Individu, Kelompok dan
Organisasi
Teori
atau ilmu perilaku organisasi (organization
behavior) pada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu
sendiri (akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada
tingkah laku manusia dalam organisasi.
Dengan demikian, kerangka dasar teori perilaku organisasi ini didukung oleh dua
komponen pokok, yakni individu-individu
yang berperilaku dan organisasi formal
sebagai wadah dari perilaku tersebut.
Jadi,
perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku
manusia dalam organisasi atau suatu kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruh organisasi terhadap manusia,
sedang aspek kedua pengaruh manusia
terhadap organisasi. Pengertian ini sesuai dengan rumusan Kelly dalam bukunya Organizational Behavior yang menjelaskan
bahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi dan hubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku
individu di lain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu untuk mengarahkan perilaku manusia itu kepada
upaya-upaya pencapaian tujuan.
Ruang Lingkup Perilaku
Organisasi
Perilaku
Organisasi, sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang
terdapat dalam organisasi tersebut. Oleh karena itu – sebagaimana telah
disinggung diatas – pengkajian masalah perilaku organisasi jelas akan meliputi
atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu. Dengan demikian dapat
dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada
dimensi internal dari suatu organisasi. Dalam kaitan ini, aspek-aspek yang
menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari ilmu perilaku organisasi
antara lain adalah : motivasi,
kepemimpinan, stres dan atau konflik, pembinaan karir, masalah sistem imbalan,
hubungan komunikasi, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, produktivitas dan atau kinerja (performance), kepuasan, pembinaan
dan pengembangan organisasi (organizational
development), dan sebagainya.
Sementara
itu aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi seperti faktor
ekonomi, politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya,
menjadi kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi, meskipun faktor eksternal ini juga
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keberhasilan organisasi dalam
mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan dibahas dalam konteks ilmu
perilaku organisasi.
Meskipun unsur-unsur, komponen atau sub
sistem yang akan dibahas bisa jadi telah banyak dipelajari pada disiplin ilmu
yang lain, namun Mata Kuliah Perilaku Organisasi akan mencoba menjawab, mengapa
berbagai unsur atau komponen tadi dapat membentuk karakter, sikap, atau
perilaku individu dalam kapasitasnya sebagai anggota suatu organisasi. Oleh
karena itu, bobot atau muatan materinya akan diusahakan agar memiliki sisi
empiris yang cukup memadai. Untuk kepentingan ini, maka pada setiap session
pembahasan akan diupayakan untuk dilengkapi dengan kasus-kasus yang relevan
sebagai instrumen untuk lebih memudahkan dalam memahami masalah perilaku
organisasi.
Pendekatan
Dalam Perilaku Organisasi
Dengan adanya interaksi atau hubungan antar individu
dalam organisasi, maka penelaahan terhadap perilaku organisasi haruslah
dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sumber daya manusia (supportif), pendekatan kontingensi,
pendekatan produktivitas dan pendekatan sistem. Pendekatan
sumber daya manusia
dimaksudkan untuk membantu pegawai agar berprestasi lebih baik, menjadi orang
yang lebih bertanggung jawab, dan kemudian berusaha menciptakan suasana dimana
mereka dapat menyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka miliki,
sehingga mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan tugas. Pendekatan
ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akan mencapai hasil yang lebih
baik pula, sehingga pendekatan ini disebut pula dengan pendekatan suportif.
Sementara
itu, pendekatan kontingensi
mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang berbeda menghendaki praktek
perilaku yang berbeda pula untuk mencapai keefektifan. Disini pandangan lama
yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen bersifat universal dan perilaku
dapat berlaku dalam situasi apapun, tidak dapat diterima sepenuhnya.
Disisi
lain, pendekatan produktivitas
dimaksudkan sebagai ukuran seberapa efisien suatu organisasi dapat menghasilkan
keluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas yang lebih baik merupakan ukuran
yang bernilai tentang seberapa baik penggunaan sumber daya dalam masyarakat.
Dalam hal ini perlu diingat bahwa konsep produktivitas tidak hanya diukur dalam
kaitannya dengan masukan dan keluaran ekonomis, tetapi masukan manusia dan
sosial juga merupakan hal yang penting. Dengan demikian, apabila perilaku
organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi kepuasan kerja, maka akan dihasilkan
keluaran manusia yang baik pula, dan pada akhirnya akan menghasilkan
produktivitas pada derajat yang diinginkan.
Adapun
pendekatan sistem terutama diterapkan
dalam sistem sosial, dimana di dalamnya terdapat seperangkat hubungan manusia
yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara. Ini berarti, dalam mengambil
keputusan para manaer harus mengkaji hal-hal diluar situasi langsung untuk
menentukan dampaknya terhadap sistem yang lebih besar, sehingga memerlukan
analisis biaya dan manfaat (cost –
benefit analysis).
Antara
pendekatan sumber daya manusia dengan pendekatan produktivitas diatas, memiliki
kaitan yang sangat erat, dimana adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan
untuk melakukan tugasnya sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat
produktivitas organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang
diharapkan, seorang pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang
bersifat pribadi dan internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan
antara kebutuhan dengan prestasi kerja.
Motivasi dan Kepemimpinan
Kebutuhan
dan atau keinginan seorang pekerja terhadap sesuatu hal tertentu dan akan
diusahakan untuk bisa dicapainya, dalam kajian ilmu administrasi sering disebut
dengan istilah motivasi. Motivasi adalah proses psikologis yang merupakan
salah satu unsur pokok dalam perilaku seseorang. Sebagaimana dikemukakan Miftah Thoha, perilaku seseorang itu
sebenarnya bisa dikaji sebagai saling
berinteraksinya atau ketergantungannya unsur-unsur yang merupakan suatu
lingkaran. Unsur-unsur itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Atau menurut Fred Luthans, terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan (needs), dorongan (drive) dan tujuan (goals).
Dalam
kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi, salah satu aspek perilaku
organisasi yang penting disamping motivasi, adalah kepemimpinan (leadership).
Bagi
sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali mempunyai peran yang sangat
penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti terjadinya proses membantu dan
mendorong orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai tujuan. Jadi,
faktor manusia atau pemimpin-lah yang mempertautkan kelompok dan memotivasinya
untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga mengubah yang tadinya hanya
kemungkinan menjadi kenyataan.
Seorang
pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat,
keterampilan dan sikapnya, secara keseluruhan di persepsikan oleh karyawannya
sebagai gaya
kepemimpinan (leadership style). Gaya tersebut bisa
berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau
orang tertentu.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin
yang positif dan negatif, dimana
pembedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila
pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non
ekonomis), berarti telah digunakan gaya
kepemimpinan yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada
hukuman atau punishment, berarti dia
menerapkan gaya
kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang
diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain
gaya kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu gaya
otokratik, partisipatif, dan bebas kendali (free
rein atau laissez faire). Pemimpin otokratik memusatkan kuasa dan
pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit
bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saa yang diperintahkannya. Kepemimpinan
ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun
demikian, ada juga beberapa manfaatnya antara lain : memuingkinkan pengambilan
keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang
kompeten.
Sementara
itu, pemimpin partisipatif lebih
banyak mendesentralisasi-kan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang
diambil tidak bersifat sepihak. Adapun pemimpin
bebas kendali menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian menggantungkan
kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah kearah penerapan
praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling konsisten dengan
perilaku organisasi yang supportif. Secara lebih detail, pembahasan mengenai
motivasi ini akan diteruskan pada bab-bab selanjutnya dari diktat ini.
Aspek-aspek lain dalam
Perilaku Organisasi
Selain
masalah motivasi dan kepemimpinan, ilmu Perilaku Organisasi mengkaji juga
beberapa aspek strategis dalam organisasi seperti pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan, komunikasi, stres dan konflik, produktivitas dan atau kinerja, dan
sebagainya. Keseluruhan aspek ini selalu terkait dengan masalah perilaku
manusia dalam organisasi, sehingga aspek-aspek strategis itupun akan sangat
tergantung kepada proses pembentukan perilaku maupun baik buruknya perilaku
manusia itu sendiri.
Dalam
proses pengambilan keputusan misalnya, ternyata dalam setiap tahapnya akan
terdapat perilaku orang yang beraneka ragam, dari yang pendiam dan menyerahkan
sepenuhnya kepada orang lain, monopoli dan ingin memaksakan kehendak, sampai
dengan sikap-sikap sok tahu atau menyembunyikan informasi.
Dalam
proses pengambilan keputusan pada khususnya dan dalam setiap aktivitas
organisasional pada umumnya, akan terjalin suatu hubungan interpersonal atau
komunikasi antar anggotanya. Sebagaimana halnya pada proses pengambilan
keputusan, maka proses komunikasipun sering menghadapi kegagalan dan hambatan
yang bersumber dari sikap dan perilaku orang yang berbeda-beda, seperti sikap
asertif, non asertif, atau bahkan agresif.
Kondisi-kondisi
tidak berjalannya proses-proses keorganisasian seperti yang diharapkan ini pada
gilirannya akan dapat menimbulkan stres bagi anggota organisasi, sekaligus
membawa kemungkinan munculnya konflik baik – dalam pengertian yang positif
maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diupayakan agar konflik negatif sesegera
mungkin dipecahkan atau diselesaikan, sementara konflik positif dipelihara
untuk memacu peningkatan produktivitas dan atau kinerja organisasi. Sebab, tujuan
akhir dari pembentukan organisasi adalah kesejahteraan manusia, sedangkan
kesejahteraan ini dapat dicapai apabila produktivitas / kinerja organisasi
dapat terus ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar