Tanggal 1 Juni 2015 boleh disebut
sebagai hari yang istimewa bagi LAN. Pada hari yang bertepatan dengan Hari
Kesaktian Pancasila ini, dua orang penting LAN, yakni pak Agus Dwiyanto dan mas
Anwar Sanusi mengalami peristiwa yang “kontras”. Mas Anwar mengemban jabatan
baru selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi,
sementara pak Agus mengakhiri jabatan selaku Kepala LAN.
Lazimnya orang yang mengawali sebuah
amanah, kata yang paling sering terdengar adalah permintaan doa dan dukungan. Sedangkan
bagi yang mengakhiri amanah, lazim diikuti dengan permintaan maaf dan terima
kasih atas kebersamaan selama ini. Begitu pula dengan orang-orang disekitarnya.
Ada kelaziman mereka memberi ucapan “selamat, semoga sukses” kepada pejabat
baru, dan mengatakan “terima kasih, semoga sehat” bagi pejabat lama. Bagi orang-orang
tertentu, jabatan baru sering diikuti dengan tangis bahagia, sementara
berakhirnya jabatan sering menimbulkan tangis duka. Meskipun sudah banyak orang
yang mampu mensyukuri nikmatnya turun dari jabatan, rasa-rasanya masih lebih
banyak orang yang mensyukuri saat menerima jabatan. Jabatan baru sering
dimaknai sebagai nikmat, dan lepasnya jabatan tidak jarang dimaknai sebagai
cobaan, meski pemaknaan seperti itu tidak selalu tepat. Awal dan akhir seperti menjadi
dua kondisi yang sangat berlawanan.
Namun ketika saya mencoba merenung
untuk pribadi saya, saya sampai kepada kesimpulan bahwa antara awal dan akhir
itu teramat tipis batasnya. Keduanya bukan dua hal berbeda, namun hakikatnya
adalah sebuah kesatuan seperti sekeping mata uang dengan dua sisinya yang
berhimpit. Tidak ada awal tanpa akhir, sebagaimana tidak ada akhir tanpa awal. Jarak
dan waktu tempuh dari titik awal hingga titik akhir juga begitu dekat dan
cepat. Awal dan akhir juga merupakan berulang-ulang layaknya pagi yang mengawali
hari dan malam yang mengakhiri hari. Begitu seterusnya membentuk sebuah siklus
kehidupan. Awal dan akhir itu adalah sebuah keniscayaan (sunatullah) untuk hal-hal keduniawian. Bahkan ketika seseorang
meninggal atau mengakhiri “kontrak hidupnya” dengan Yang Maha Kuasa, dia sedang
mengawali sebuah dunia baru. Barulah di alam keabadian, mungkin kita tidak lagi
mengenal kata akhir karena segala sesuatu bersifat kekal.
Itulah sebabnya, ucapan bagi
seseorang yang mengawali jabatan baru maupun mengakhirinya tidak perlu
dibedakan. Coba ucapkan “terima kasih” kepada seorang pejabat baru karena telah
bersedia menerima amanah yang berat dan harus dipertanggungjawabkan di dunia maupun
kelak di akherat. Bahkan gunung-pun tidak sanggup ketika Allah ingin
menjadikannya selaku khalifah di muka bumi. Ketika manusia menyatakan sanggup menerima
titah tersebut, ucapan manakah yang lebih layak disampaikan oleh gunung:
selamat atau terima kasih? Coba sampaikan juga “semoga sehat” kepada pejabat
baru, karena belum tentu mereka sanggup menyelesaikan tugasnya dengan baik
dalam keadaan sehat. Sebaliknya, kepada pejabat yang telah menyelesaikan tugas,
ucapkan “selamat” karena telah berhasil melewati badai dan jalan terjal selama
mengemban tanggung jawab jabatan. Ucapkan juga “semoga sukses” kepadanya
sebagai bentuk doa agar ia mampu melewati masa depannya sama baiknya seperti
saat ia menjalani jabatan dimasa lalunya.
Maka, bersyukurlah untuk akhir
yang baik (husnul khatimah), yakni
saat kita meninggalkan kedudukan dengan warisan yang layak ditiru dan
dilanjutkan oleh generasi penerus. Bersyukurlah bahwa jabatan yang ditinggalkan
akan menjadi kenangan terindah, catatan emas, dan bukti sejarah bahwa kita mampu
memberi nilai tambah bagi orang lain melalui jabatan tersebut. Disisi lain, menunda
syukur atas jabatan baru adalah sesuatu yang elok, hingga kita mampu
membuktikan bahwa jabatan itu adalah ladang amal yang berhasil kita tanami
dengan karya positif dan prestasi yang bermanfaat bagi sebanyak mungkin umat. Tangis
bahagia hanya pantas kita cucurkan untuk masa lalu yang yang telah terlewati
dengan baik, bukan untu masa depan yang ghaib yang belum jelas apa yang akan
kita perbuat atau hasilkan. Kesuksesan itu sesungguhnya berada di akhir, bukan
di awal.
Namun. “awal” tetaplah sebuah karunia
Ilahi. Dengan “awal” itulah kita memiliki peluang untuk menanam kebaikan dan
mengukir kesuksesan. Untuk itu, jangan pernah menjadikan “awal” sebagai tujuan.
Pikirkanlah “akhir” ketika menerima “awal”. Hanya dengan begitu, Insya Allah kita
akan tegolong sebagai hamba-Nya yang amanah atas setiap mandat yang dititipkan,
baik berupa harta, anak istri/suami, atau jabatan. Melalui jabatan maupun titipan
lainnya, sudah selayaknya amal dan pengabdian kita jauh lebih besar dan iklas
dibanding tanpa sebuah titipan. Kalaupun kita bersykur atas “awal” yang indah,
cukuplah sekedarnya saja. Bersyukurlah atas kesempatan yang kita miliki untuk
berbuat kebaikan, dan imbangilah dengan berduka atas kemungkinan kegagalan kita
berbuat baik melalui jabatan kita.
Kembali kepada kedua orang
penting LAN yang saya ceritakan diatas, hakekatnya mereka tidak sedang mengawali
dan mengakhiri sesuatu. Sesungguhnya mereka dan kita semua adalah musafir yang
sedang dan masih berada dalam sebuah perjalanan (safar). Perjalanan itu ibarat roda pedati yang kadang berada diatas
dan kadang berada dibawah. Ketika sedang berada dibawah, bersyukurlah karena
hukum alam akan memastikan kita kembali naik. Sebaliknya, manakala berada
diatas, waspadalah dan lakukan persiapan untuk perjalanan menurun di depan
kita. Tujuan dari perjalanan kita sudah jelas, yakni mengikuti arah dan kehendak
Sang Pencipta dan Pengendali kehidupan, serta membuat-Nya tersenyum atas pusaran
hidup kita. Hanya waktunya saja yang kita tidak tahu kapan Tuhan akan
memberhentikan dan mengakhirkan “pedati” kita.
Mas Anwar memang sedang mengawali
jabatan Sekjen Kemendes, namun beliau juga mengakhiri jabatan selaku Kapusbin
Analis Kebijakan dan akan mengakhiri jabatan Sekjen suatu saat nanti. Pak Agus
memang sedang mengakhiri jabatan Kepala LAN, namun banyak bentangan tugas sudah
menanti kontribusi beliau untuk memulainya, paling tidak sebagai Panitia
Seleksi calon Kepala LAN. Kedudukan beliau selaku Kepala LAN sama strategisnya
dengan peran selaku Pansel calon Kepala LAN. Bukankah awal dan akhir itu tidak ada
artinya? Awal dan akhir itu hanya akan bermakna saat kita mampu memberikan penjiwaan
terhadap awal dan akhir itu.
Serpong, 2 Juni 2015
*merenung dikala perayaan hari
suci Waisak*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar