Jumat, 01 Oktober 2010

Perilaku Organisasi 1 - Pengantar


Individu, Kelompok dan Organisasi

 

Teori atau ilmu perilaku organisasi (organization behavior) pada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu sendiri (akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, kerangka dasar teori perilaku organisasi ini didukung oleh dua komponen pokok, yakni individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku tersebut.

 

Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau suatu kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruh organisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua pengaruh manusia terhadap organisasi. Pengertian ini sesuai dengan rumusan Kelly dalam bukunya Organizational Behavior yang menjelaskan bahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi dan hubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku individu di lain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu untuk mengarahkan perilaku manusia itu kepada upaya-upaya pencapaian tujuan.



Ruang Lingkup Perilaku Organisasi


Perilaku Organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang terdapat dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu – sebagaimana telah disinggung diatas – pengkajian masalah perilaku organisasi jelas akan meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi. Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : motivasi, kepemimpinan, stres dan atau konflik, pembinaan karir, masalah sistem imbalan, hubungan komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja (performance), kepuasan, pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational development), dan sebagainya.

Sementara itu aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi seperti faktor ekonomi, politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadi kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi, meskipun faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan dibahas dalam konteks ilmu perilaku organisasi.

Meskipun unsur-unsur, komponen atau sub sistem yang akan dibahas bisa jadi telah banyak dipelajari pada disiplin ilmu yang lain, namun Mata Kuliah Perilaku Organisasi akan mencoba menjawab, mengapa berbagai unsur atau komponen tadi dapat membentuk karakter, sikap, atau perilaku individu dalam kapasitasnya sebagai anggota suatu organisasi. Oleh karena itu, bobot atau muatan materinya akan diusahakan agar memiliki sisi empiris yang cukup memadai. Untuk kepentingan ini, maka pada setiap session pembahasan akan diupayakan untuk dilengkapi dengan kasus-kasus yang relevan sebagai instrumen untuk lebih memudahkan dalam memahami masalah perilaku organisasi.


Pendekatan Dalam Perilaku Organisasi


Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individu dalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasi haruslah dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber daya manusia (supportif), pendekatan kontingensi, pendekatan produktivitas dan pendekatan sistem. Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan untuk membantu pegawai agar berprestasi lebih baik, menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, dan kemudian berusaha menciptakan suasana dimana mereka dapat menyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki, sehingga mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan tugas. Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akan mencapai hasil yang lebih baik pula, sehingga pendekatan ini disebut pula dengan pendekatan suportif.

Sementara itu, pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda pula untuk mencapai keefektifan. Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bersifat universal dan perilaku dapat berlaku dalam situasi apapun, tidak dapat diterima sepenuhnya.

Disisi lain, pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagai ukuran seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkan keluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih baik merupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa baik penggunaan sumber daya dalam masyarakat. Dalam hal ini perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur dalam kaitannya dengan masukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan sosial juga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabila perilaku organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, dan pada akhirnya akan menghasilkan produktivitas pada derajat yang diinginkan.

Adapun pendekatan sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial, dimana di dalamnya terdapat seperangkat hubungan manusia yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara. Ini berarti, dalam mengambil keputusan para manaer harus mengkaji hal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknya terhadap sistem yang lebih besar, sehingga memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit analysis).

Antara pendekatan sumber daya manusia dengan pendekatan produktivitas diatas, memiliki kaitan yang sangat erat, dimana adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat produktivitas organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang diharapkan, seorang pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang bersifat pribadi dan internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan antara kebutuhan dengan prestasi kerja.


Motivasi dan Kepemimpinan


Kebutuhan dan atau keinginan seorang pekerja terhadap sesuatu hal tertentu dan akan diusahakan untuk bisa dicapainya, dalam kajian ilmu administrasi sering disebut dengan istilah motivasi. Motivasi adalah proses psikologis yang merupakan salah satu unsur pokok dalam perilaku seseorang. Sebagaimana dikemukakan Miftah Thoha, perilaku seseorang itu sebenarnya bisa dikaji sebagai saling berinteraksinya atau ketergantungannya unsur-unsur yang merupakan suatu lingkaran. Unsur-unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Atau menurut Fred Luthans, terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan (needs), dorongan (drive) dan tujuan (goals).

Dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi, salah satu aspek perilaku organisasi yang penting disamping motivasi, adalah kepemimpinan (leadership).

Bagi sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali mempunyai peran yang sangat penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti terjadinya proses membantu dan mendorong orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Jadi, faktor manusia atau pemimpin-lah yang mempertautkan kelompok dan memotivasinya untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga mengubah yang tadinya hanya kemungkinan menjadi kenyataan.

Seorang pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya, secara keseluruhan di persepsikan oleh karyawannya sebagai gaya kepemimpinan (leadership style). Gaya tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.

Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis), berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.

Selain gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saa yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain : memuingkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.

Sementara itu, pemimpin partisipatif lebih banyak mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin bebas kendali menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri. Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif. Secara lebih detail, pembahasan mengenai motivasi ini akan diteruskan pada bab-bab selanjutnya dari diktat ini.


Aspek-aspek lain dalam Perilaku Organisasi


Selain masalah motivasi dan kepemimpinan, ilmu Perilaku Organisasi mengkaji juga beberapa aspek strategis dalam organisasi seperti pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi, stres dan konflik, produktivitas dan atau kinerja, dan sebagainya. Keseluruhan aspek ini selalu terkait dengan masalah perilaku manusia dalam organisasi, sehingga aspek-aspek strategis itupun akan sangat tergantung kepada proses pembentukan perilaku maupun baik buruknya perilaku manusia itu sendiri.

Dalam proses pengambilan keputusan misalnya, ternyata dalam setiap tahapnya akan terdapat perilaku orang yang beraneka ragam, dari yang pendiam dan menyerahkan sepenuhnya kepada orang lain, monopoli dan ingin memaksakan kehendak, sampai dengan sikap-sikap sok tahu atau menyembunyikan informasi.

Dalam proses pengambilan keputusan pada khususnya dan dalam setiap aktivitas organisasional pada umumnya, akan terjalin suatu hubungan interpersonal atau komunikasi antar anggotanya. Sebagaimana halnya pada proses pengambilan keputusan, maka proses komunikasipun sering menghadapi kegagalan dan hambatan yang bersumber dari sikap dan perilaku orang yang berbeda-beda, seperti sikap asertif, non asertif, atau bahkan agresif.

Kondisi-kondisi tidak berjalannya proses-proses keorganisasian seperti yang diharapkan ini pada gilirannya akan dapat menimbulkan stres bagi anggota organisasi, sekaligus membawa kemungkinan munculnya konflik baik – dalam pengertian yang positif maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diupayakan agar konflik negatif sesegera mungkin dipecahkan atau diselesaikan, sementara konflik positif dipelihara untuk memacu peningkatan produktivitas dan atau kinerja organisasi. Sebab, tujuan akhir dari pembentukan organisasi adalah kesejahteraan manusia, sedangkan kesejahteraan ini dapat dicapai apabila produktivitas / kinerja organisasi dapat terus ditingkatkan.

Tidak ada komentar: