layanan mereka yang begitu luar biasa sering dilecehkan oleh perguruan tinggi,
lembaga riset, dan para intelektual dalam konteks akademik. Konkritnya, banyak
mahasiswa tingkat sarjana, master, maupun doktor yang tidak boleh mengutip
sesuatu dari Wikipedia atau Facebook karena dianggap tidak memiliki nilai
akademik atau tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
Coba perhatikan, apakah Facebook
hanya berisi curhat atau
ungkapan-ungkapan lebay yang tidak
ilmiah? Bukankah sudah teramat banyak lembaga penelitian, lembaga pemerintah,
tokoh-tokoh intelektual, atau para peneliti yang memiliki akun FB? Jika mereka
berbicara di sebuah seminar atau konferensi dianggap ilmiah, atau mereka
memberi pernyataan dalam sebuah wawancara juga dianggap sebagai data ilmiah,
lantas mengapa pernyataan yang sama di FB tidak dikatakan sebagai sesuatu yang
ilmiah? Bukankah pernyataan seseorang atau publikasi suatu instansi tertentu di
FB bisa diketahui waktu publikasinya, sumber/alamat URL-nya, atau kapan kita
mengakses laman FB mereka untuk membuktikan bahwa kutipan kita adalah benar dan
bukan sebuah hasil rekaan? Jika sebuah instansi bisa membuat official website sebagai media
komunikasi dengan stakeholder-nya,
mengapa instansi yang sama tidak boleh membuat official Facebook?
Bagi saya, larangan mengutip
pendapat, peristiwa, atau informasi apapun dari Facebook adalah sebuah
kesesatan akademik. Saya justru meyakini bahwa hanya dengan mencermati cara
masyarakat mengungkapkan perasaan, membuat status, atau memberi komentar dan
aktivitas sejenisnya, kita bisa membuat karya ilmiah sekelas thesis atau
disertasi yang menarik. Sebagai contoh, pola komunikasi dan hubungannya dengan
status sosial ekonomi masyarakat, atau dampak dukungan seseorang kepada
kandidat Presiden atau kepala daerah yang diungkapkan melalui Facebook terhadap
retaknya relasi sosial dalam masyarakat, dan seterusnya, adalah issu-issu yang
menarik yang bisa diketahui jawabannya dari mengkaji aktivitas di media sosial
ini. Singkatnya, jika kita tidak mendefinisikan pegetahuan hanya sebagai sebuah
deretan teori dan pendapat pakar, maka Facebook adalah sumber pengetahuan.
Sikap pemihakan seseorang kepada calon presiden tertentu adalah pengetahuan,
komplain seseorang kepada institusi pelayanan adalah pengetahuan, bahkan
kemarahan seseorang karena merasa dikhianati oleh temannya adalah juga
pengetahuan, yang jika dikelola dengan baik akan menjadi informasi yang
berharga untuk dirumuskan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak terkait.
Saya pribadi memiliki atau
mengelola laman “resmi” Facebook dengan nama akun “Deputi Bidang Inovasi
Administrasi Negara – LAN” yang berisi beragam informasi tentang inovasi, dari
artikel inovasi, best practices di
berbagai daerah atau instansi, e-book
inovasi, profil tokoh-tokoh inovatif, dan beragam informasi lain yang menurut
saya sangat bermanfaat. Saya sendiri mencoba menjaganya agar kadar ilmiah dari
setiap posting tetap dapat dipertanggungjawabkan. Namun ketika ada seorang
mahasiswa UI yang mewawancarai saya dan saya tunjukkan tulisan-tulisan saya di
laman itu, mereka menanyakan website
resmi Kedeputian Inovasi. lantas saya tanyakan, apa bedanya website dengan Facebook, atau juga blog
pribadi? Bukankah yang terpenting adalah validitas informasinya, bukan medianya
ataupun siapa penulisnya? Lantas apa pertimbangan seorang guru besar atau
pengajar di perguruan tinggi untuk melarang mengutip dari Facebook? Inilah yang
hingga saat ini belum bisa masuk dalam akal sehat saya. Saya justru melihat ada
satu keunggulan Facebook yang tidak dimiliki oleh blog atau website, yakni kemampuannya menjangkau
seseorang tanpa perlu orang tersebut mencari di search engine dan memasukkan kata kunci tertentu. Sepanjang
seseorang sudah menjadi follower dari
sebuah page FB, maka secara otomatis
dia akan menerima notifikasi setiap kali pemilik page melakukan update informasi.
Itulah sebabnya, satu tulisan dalam waktu sangat singkat bisa menjangkau ribuan
orang, dan ini adalah revolusi besar dalam sistem transfer pengetahuan.
Bandingkan dengan buku yang dicetak terbatas, harganya mahal, dan hanya
tersedia di took-toko tertentu, betapa sedikit kemanfaatannya. Bandingkan
dengan buku yang dicetak terbatas, harganya mahal, dan hanya tersedia di
took-toko tertentu, betapa sedikit kemanfaatannya bagi khalayak yang
membutuhkan.
Nasib serupa diterima oleh
Wikipedia. Banyak kalangan akademik yang tidak mengijinkan mahasiswa bimbingannya
mengutip dari sumber ini. Selain argumen yang saya kemukakan untuk Facebook
diatas, saya justru melihat Wikipedia memiliki kadar ilmiah yang jauh lebih
tinggi dibanding buku teks. Mengapa? Karena Wikipedia adalah media internet
yang bersifat open source, sehingga
terbuka bagi siapa saja yang knowledgeable
untuk menambah atau mengedit informasi tertentu. Memang ada resikonya jika
ada orang iseng dan tidak memiliki basis pengetahuan melakukan editing. Namun dengan sifat open source-nya tadi, setiap informasi
yang tidak benar akan terkoreksi oleh orang lain yang memiliki sumber/dasar
pengetahuan yang lebih baik. Justru disitulah kekuatan Wikipedia, yakni
terjadinya mekanisme uji Triangulasi, sebuah metode yang sangat dibutuhkan
dalam penelitian untuk menjaga kadar obyektivitas dan akurasi
informasi/pengetahuan. Maka, bagi saya Wikipedia-pun adalah sebuah revolusi
besar dalam manajemen manajemen pengetahuan yang bersifat lintas pakar, lintas
disiplin, lintas sektor, dan lintas negara. Bandingkan dengan buku yang pada
umumnya hanya ditulis oleh satu orang, yang menjadikan tanggung jawab akademik hanya
dipegang sendiri oleh penulisnya, sehingga kadar subyektivitas menjadi sangat
tinggi. Itulah sebabnya, informasi Wikipedia hampir pastil tidak ada yang bisa
menandingi dalam hal kelengkapan dan kebaruan atau aktualitasnya. Setiap buku
perlu waktu palig tidak satu tahun untuk diterbitkan ulang dalam edisi revisi,
namun di Wikipedia setiap informasi dapat di-update setiap hari bahsetiap hari bahkan setiap jam atau setiap
menit.
Singkatnya, semua buku mengandung
informasi dalam segala bidang; dan tidak semua pakar memiliki keahlian dalam
banyak bidang kepakaran. Oleh karena itu, keberadaan Facebook maupun Wikipedia
sepantasnya disambut positif bukan hanya sekedar untuk pergaulan, namun juga
untuk dimanfaatkan bagi kepentingan yang lebih besar termasuk untuk urusan
akademik. Jimmy Wales dan Mark Zuckerberg pastilah tidak keberatan media
kreatif ciptaannya digunakan untuk iseng atau sekedar untuk update status, karena memang mereka
menciptakannya tidak khusus sebagai referensi akademik, sebagaimana official website instansi pemerintah
yang juga tidak diarahkan untuk itu. Namun jika ada kemanfaatan yang lebih
besar, apakah kita harus menyia-nyiakannya? Saya pribadi mengatakan “tidak”,
dimanapun kita temukan suatu kebaikan, disitu pulalah kita harus bisa mengambil
manfaat untuk kebaikan diri kita dan orang lain.
Jakarta, 6 Juni 2014
*di tengah kemacetan km 8 tol
bonjer*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar