Jumat, 01 Oktober 2010

Perilaku Organisasi 6 – Komunikasi


Pengantar

 

Dalam hal berkomunikasi, sering terjadi suatu kondisi dimana posisi seseorang dominan dibanding yang lainnya. Atau mungkin juga, seseorang memiliki informasi yang lebih banyak dan luas, sehingga pihak yang menjadi lawan bicaranya menjadi pasif, kurang responsif dan cenderung mengiyakan saja. Bahkan tidak jarang terjadi, seseorang yang ingin berkomunikasi dengan orang lain sudah memiliki rasa tidak percaya diri, takut, ewuh pakewuh, minder, atau gemetar. Jadi jelaslah bahwa proses komunikasi antar dua orang atau lebih seringkali berada pada posisi yang tidak sederajat (asymetric relation), sehingga nilai obyektivitas dan efektivitas dari proses komunikasi tadi dapat terganggu. Selanjutnya apabila kondisi in berjalan terus tanpa upaya antisipasi, maka tujuan dari diadakannya komunikasi tadi menjadi terhambat. Oleh karena itu, proses komunikasi hendaknya berjalan secara wajar, terbuka, dan sejajar.


Komunikasi: Pengertian dan Prosesnya


Secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekadar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi (Johnson, dalam Supratiknya, 1995: 30).

Sementara secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu. Lambang-lambang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi ataupun ungkapan tertentu dan gerak tubuh.

Dari berbagai definisi ataupun pengertian tentang komunikasi, menurut Robby Chandra (1992: 46-47) dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu:

  • Definisi berdasarkan perspektif yang bersifat behavioristik. Prespektif ini datang dari cabang psikologi behavioristik yang menekankan hubungan antara stimulus/rangsangan dan respons dari penerima stimulus. Dengan demikian teori yang menggunakan perspektif ini akan menekankan komunikasi sebagai pengaruh perasaan sebagai stimulus terhadap seseorang.
  • Definisi berdasarkan teori transmisi. Menurut teori ini komunikasi adalah transfer informasi dari pengirirm berita kepada penerima. Di dalam definisi yang bersifat transmisional tekanan diletakkan pada peranan media, waktu, dan sekuens dari berita.
  • Definisi berdasarkan prespektif yang menekankan interaksi. Perspektif ini meyadari bahwa komunikator dan penerima saling berespons. Kata kunci di dalam definisi yang memperhatikan interaksi ialah umpan balik (feed-back) dan efek timbal balik.
  • Definisi yang menekankan transaksi. Perspektif definisi serupa ini komunikasi dilihat sebagi penglaman di mana pesertanya ambil bagian dengan aktif. Karena tekanan perhatiannya diletakkan atas pemahaman tentang konteks, proses, dan fungsi komunikasi yang terjadi.

Komunikasi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain, berlangsung pada taraf kedalaman yang berbeda-beda. Dan atas dasar kedalamannya ini, John Powell (dalam Supratiknya, 1995: 32-34) membedakan komunikasi dalam lima taraf. Taraf Kelima adalah basa-basi. Ini merupakan taraf komunikasi paling dangkal. Biasanya terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan. Taraf keempat, yakni membicarakan orang lain. Di sini orang sudah mulai saling menanggapi, namun tetap masih dalam taraf dangkal, khususnya sebelum mau berbicara tantang diri masing-masing.

Taraf ketiga adalah menyatakan gagasan dan pendapat. Kita sudah mau saling membuka diri, saling mengungkapkan diri, namun pengungkapan diri tersebut masih terbatas pada taraf pikiran. Taraf kedua adalah taraf hati dan perasaan. Ada yang mengatakan bahwa emosi atau perasaan adalah unsur yang membedakan orang yang satu dari yang lain. Sama-sama menghias rumah dan menaikan bendera dalam rangka tujuh belas Agustus-an, namun seorang veteran pejuang yang hidupnya kini sukses, veteran pejuang yang bernasib kurang beruntung, miskin dan terlupakan, warga masyarakat biasa yang tidak mengalami sendiri masa perang, dan seorang mahasiswa yang aktif memperjuangkan keadialn, tentu melakukannya dengan perasaan yang berbeda-beda.

Taraf pertama adalah hubungan puncak. Komunikasi pada taraf ini ditandai dengan kejuuran, keterbukaan dan saling percaya yang mutlak diantara kedua belah fihak. Tidak ada lagi ganjalan-ganjalan berupa rasa takut, rasa khawatir jangan-jangan kepercayaan kita disia-siakan. Selain merasa bebas untuk saling mengungkapkan perasaan, biasanya kedua belah pihak juga memiliki perasaan yang sama tentang banyak hal. Dengan kata lain, komunikasi tersebut telah berkembang begitu mendalam sehingga kedua pihak merasakan kesatuan timbal balik yang hampir sempurna.

Dalam pelaksanaan suatu komunikasi, atau untuk dapat tersampaikannya suatu pesan dari seseorang (pengirim) kepada orang lain (penerima), perlu adanya proses, yakni proses komunikasi. Didalam proses ini, paling tidak terdapat tujuh unsur dasar, yaitu (Supratiknya, 1995: 31):

  • Maksud-maksud, gagasan dan perasaan yang ada dalam diri pengirim serta bentuk tingkah laku yang dipilihnya.
  • Proses kodifikasi pesan oleh pengirim. Pengirim mengubah gagasan, perasaan dan maksud-maksudnya kedalam bentuk pesan yang dapat dikirimkan.
  • Proses pengiriman pesan kepada penerima.
  • Adanya saluran (channel) atau media, melalui mana pesan dikirimkan.
  • Proses dekodifikasi pesan oelh penerima. Penerima menginterpretasikan atau menafsirkan makna pesan.
  • Tanggapan batin oleh penerima terhadap hasil interpretasinya tentang makna pesan yang ditangkap.
  • Kemungkinan adanya hambatan (noise) tertentu.


Komunikasi Satu Arah & Dua Arah


Dilihat dari umpan balik atau respon para pihak dalam berkomunikasi, maka terdapat dua bentuk komunikasi, yakni komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Komunikasi satu arah, yakni situasi komunikasi di mana pengirim tidak memiliki kesempatan untuk mengetahui bagaimana penerima telah mendekodefikasikan pesannya. Sebaliknya, komunikasi dua arah berlangsung apabial pengirim cukup leluasa mendapatkan umpan balik tentang cara penerimaan menangkap pesa yang telah dikirimnya. Komunikasi dua arah yang terbuka semacam ini akan mempermudahkan terjadinya saling pemahaman dalam komunikasi, dan sangat menolong mengembangkan suatu relasi yang memuaskan bagi kedua belah pihak serta kerja sama yang efektif (Johnson, dalam Supratiknya, 1995: 38-39).


Pentingnya Komunikasi


Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagian hidup kita. Johnson (1981) sebagaimana dikutip Supratiknya (1995: 9-10) menunjukan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia.

Pertama, komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Bersama proses itu, perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain itu.

Kedua, identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain itu terhadap diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

Ketiga, dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita srta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkanya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Tentu saja, perbandingan sosial (social comparison) semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

Keempat, kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan menderita merasa sedih, cemas, frustasi. Bila kemudian kita menarik diri dan menghindari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan mungkin juga penderitaan fisik.

Apabila dalam proses tersebut terjadi suatu komunikasi yang tidak lancar dan tidak efektif, akan terjadi apa yang disebut kegagalan komunikasi (communication failure). Atau dengan kata lain, kegagalan dalam komunikasi timbul karena adanya kesenjangan antara apa yang sebenarnya dimaksud pengirim dengan apa yang oleh penerima diduga dimaksud oleh pengirim. Secara lebih rinci (Johnson: dalam Supratiknya, 1995: 32-34) mengidentifikasikan sumber kegagalan komunikasi pada sejumlah faktor sebagai berikut:

§  Sumber-sumber hambatan yang bersifat emosional dan sosial atau kultural. Misalnya, karena kita tidak suka pada seseorang maka semua kata-katanya kita tafsikan negatif. Atau, kita tersinggung ketika seorang teman Barat membelai kepala kita, ternyata baginya merupakan ungkapan keakraban.
  • Sering kita mendengarkan dengan maksud sadar maupun tidak sadar untuk memberikan penilaian dan menghakimi si pembicara. Akibatnya, ia menjadi bersifat defensif. Artinya, bersikap menutup diri dan sangat berhati-hati dalam berkata-kata.
  • Sering, kita gagal dalam menangkap maksud konotatif di balik ucapannya kendati kita sepenuhnya tahu arti denotatif kata-kata yang digunakan oleh seorang pembicara.
  • Kesalahfahaman atau distorsi dalam komunikasi sering terjadi karena tidak saling mempercayai.


Tiga Gaya Tanggapan Dalam Komunikasi


Mengenai cara seseorang (komunikan) memberikan tanggapan kepada komunikator – dilihat dari hak untuk mempertahankan kepentingan dan harga dirinya – terdapat tiga gaya tanggapan, yaitu non asersi, asersi dan agresi.

Asersi adalah tindakan untuk mempertahankan hak azasi sendiri yang mendasar tanpa melanggar hak azasi orang lain (Jakubowski-Spector, 1973). Dengan kata lain, asersi adalah gaya tanggapan yang mengakui batas-batas antara hak individu seseorang dengan hak orang lain dan senantiasa menjaga batas-batas itu. Oleh karena itu, dalam tanggapan asertif ini terkandung suatu pengakuan bahwa hak orang lain untuk berbuat salah, namun tiap-tiap orang berhak memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa mengabaikan menolong orang lain.

Ketika salah seorang teman Inem pinjam mobil sport barunya untuk tamasya, Inem menanggapi secara “asertif” dengan mengatakan: “Saya memahami kebutuhanmu akan transportasi, tetapi mobil ini terlalu berarti bagi saya untuk saya pinjamkan”. Inem berhasil memahami hak temannya untuk meminjam, tetapi juga berhasil mempertahankan haknya sendiri untuk menolak.

Kemudian gaya tanggapan non-asersi menggambarkan ketidak-mampuan untuk mempertahankan batas antara hak seseorang dengan hak orang lain secara memuaskan. Gaya tanggapan ini terjadi bilamana seseorang membiarkan batas-batas haknya dipersempit. Dalam kasus Inem, tanggapan yang bersifat “Non-Asertif” tentunya akan meminjamkan kendaraannya, karena takut temannya akan menganggap dirinya picik atau kurang percaya; oleh karena itu ia menyesal mengapa ia tidak menolak. Jadi dalam hal ini Inem tidak memilih untuk mengatakan tidak.

Adapun gaya tanggapan agresip terjadi jika seseorang memasuki batas-batas hak individu orang lain. Dalam kasus Inem ungkapan agresi dapat berbunyi seperti ini: “Tentu saja tidak!” atau “Kau bercanda !”. Dalam hal ini Inem melanggar hak seseorang untuk memperoleh penghormatan dan penghargaan.



Pengungkapan Diri dan Jendela Johari


Salah satu upaya untuk menciptakan proses komunikasi yang efektif adalah dengan keberanian untuk mengungkapkan diri secara terbuka dan obyektif. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ludlow dan Panton (1996: 9), bahwa dalam menafsirkan informasi, kita lebih melihat atau mendengar apa yang kita inginkan dari pada menghadapi fakta-fakta obyektif. Oleh karena itu, penghalang terbesar obyektivitas adalah konsep diri (self concept), yakni apa yang “kita ketahui” dalam hubungan kita dengan dunia dan orang lain, dan kita cenderung menolak informasi yang tampaknya mengancam konsep diri tersebut. Dengan kata lain, obyektivitas dalam komunikasi akan terganggu manakala terjadi “pembiasan persepsi” antar pribadi.

Dalam hubungan ini, maka Jendela Johari bermanfaat untuk mengurangi adanya pembiasan persepsi tersebut. Dari gambar dibawah ini dapat disimak bahwa ketika kita sedang bersama dan atau berkomunikasi dengan orang lain, terdapat beberapa unsur dari diri, sikap, perilaku dan kepribadian kita yang kita sadari dan juga tampak nyata bagi orang lain (bidang TERBUKA). Disisi lain, orang mungkin mengamati segi-segi kehidupan kita yang tidak kita sadari, misalnya “nafasnya bau jengkol” (bidang TAK DISADARI).

Disamping itu, kita sering cenderung menjaga beberapa bagian dari diri, sikap dan perasaan, serta hal-hal pribadi kita dan tidak membukanya kepada orang lain (bidang TERTUTUP). Sementara seringkali kita sadari juga bahwa ada beberapa aspek kehidupan yang tidak kita ketahui serta tidak tampak pula bagi orang lain, akan tetapi sangat mempengaruhi perilaku kita – misalnya kemarahan yang muncul tanpa sebab (bidang TAK DIKETAHUI).

Pada saat seseorang bertemu dan berkomunikasi untuk pertama kalinya dengan orang lain, terdapat kecenderungan untuk tidak terlalu membuka diri, sehingga bidang terbuka menjadi kecil. Akibatnya, komunikasi menjadi kurang efektif, dan diperlukan langkah-langkah untuk memperluas bidang terbuka ini, sekaligus mempersempit bidang tak disadari dan bidang tertutup. Hal ini dapat dicapai melalui dua rangkaian aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran, yakni pengungkapan diri dan umpan balik.

Pengungkapan diri adalah pemberian informasi mengenai diri kita secara cuma-cuma kepada orang lain dan bermanfaat untuk memperkecil bidang tak disadari. Sementara umpan balik adalah tanggapan dari orang lain yang bermanfaat untuk memperkecil bidang tak disadari.

LATIHAN KASUS 1
APAKAH ANDA TERBUKA DALAM BERKOMUNIKASI?

Untuk menghancurkan kendala-kendala dalam pengungkapan diri dan dalam penerimaan umpan balik dari orang lain; mengenal dengan lebih tepat citra diri Anda dan pembiasan persepsi dengan membagi informasi kepada orang lain; Anda diminta untuk mengerjakan latihan (permainan) dibawah ini dengan petunjuk sebagai berikut.

1.         Bentuklah suatu kelompok kecil (! 5 orang). Masing-masing anggota kelompok membawa sebatang pensil dan beberapa lembar kertas (sesuai dengan jumlah anggopta kelompok). Pada bagian atas setiap kertas tadi, tuliskan nama anggota kelompok (termasuk nama sendiri).
2.         Masing-masing orang lalu menulis pada kertas yang telah tersedia:
a.      5 (lima) kebiasaan atau sikap yang positif (kekuatan)
b.      5 (lima) kebiasaan atau sikap yang negatif (kelemahan)
3.         Lembaran-lembaran yang telah berisi tulisan tersebut lalu dibagikan kepada masing-masing anggota sesuai dengan nama yang tertera di bagian atas kertas tersebut.
4.         Kemudian setiap anggota menurut gilirannya membacakan dengan keras:
a.      Persepsi orang lain tentang dirinya (bila perlu dapat meminta penjelasan).
b.      Persepsinya tentang diri sendiri.
5.         Kelompok lalu mendiskusikan pernedaan-perbedaan persepsi yang muncul serta sebab-sebabnya (khususnya dilihat dari aspek komunikasi).


LATIHAN KASUS 2
BAGAIMANA ANDA MENANGGAPI SIKAP
ATASAN DAN BAWAHAN?

1.          Anda telah membuat kesalahan dalam pekerjaan. Atasan Anda telah mengetahuinya dan menegur Anda agak kasar agar tidak ceroboh. Bagaimana Anda menanggapinya?

2.          Salah seorang bawahan Anda telah datang terlambat selama tiga atau empat hari berturut-turut. Bagaimana tanggapan Anda terhadap bawahan ini?

3.          Atasan Anda selalu memanggil Anda di kantor untuk alasan yang kurang penting, pada saat Anda sedang berusaha menyelesaikan pekerjaan yang sangat mendesak. Bagaimana tanggapan Anda terhadap hal ini?

Tidak ada komentar: