Sebagai sebuah
kata, inovasi sudah lama dikenal dalam peradaan umat manusia. Namun sebagai
sebuah konsep, banyak yang belum memiliki pemahaman memadai sehingga sering
menimbulkan penafsiran yang sangat kontras tentang inovasi. Apalagi sebagai
sebuah praktek dalam manajemen pemerintahan, masih amat sedikit produktivitas
pegawai dan instansi pemerintah dalam melahirkan kebaruan-kebaruan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi mereka. Karena belum adanya pemahaman yang relatif
utuh tentang makna inovasi dan belum terbiasa melakukannya, maka wajarlah jika
inovasi itu dipahami sebagai sesuatu yang sulit. Terlebih lagi dengan
mengkaitkan inovasi dengan berbagai resiko hukum, maka inovasi benar-benar
menjelma menjadi sesuatu yang sangat tidak menarik.
Seiring dengan
berjalannya proses reformasi di berbagai bidang, pandangan terhadap inovasi
juga turut berubah. Meski masih ada sisa-sisa mindset lama bahwa inovasi itu sulit dan beresiko, paling tidak
saat ini sudah bisa diamati banyaknya inisiatif inovasi yang dihasilkan oleh
berbagai instansi di tingkat pusat maupun daerah. Memang pada dasarnya inovasi itu mudah. Jangan
bayangkan inovasi itu sebagai sesuatu yang rumit, hanya terjadi di laboratorium,
penuh rumus ilmu pasti, banyak hubungan sebab akibat yang harus diurai, atau
harus menguasai teknologi terkini. Bayangkan saja inovasi itu sebagai
keseharian anda, yang saking sudah
biasanya sampai tidak anda sadari bahwa anda sedang berinovasi. Inovasi itu
bahkan bisa menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan (fun) atau menjadi bagian dari hobby
kita.
Apa contoh
konkrit bahwa inovasi itu mudah? Jika inovasi diterjemahkan sebagai pemberian
nilai tambah terhadap sesuatu, maka menciptakan children playground di Puskesmas atau di Kelurahan atau dimanapun
meski hanya memanfaatkan teras sempit yang ada, itu adalah sebuah inovasi.
Dengan adanya area bermain tadi, anak-anak menjadi tidak takut pergi ke
Puskesmas, dokternya juga bisa melakukan pemeriksaan di tempat bermain,
sedangkan orang tua yang anaknya sakit dapat mengatakan “Ayo kita bermain ke tempat bu dokter”, dari pada “Ayo kita pergi ke Puskesmas”. Inilah
konsep healing while playing (berobat
sembari bermain) yang sudah diterapkan di banyak Puskesmas di Indonesia. Kita
dapat juga belajar dari pengalaman sebuah lembaga di Roma yang memanfaatkan
ruangan kosong dibawah tanah (basemen)
sebagai “sekolah” bagi anak-anak para pegawai di lembaga tersebut. Dengan
begitu, para orang tua dan anak-anaknya tidak terpisah dalam waktu yang cukup
lama setiap harinya, sehingga si orang tua dapat konsentrasi bekerja dan si
anakpun terurus dengan baik terkait pendidikan dan kebutuhan hariannya.
Sementara itu
jika inovasi diartikan sebagai sesuatu yang baru di satu tempat namun sudah ada
di tempat lain, maka mengadopsi model survey di Toyota Astra 2000 berupa tiga
koin bergambar wajah cemberut (tidak puas), datar (puas), dan tersenyum (sangat
puas), dapat disebut sebagai sebuah inovasi. Atau, jika selama ini filing cabinet di kantor kita sulit
dipindahkan karena terlalu berat, cobalah berinovasi dengan memberi roda di
keempat sudutnya. Ini akan memberikan kemudahan saat terjadi mutasi pegawai.
Biarkan seorang pegawai pindah ruangan beserta berkas-berkas dalam filing cabinet “pribadinya”, tidak perlu
bongkar pasang berkas yang membuang waktu, tenaga, dan peluang untuk berkinerja.
Seorang inovator ulung sekaliber Ignasius Jonan (Dirut PT KAI) sekalipun
mengakui bahwa beberapa inovasi di perusahaannya dilakukan dengan mengadopsi
praktek terbaik di perusahaan lainnya. Sebagai contoh, sistem pemesanan tiket melalui
agen host-to-host diadopsi dari
industri penerbangan, sedangkan metode pemesanan tiket drive thru diadopsi dari restoran cepat saji seperti Mc Donald atau
KFC.
Selanjutnya,
jika inovasi itu dimaknakan sebagai penyederhanaan dan/atau pengintegrasian
tata laksana (business process), maka
pengurangan waktu dan komponen biaya dalam sebuah perijinan, atau penggabungan
dua ijin menjadi satu, adalah sebuah inovasi. SOP yang panjang dan birokratis
kemudian diubah menjadi lebih simple
dan sesuai kebutuhan pemakai (users
friendly) sehingga mampu menawarkan keuntungan berupa meningkatnya
kesadaran masyarakat atau dunia usaha untuk mengajukan perijinan, itupun adalah
sebuah inovasi. Kemungkinan lain, jika selama ini pelayanan dibatasi jam kerja
hanya sampai jam 16.00 wib, namun batasan waktu menjadi hilang karena
penggunaan Kotak Pos untuk menampung berkas pengajuan ijin, hal ini juga dapat
disebut sebagai sebuah inovasi.
Itu hanya
beberapa contoh bahwa inovasi itu mudah. Mudah, karena ruang berinovasi itu
tiada berbatas. Mulai dari dimensi kelembagaan, kepegawaian, manajemen
operasional (penganggaran, perencanaan, pengawasan), hingga soal logistik dan
seterusnya, semuanya adalah dimensi organisasi yang selalu menyisakan ruang
kosong untuk inovasi. Selain itu, mudahnya
melakukan inovasi juga dikarenakan tidak adanya keharusan menemukan sesuatu
yang baru sama sekali, namun bisa dengan cara mengadopsi atau mereplikasi
inovasi yang telah ada di tempat lain. Artinya, inovasi itu cukup dilakukan
dengan rumus ATM (amati, tiru, modifikasi) atau dalam istilah bahasa Jawa adalah
3N, yakni niteni, nirokke, nambahi. Tidak
ada tuntutan penemuan (invensi, nemokke)
disana. Kemudahan inovasi juga didorong oleh fakta bahwa tidak semua inovasi
membutuhkan dana besar. Penataan ruang tunggu yang dikemas seperti pusat
informasi karena dilengkapi dengan poster, video, mesin informasi touch screen, atau jaringan wi-fi, adalah salah satu inovasi tanpa
harus mengalokasikan banyak dana.
Dalam
perspektif kedepan, diyakini bahwa berinovasi itu semakin mudah. Selain adanya
kerangka regulasi yang semakin berpihak kepada inovasi, sebagaimana halnya
konsep RUU Pemerintahan Daerah, juga program-program Kementerian/Lembaga yang
semakin mempromosikan inovasi, misalnya Kementerian Dalam Negeri dengan IGA (Innovative Government Award),
Kementerian PAN dan RB dengan OIOI (One
Institution One Innovation), atau UKP4 dengan kompetisi “Inovasi
Solusi”nya. Belum lagi LSM seperti JPIP, Yappika, atau KPPOD, serta berbagai
lembaga donor yang begitu semangat membantu sektor pemerintahan di Indonesia
untuk semakin inovatif dan berdaya saing tinggi. Tidak sampai disitu, LAN juga
sedang mengembangkan “masterplan” dan e-directory
Inovasi untuk memudahkan siapapun mencari inspirasi dari kisah sukses berbagai
instansi atau daerah dalam mengelola inovasi. LAN juga akan terus mengembangkan
model training inovasi beserta modul-modul atau pedoman pelengkapnya. Itu semua
memberikan peluang bagi seluruh lini pemerintahan untuk berlomba mencapai
kinerja organisasi yang terbaik melalui inovasi.
Untuk itu,
yang paling dibutuhkan adalah keberanian untuk mencoba sesuatu yang berbeda,
atau sesuatu yang unik dan tidak biasa. Di dalam sesuatu yang berbeda atau
tidak biasa tadi, tentulah terkandung unsur kebaruan (novelty). Iklim belajar dan budaya kompetisi juga perlu semakin
diperkuat untuk melahirkan pemikiran-pemikiran cerdas dan kreatif dari seluruh
anggota organisasi tanpa kecuali. Tentu, dukungan anggaran dan teknologi akan
memberi pengaruh yang semakin kuat untuk keberhasilan inovasi. Namun komitmen dan
teamwork yang solid antar seluruh pihak tetaplah menjadi
prasyarat utama. Tanpa adanya kedua faktor ini, semudah apapun inovasi yang
dikembangkan, akan tetap terasa sulit. Sebaliknya, segalanya akan terasa mudah
jika dilandasi oleh komitmen dan teamwork
yang solid dalam organisasi.
Jakarta, 18
Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar