Menemukan dan menarik pelajaran dari
inovasi di negeri semaju Singapura hanya dalam waktu tiga hari tentulah bukan
suatu hal yang mudah. Namun pada kunjungan singkat dalam rangka tugas
mendampingi peserta Diklatpim II LAN Angkatan 39 Kelas A, saya mencoba
menangkap sebuah inisiatif inovasi yang sangat menarik di salah satu instansi
yang kami kunjungi, yakni SMRT (Singapore
Mass Rapid Transit).
Namun sebelumnya saya akan sedikit
memberi gambaran tentang tentang institusi ini. SMRT adalah perusahaan swasta
yang tunduk pada regulasi yang dikeluarkan oleh LTA (Land and Transportation Agency), sebuah instansi publik yang
bertugas mengatur peruntukan tanah dan sistem transportasi dan berada dibawah
Kementerian Transportasi. Jaringan rel SMRT terdiri dari MRT lines dan LRT line. Saat ini ada
empat MRT lines yakni: jalur Utara-Selatan (jalur merah), jalur
Timur-Barat (jalur hijau), jalur Utara-Timur (jalur ungu), dan jalur melingkar
(jalur kuning). Sedangkan jaringan LRT menghubungkan daerah hunian dengan
jalur-jalur MRT, terdiri atas tiga jalur yakni: Bukit Panjang (Bukit Panjang
LRT), Sengkang (Sengkang LRT), dan Punggol (Punggol LRT). Selain moda berbasis
rel, SMRT juga mengoperasikan bis kota dan taksi. Dari berbagai jalur dalam
sistem transportasi darat di Singapura tadi, kami hanya berkunjung ke manajemen
yang menangani jalur melingkar atau circle
line warna kuning.
Nah, di jalur kuning itulah saya melihat
ada inovasi besar yaitu penerapan kereta tanpa masinis (driverless train). Ini bisa dikatakan sebagai pilihan masa depan
bagi warga Singapura. Mengapa demikian? Nampaknya mereka menyadari benar bahwa
dimasa mendatang negeri ini akan semakin kesulitan untuk mencari tenaga masinis
yang profesional, sehingga keputusan harus diambil saat ini untuk mengatasi
permasalahan masa mendatang. Dari sini saja sudah nampak adanya keputusan yang
berani, cerdas, dan visioner. Dengan mengambil keputusan ini sekaligus mereka
dapat meningkatkan efisiensi dalam banyak hal, misalnya anggaran untuk membayar
masinis, dan waktu yang dibutuhkan untuk pergantian masinis. Selain itu,
penerapan sistem driverless ini juga
menjadikan tingkat kecelakaan menjadi nol (zero
accident), karena menurut pendapat mereka, setiap kecelakaan kereta selalu
bersumber dari kesalahan manusia (human
error).
Uniknya, mereka mengakui bahwa pada saat
ide untuk menciptakan sistem layanan kererta yang tanpa masinis ini, mereka
tidak memiliki teknologi dan pengetahuan sama sekali untuk itu. Mereka
mengatakan bahwa we are zero knowledge.
Itulah sebabnya, mereka mengirimkan beberapa tenaga terampil ke Perancis untuk
belajar bagaimana Perancis dapat menjalankan sistem tersebut. dari sini
terlihat bahwa inovasi di Singapura dalam hal perkeretaapian bukanlah sesuatu
yang baru dan merupakan gagasan orisinal, melainkan sebuah adopsi terhadap
sistem yang sudah ada di tempat yang lain. Namun bagi warga Singapura, itu
tentulah sesuatu yang baru, sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat, dan sesuatu yang dapat menyelesaikan masalah manpower atau masalah-masalah lainnya. Itulah sebabnya, inisiatif
untuk mengadopsi sistem di Perancis untuk diterapkan di Singapura tetap dapat
dikatakan sebagai sebuah inovasi.
Hal menarik lain yang dapat diamati dari
SMRT adalah rumusan organizational values
yang kuat dan menjadi branding terhadap
perusahaan. Nilai-nilai itu dirumuskan bersama seluruh pegawai dengan
memodifikasi nama perusahaan menjadi SMRTni. Singkatan ini diterjemahkan
sebagai: Service excellence
dengan inti pesan untuk mendahulukan orang lain (put others first), Mastery
yang mendorong setiap pegawai untuk terus meningkatkan pengetahuan agar
dapat berperan lebih baik lagi (be the
best you can be!), Responsibility
and respect yang menghargai setiap komitmen dan perbedaan antar pegawai (give everyone the respect they deserve),
Teamwork yang menuntut kesamaan dalam
melihat misi organisasi dan menyatukan kekuatan individu menjadi kekuatan
organisasi (together we can do anything),
Nurture yang bermakna menciptakan lingkungan
yang peduli dan kondusif untuk perkembangan potensi individu (lead with heart), serta Integrity yang menegaskan setiap pegawai
untuk memegang standar etika tertinggi dan menjadi teladan bagi orang lain (do the right thing).
Selain memiliki nilai-nilai organisasi
yang kuat, SMRT juga memiliki janji pelayanan kepada para pelanggannya.
Janji-janji ini merujuk pada standar minimal yang harus mereka lakukan,
diantaranya adalah minimal 94 persen kereta datang setiap 2 menit, minimal 96
persen kereta berangkat setiap 2 menit, ketersediaan kereta minimal 98 persen,
keterlambatan dalam pelayanan tiket tidak lebih dari 500 jam per 10.000 jam (5
persen), kelambanan pengoperasian lift tidak lebih dari 100 jam per 10.000 jam
(1 persen), dan kelambanan eskalator tidak lebih dari 50 jam per 10.000 jam
(0,5 persen). Janji pelayanan yang serupa juga diberlakukan untuk pelayanan bis
kota. Jika dicermati, janji-janji itu begitu detil, yang menunjukkan betapa
mereka bekerja dalam standar kualitas yang sangat tinggi dan didukung oleh
profesionalisme para pegawainya.
Profesionalisme pegawai yang tinggi itu
adalah hasil dari kebijakan perusahaan dalam mengelola dan memberdayakan
pegawainya. Di SMRT, pegawai diberi ruang yang luas untuk menyampaikan visi dan
pemikirannya untuk perbaikan organisasi. Beberapa forum sengaja diciptakan
untuk menjaga keintiman antara pimpinan dan stafnya, misalnya town
hall sessions, CEO dialogue sessions, tea sessions, dan quarterly cocktails. Pengalaman banyak lembaga di berbagai belahan
dunia seperti Ferrari, Manchester University, Oticon, dan sebagainya,
menunjukkan bahwa forum-forum informal seperti ini sangat efektif untuk
merangsang kreativitas pegawai dan menemukan ide-ide inovatif.
Pada
saat bersamaan, setiap tahunnya SMRT juga berinvestasi dengan mengikutsertakan
minimal 6,5 persen dari total jumlah pegawainya dalam program pelatihan dan
pengembangan teknik, non-teknik/manajerial, serta soft skill lainnya. Secara rata-rata, setiap pegawai memiliki jatah
untuk mendapatkan lima tempat pelatihan dan 74 jam pelatihan setiap tahunnya.
Ini semua ditempuh guna menjamin terpenuhinya kompetensi yang dibutuhkan untuk
mampu memberikan pelayanan kelas dunia. Terkait dengan program diklat ini,
setiap tahun SMRT melakukan analisis kebutuhan pelatihan (learning needs analysis) untuk menjamin adanya keterkaitan antara
program pelatihan dengan kebutuhan pegawai dan tujuan organisasi.
Disamping
itu semua, SMRT ternyata tidak fokus hanya pada core business-nya dalam layanan jasa perkeretaapian. Spirit entrepreneur SMRT juga dibuktikan dengan
mengelola bisnis properti, media, lembaga pendidikan, dan perekayasaan (engineering). SMRT nampaknya sadar betul
bahwa sekitar 2,6 juta penduduk yang menggunakan jasanya setiap hari, tidak
hanya butuh layanan transportasi, namun juga memiliki potensi bisnis lain yang
bisa digarap dan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Maka, SMRT mengelola
sekitar 34 ribu meter persegi ruangan komersial untuk disewakan, yang telah
dimanfaatkan untuk usaha fashion hingga
makanan. Dengan demikian, momen menunggu kereta (yang sebenarnya tidak perlu
ditunggu karena frekuensi kedatangan-keberangkatan yang sangat tinggi) adalah
waktu yang menyenangkan. Calon penumpang kereta bisa berbelanja, makan-makan,
atau sekedar ngobrol santai dengan temannya di lingkungan stasiun yang bersih
dan lengkap dengan segala fasilitas yang dibutuhkan pelanggannya. Pelayanan
yang terintegrasi seperti ini bagi saya adalah juga sebuah inovasi yang patut
untuk diadopsi oleh operator kereta api yang lain, termasuk PT. KAI.
Tidak
ketinggalan pula, SMRT memiliki program rutin berupa promosi seni dan budaya
untuk mengaitkan jasa perkeretaapian dengan industri lainnya seperti wisata,
kuliner, dan sebagainya. Sebagai contoh, saat ini sudah diagendakan pameran,
festival, atau event promosi lainnya hingga awal 2015 yang akan datang,
misalnya Look and Feel Fabulous (2-20
Juni), Mid-Autumn Festival (18
Agustus-5 September), Fashion Bazaar
(6-24 Oktober), Christmas Fair (8-26
Desember), serta Chinese New Year Fair (26
Januari-13 Februari 2015). Dengan mengadakan event seperti ini, selain menjadi
sumber pendapatan baru, juga akan semakin melebarkan ruang-ruang kreatif dimana
perusahaan dapat mengambil peran dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
SMRT nampaknya memang tidak mendedikasikan perusahaannya untuk mengangkut
sebanyak mungkin penumpang, namun lebih kepada memberikan layanan yang
menyenangkan dan memuaskan mereka. Maka, sangat tepat sekali rumusan visi SMRT,
yakni Moving People, Enhancing Life.
Sebagai
sebuah lesson learned, tentu saja
pengalaman SMRT tadi tidak harus diadopsi apa adanya. Siapapun dapat mengambil
inspirasi dan pelajaran dari apa yang sudah berhasil dilakukan oleh SMRT, tidak
hanya industri sejenis yang dapat meraih kemanfaatan. Siapa saja, individu
maupun instansi, yang memiliki ide untuk berinovasi, dapat melakukan modifikasi
atau penyesuaian agar lebih kontekstual dengan kondisi dan kebutuhannya. Sebab,
inovasi itu adalah sesuatu yang kontekstual, bukan sesuatu yang universal atau
berlaku sama untuk kondisi yang berbeda (one
size fits all). Jadi, selamat berinovasi sesuai gagasan kreatif
masing-masing!
Jakarta,
1 Juni 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar