2015 adalah tahun pertama bagi
LAN memiliki laboratorium inovasi daerah, atau lebih sering disebut lab
inovasi. Tentu, lab inovasi ini tidak lahir begitu saja. Ada proses panjang,
olah pikir yang serius dan berat, juga kontemplasi yang mendalam dan imajinasi
masa depan yang liar. Maka, 2014 adalah periode perenungan tentang masa depan
inovasi, bagaimana situasi 5 tahun kedepan, apa bentuk intervensi dan peran yang
bisa dimainkan, program apa yang layak ditawarkan, bagaimana respon publik
terhadap program tersebut, dan seterusnya. Pada tahun 2014, kami memandang 2015
dan tahun-tahun berikutnya adalah masa depan yang masih gelap, yang tidak
berpola, dan penuh ketidakpastian. Hal ini wajar mengingat LAN mendapat mandat
baru untuk mendorong inovasi di bidang administrasi negara baru pada akhir
2013.
Setelah melewati pergulatan
intelektual yang ulet, akhirnya muncullah gagasan tentang lab inovasi tadi.
Bagi kami, lab inovasi menjadi model terbaru yang membedakan dengan program
atau strategi lain yang pernah dilakukan di LAN. Baik tahapannya yang terdiri
dari 5 langkah (drum-up, diagnose,
design, deliver, display), model komunikasi antara LAN dengan mitra yang
memberi porsi besar kepada mitra sebagai pelaku utama yang menghasilkan inovasi
(tidak lagi bersifat searah seperti model lama dan menempatkan LAN sebagai
pihak yang konwledgable), maupun
hasil kerja yang berwujud massive
innovation (tidak lagi hanya menghasilkan dokumen kajian dengan jumlah
terbatas), adalah kebaruan yang ditawarkan oleh lab ini.
Meminjam analisis Peter Thiel
dalam bukunya yang berjudul Zero to One (Crown
Business, 2014), menghasilkan sesuatu yang baru, sesuatu yang fresh karena yang belum pernah ada
sebelumnya, adalah inovasi “0 ke 1”. Sebagai sesuatu yang “baru”, maka wajar
jika inovasi merupakan sesuatu yang rumit. Beda dengan replikasi inovasi yang cenderung
meniru dan memodifikasi inovasi yang ada (1 ke n), inovasi 0 ke 1 membutuhkan
keberanian bermimpi tentang masa depan, optimisme dan keyakinan bahwa masa
depan itu bisa diwujudkan, serta determinasi dan stamina yang kuat untuk
melakukan segala daya upaya mewujudkan mimpi tadi.
Boleh jadi terlalu
melebih-lebihkan jika saya menyamakan lab inovasi dengan inovasinya (lebih
tepatnya invensi) Bill Gates yang menciptakan sistem operasi Windows dan
aplikasi Microsoft Office, atau Marc Zuckerberg dengan Facebook-nya, atau Larry
Page dan Sergey Brin yang menemukan mesin pencari paling sakti di dunia, yakni Google.
Namun sebagai sebuah konsep yang baru dan membedakan dari produk atau konsep
sebelumnya, lab inovasi dapat disejajarkan dengan temuan keempat manusia super
jenius diatas. Walaupun Kedeputian Inovasi LAN tidak menciptakan sistem operasi
komputer, sosial media, ataupun mesin pencari, namun Bill Gates, Marc
Zuckerberg, serta Larry Page dan Sergey Brin juga tidak pernah memikirkan dan
menemukan konsep tentang lab inovasi.
Sebagai sebuah konsep dengan
kategori “inovasi dari 0 ke 1”, maka berbagai produk ini potensial menghasilkan
dampak disruptive, yang berarti produk
yang baru ini memporakporandakan produk lama. Ketika orang beralih ke komputer,
maka mesin ketik menjadi tidak laku dan langsung ditinggalkan karena serta
merta menjadi teknologi yang kuno. Begitu pula dengan lab inovasi, kelahirannya
telah membuat model kerjasama yang selama ini dilakukan menjadi ketinggalan
zaman. Maka, “inovasi dari 0 ke 1” pada hakikatnya adalah sebuah disruptive innovation.
Bagi LAN, lab inovasi sendiri
hanyalah awal dari upaya menghasilkan konsep-konsep atau produk baru terkait
upaya mempercepat dan memperkuat inovasi di sektor publik. Dalam perspektif
hingga 2025 sebagai batas waktu mewujudkan birokrasi kelas dunia, LAN akan terus
mencoba menemukan konstruksi atau model baru tanpa meninggalkan konstruksi atau
model yang sudah terbangun sebelumnya. Setelah model lab inovasi terbukti
memberikan manfaat yang nyata, LAN akan melakukan replikasi tim di berbagai
penjuru tanah air untuk melimpahkan pelaksanaan lab inovasi kepada tim
tersebut. LAN sendiri akan fokus pada target selanjutnya yakni merealisasikan
mimpi tentang Street-level Innovation,
yakni sebuah gagasan mendorong inovasi di tingkat unit pemerintahan terbawah (desa
dan kelurahan) untuk mewujudkan desa/kelurahan inovatif sesuai visi pemerintahan
nasional 2014-2019. Dalam konsep ini, Kepala Desa dan Lurah akan dibentuk
menjadi agen perubahan / inovator di unit organisasi dan di wilayahnya.
Jika gagasan Street-level Innovation itu bisa dilaksanakan secara optimal
seperti gagasan lab inovasi, maka LAN kembali akan membentuk tim-tim di tingkat
daerah agar dapat menja;ankan secara mandiri program ini, sementara LAN akan
mendorong model inovasi yang baru, yakni Corporation-supported
Innovation. Ide dasar gagasan ini adalah bahwa inovasi merupakan
tanggungjawab seluruh komponen masyarakat berbangsa, termasuk perusahaan swasta
nasional dan BUMN/BUMD. Maka, korporasi yang memiliki resources (CSR), expertise,
methodology, dan experience dalam berbagai bidang, harus
menggunakan segenap kelebihannya tadi untuk mendukung inovasi sektor publik,
sehingga terbentuklah kemitraan strategis antar sektor publik dan privat.
Dab jika gagasan Corporation-supported Innovation itu
bisa dilaksanakan secara optimal, maka siklus seperti dikemukakan diatas akan
kembali diulang. LAN akan menciptakan tim-tim pada skala lokal maupun
instansional untuk melanjutkan program tersebut, sedangkan LAN akan kembali
fokus pada upaya menemukan model/konstruksi baru inovasi, yakni Community-based Innovation. Maksud dari
gagasan ini adalah bahwa inovasi sudah harus menjadi habit bagi kelompok terkecil dalam masyarakat, sehingga lahirnya inovasi
akan diinisiasi oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat seperti guru, mahasiswa
(melalui program KKN), pemuda (karang taruna), penyuluh (pertanian, kesehatan),
koperasi, RT/RW, kelompok pengajian atau kelompok arisan ibu-ibu, dan
sebagainya. Kades atau Lurah yang sudah menjadi champion inovasi pada tahap Street-level
Innovation, menjadi pelopor utama untuk menggerakkan inovasi di kelompok masyarakat
ini.
Singkatnya, LAN akan terus
mencoba menemukan “inovasi 0 ke 1” ini, dan tidak berpuas diri atau berhenti
dengan animo yang besar dari berbagai daerah untuk menjadi lab inovasi. Ini bukan
sebuah pekerjaan mudah dan sederhana, namun mensyaratkan adanya tim yang
dinamis, otak yang terus berpikir, dan sumur-sumur pengetahuan yang terus
tergali. Yang pasti, seseorang atau sebuah institusi yang sudah mampu
menghasilkan disruptive innovation,
hampir tidak pernah bermimpi melakukan hal yang sama berulang-ulang untuk waktu
yang lama. Perubahan dan kebaruan adalah obsesi yang menjadi amunisi dan
motivasi untuk terus menemukan inovasi terbaik demi Ibu Pertiwi.
Villa Melati Mas Serpong, 7 Juni
2015
(Tulisan ini diinspirasi oleh
tulisan berjudul Menguak Inovasi 0 ke 1 di
Kompas edisi 5/6/2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar