Selasa, 02 Juni 2015

Antara Mengawali dan Mengakhiri



Tanggal 1 Juni 2015 boleh disebut sebagai hari yang istimewa bagi LAN. Pada hari yang bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila ini, dua orang penting LAN, yakni pak Agus Dwiyanto dan mas Anwar Sanusi mengalami peristiwa yang “kontras”. Mas Anwar mengemban jabatan baru selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, sementara pak Agus mengakhiri jabatan selaku Kepala LAN.

Lazimnya orang yang mengawali sebuah amanah, kata yang paling sering terdengar adalah permintaan doa dan dukungan. Sedangkan bagi yang mengakhiri amanah, lazim diikuti dengan permintaan maaf dan terima kasih atas kebersamaan selama ini. Begitu pula dengan orang-orang disekitarnya. Ada kelaziman mereka memberi ucapan “selamat, semoga sukses” kepada pejabat baru, dan mengatakan “terima kasih, semoga sehat” bagi pejabat lama. Bagi orang-orang tertentu, jabatan baru sering diikuti dengan tangis bahagia, sementara berakhirnya jabatan sering menimbulkan tangis duka. Meskipun sudah banyak orang yang mampu mensyukuri nikmatnya turun dari jabatan, rasa-rasanya masih lebih banyak orang yang mensyukuri saat menerima jabatan. Jabatan baru sering dimaknai sebagai nikmat, dan lepasnya jabatan tidak jarang dimaknai sebagai cobaan, meski pemaknaan seperti itu tidak selalu tepat. Awal dan akhir seperti menjadi dua kondisi yang sangat berlawanan.

Namun ketika saya mencoba merenung untuk pribadi saya, saya sampai kepada kesimpulan bahwa antara awal dan akhir itu teramat tipis batasnya. Keduanya bukan dua hal berbeda, namun hakikatnya adalah sebuah kesatuan seperti sekeping mata uang dengan dua sisinya yang berhimpit. Tidak ada awal tanpa akhir, sebagaimana tidak ada akhir tanpa awal. Jarak dan waktu tempuh dari titik awal hingga titik akhir juga begitu dekat dan cepat. Awal dan akhir juga merupakan berulang-ulang layaknya pagi yang mengawali hari dan malam yang mengakhiri hari. Begitu seterusnya membentuk sebuah siklus kehidupan. Awal dan akhir itu adalah sebuah keniscayaan (sunatullah) untuk hal-hal keduniawian. Bahkan ketika seseorang meninggal atau mengakhiri “kontrak hidupnya” dengan Yang Maha Kuasa, dia sedang mengawali sebuah dunia baru. Barulah di alam keabadian, mungkin kita tidak lagi mengenal kata akhir karena segala sesuatu bersifat kekal.

Itulah sebabnya, ucapan bagi seseorang yang mengawali jabatan baru maupun mengakhirinya tidak perlu dibedakan. Coba ucapkan “terima kasih” kepada seorang pejabat baru karena telah bersedia menerima amanah yang berat dan harus dipertanggungjawabkan di dunia maupun kelak di akherat. Bahkan gunung-pun tidak sanggup ketika Allah ingin menjadikannya selaku khalifah di muka bumi. Ketika manusia menyatakan sanggup menerima titah tersebut, ucapan manakah yang lebih layak disampaikan oleh gunung: selamat atau terima kasih? Coba sampaikan juga “semoga sehat” kepada pejabat baru, karena belum tentu mereka sanggup menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam keadaan sehat. Sebaliknya, kepada pejabat yang telah menyelesaikan tugas, ucapkan “selamat” karena telah berhasil melewati badai dan jalan terjal selama mengemban tanggung jawab jabatan. Ucapkan juga “semoga sukses” kepadanya sebagai bentuk doa agar ia mampu melewati masa depannya sama baiknya seperti saat ia menjalani jabatan dimasa lalunya.

Maka, bersyukurlah untuk akhir yang baik (husnul khatimah), yakni saat kita meninggalkan kedudukan dengan warisan yang layak ditiru dan dilanjutkan oleh generasi penerus. Bersyukurlah bahwa jabatan yang ditinggalkan akan menjadi kenangan terindah, catatan emas, dan bukti sejarah bahwa kita mampu memberi nilai tambah bagi orang lain melalui jabatan tersebut. Disisi lain, menunda syukur atas jabatan baru adalah sesuatu yang elok, hingga kita mampu membuktikan bahwa jabatan itu adalah ladang amal yang berhasil kita tanami dengan karya positif dan prestasi yang bermanfaat bagi sebanyak mungkin umat. Tangis bahagia hanya pantas kita cucurkan untuk masa lalu yang yang telah terlewati dengan baik, bukan untu masa depan yang ghaib yang belum jelas apa yang akan kita perbuat atau hasilkan. Kesuksesan itu sesungguhnya berada di akhir, bukan di awal.

Namun. “awal” tetaplah sebuah karunia Ilahi. Dengan “awal” itulah kita memiliki peluang untuk menanam kebaikan dan mengukir kesuksesan. Untuk itu, jangan pernah menjadikan “awal” sebagai tujuan. Pikirkanlah “akhir” ketika menerima “awal”. Hanya dengan begitu, Insya Allah kita akan tegolong sebagai hamba-Nya yang amanah atas setiap mandat yang dititipkan, baik berupa harta, anak istri/suami, atau jabatan. Melalui jabatan maupun titipan lainnya, sudah selayaknya amal dan pengabdian kita jauh lebih besar dan iklas dibanding tanpa sebuah titipan. Kalaupun kita bersykur atas “awal” yang indah, cukuplah sekedarnya saja. Bersyukurlah atas kesempatan yang kita miliki untuk berbuat kebaikan, dan imbangilah dengan berduka atas kemungkinan kegagalan kita berbuat baik melalui jabatan kita.

Kembali kepada kedua orang penting LAN yang saya ceritakan diatas, hakekatnya mereka tidak sedang mengawali dan mengakhiri sesuatu. Sesungguhnya mereka dan kita semua adalah musafir yang sedang dan masih berada dalam sebuah perjalanan (safar). Perjalanan itu ibarat roda pedati yang kadang berada diatas dan kadang berada dibawah. Ketika sedang berada dibawah, bersyukurlah karena hukum alam akan memastikan kita kembali naik. Sebaliknya, manakala berada diatas, waspadalah dan lakukan persiapan untuk perjalanan menurun di depan kita. Tujuan dari perjalanan kita sudah jelas, yakni mengikuti arah dan kehendak Sang Pencipta dan Pengendali kehidupan, serta membuat-Nya tersenyum atas pusaran hidup kita. Hanya waktunya saja yang kita tidak tahu kapan Tuhan akan memberhentikan dan mengakhirkan “pedati” kita.

Mas Anwar memang sedang mengawali jabatan Sekjen Kemendes, namun beliau juga mengakhiri jabatan selaku Kapusbin Analis Kebijakan dan akan mengakhiri jabatan Sekjen suatu saat nanti. Pak Agus memang sedang mengakhiri jabatan Kepala LAN, namun banyak bentangan tugas sudah menanti kontribusi beliau untuk memulainya, paling tidak sebagai Panitia Seleksi calon Kepala LAN. Kedudukan beliau selaku Kepala LAN sama strategisnya dengan peran selaku Pansel calon Kepala LAN. Bukankah awal dan akhir itu tidak ada artinya? Awal dan akhir itu hanya akan bermakna saat kita mampu memberikan penjiwaan terhadap awal dan akhir itu.

Serpong, 2 Juni 2015
*merenung dikala perayaan hari suci Waisak*

Tidak ada komentar: