Pengertian Motivasi
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pimpinan dalam
organisasi adalah bagaimana mereka dapat menggerakkan para pegawainya agar mau
dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi.
Untuk itu, seorang pimpinan harus selalu dapat memelihara semangat, kesadaran
dan kesungguhan dari karyawannya untuk terus menunjukkan kinerja yang optimal.
Dengan kata lain, salah satu tantangan berat bagi organisasi adalah bagaimana
motivasi karyawan dapat tumbuh dan terbina dengan baik.
Istilah motivasi sendiri, secara taksonomi berasal
dari kata latin “movere” yang artinya
bergerak. Adapun beberapa definisi tentang motivasi dapat dikemukakan dsebagai
berikut:
1.
Motivasi
adalah proses pengembangan dan pengarahan perilaku atau kelompok, agar individu
atau kelompok itu menghasilkan keluaran (output) yang diharapkan, sesuai dengan
sasaran atau tujuan yang ingin dicapai organisasi (Ensiklopedi Manajemen,
Ekonomi dan Bisnis, 1993: 432-433).
2.
Motivasi
adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan
rela untuk mengerahkan kemampuan, dalam bentuk keahlian atau keterampilan,
tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan
dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1986:
132).
3.
……
motivation has to do with a set of
independent / dependent variable relationship that explain the direction, and
persistence of individual’s behavior, holding constant the effects of attitude,
skill, and understanding of the task, and the constraints operating in the
environment (Campbell and Pritchard dalam Steers and Porter, 1991: 5)
4.
……..motivation primarily corcerned with: 1) what
energizes human behavior, 2) what direct or channels such behavior, and 3) how
this behavior is maintained or sustained (Steers and Porter, 1991: 6)
Dimensi Motivasi: Kebutuhan – Dorongan – Tujuan
Beberapa hal yang biasanya terkandung dalam definisi
motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, tujuan, sasaran,
dorongan dan insentif. Atau seperti telah disinggung pada bab pendahuluan,
motivasi mengandung tiga komponen penting yang saling berkaitan erat, yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Kebutuhan timbul
dalam diri individu apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya, yaitu
dalam pengertian homeostatic adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki
dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik
dalam arti fisiologis maupun psikologis. Untuk mengatasi ketidakseimbangan
tersebut, dalam diri individu akan timbul dorongan
berupa usaha pemenuhan kekurangan secara terarah. Karena itu, dorongan ini
biasanya berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang dan hal ini merupakan inti dari motivasi. Adapun komponen ketiga dari
motivasi yaitu tujuan merupakan
sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Pencapaian tujuan
berarti mengembangkan keseimbangan dalam diri seseorang, baik yang bersifat
psikologis maupun fisiologis.
Pemahaman terhadap motivasi individu berkaitan erat pula
dengan pemahaman tentang motif, yaitu kebutuhan, keinginan, tekanan, dorongan
dan desakan hati yang membangkitkan dan mempertahankan gairah individu untuk
mengerjakan sesuatu.
Teori motivasi yang menekankan pendekatan pada motif,
pertama kali diketengahkan oleh Woodworth
yang mengembangkan motif sebagai the
reservoir of energy that impels an organism to behave in certain way. Sedangkan
Hull menyatakan bahwa motif
merupakan an energizing influence with
determined the intencity of behavior, and with teoritically increased along
with the level of deprivation (dalam Steer
and Porter, 1991: 11).
Dengan kata lain, dapat disimpulkan
bahwa motif itulah yang menimbulkan adanya motivasi individu untuk melakukan
pekerjaannya. Motif itu sendiri dapat berasal dari luar individu, misalnya
motif berupa tekanan dari atasan, atau dapat pula berasal dari dalam individu,
misalnya terdorong keinginan atau kebutuhannya.
Salah satu variabel yang dapat
meningkatkan motif individu adalah adanya insentif (Hull,
dalam Steers and Porter, 1991: 12).
Insentif adalah alat-alat yang digunakan dalam mendorong orang melakukan
sesuatu. Insentif yang dapat menyebabkan orang mau bekerja sebaik mungkin itu
dapat berupa uang (finansial) atau bukan uang (non finansial).
Insentif finansial antara lain dapat berbentuk upah,
gaji, jaminan sosial seperti asuransi, pensiun, uang cuti, hadiah, bonus dan
sebagainya. Insentif jenis ini dianggap membantu menarik karyawan yang lebih
berkualitas, mengurangi turn over,
dan meningkatkan semangat kerja. Sedangkan insentif non-finansial dikenal juga
sebagai insentif pribadi, karena insentif ini memberi peluang untuk mengembangkan
inisiatif pribadi serta kesempatan berprestasi. Banyak penelitian telah
membuktikan adanya dampak positif insentif non-finansial terhadap hasil karya.
Kesempatan untuk maju, tantangan dalam pekerjaan, tanggungjawab, supervisi yang
efektif, kondisi kerja yang baik, serta acara rekreasi adalah beberapa contoh
insentif non-finansial.
Teori-Teori Motivasi
Teori-teori motivasi yang biasanya dikenal, paling tidak
ada empat macam, yaitu: 1) teori hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) Maslow;
2) teori ERG Alderfer; 3) teori
kebutuhan untuk maju (need for
achievement) McClelland; serta
4) teori dua faktor Herzberg.
Khususnya mengenai salah satu
unsur atau komponen motivasi yaitu kebutuhan, Maslow (1993: 43-57) telah mengembangkan suatu konsep teori yang dikenal
dengan hirarki kebutuhan / hierarchy of
needs. Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dengan sendirinya
membentuk semacam hirarki, yakni dari kebutuhan fisik (psysiological needs), kebutuhan akan keselamatan atau rasa aman (safety and security needs) kebutuhan sosial (belongingness and love), kebutuhan akan penghargaan dan status (esteem and status), sampai dengan
kebutuhan akan perwujudan atau aktualisasi diri (self-actualization).
Kebutuhan pada tingkat pertama
dan kedua biasa dikelompokkan dalam kebutuhan tingkat rendah, sedang kebutuhan
pada tingkat ketiga sampai dengan kelima termasuk kebutuhan tingkat tinggi.
Meskipun hirarki kebutuhan yang disusun Maslow ini mengandung banyak
pembatasan, namun memberikan gagasan yang baik untuk membantu para manajer
dalam memotivasi pegawai. Hal ini penting, karena apabila kebutuhan pada
tingkat rendah tidak terpenuhi, maka tidak satupun kebutuhan pada tingkat
tinggi akan dapat tercapai.
Menurut Gordon (1996: 116), kebutuhan
fisik atau fisiologis adalah kebutuhan paling dasar dari hidup manusia
seperti makan, air, dan kebutuhan seksual, termasuk didalamnya adalah
perlindungan kesehatan. Kebutuhan
keselamatan dan rasa aman menggambarkan dorongan setiap orang untuk mencari
perlindungan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, suatu perusahaan misalnya akan
mengeluarkan kebijaksanaan berupa larangan merokok di tempat kerja, menjalin
kerjasama dengan perusahaan asuransi, serta penerapan prosedur-prosedur
keamanan tertentu di daerah-daerah “larangan”.
Selanjutnya kebutuhan rasa memiliki dan kasih sayang
menekankan kepada aspek sosial dari pekerjaan. Hal ini berarti bahwa setiap
orang ingin mengadakan hubungan interpersonal atau interaksi sosial dengan
orang lain. Dalam konteks organisasi, maka pencapaian tujuan tidak mungkin
diupayakan oleh orang aau pihak tertentu, melainkan diselenggarakan secara
bersama-sama dalam suatu team work.
Dengan kata lain, lahirnya organisasi
adalah perwujudan konkrit dari adanya kebutuhan manusia akan hubungan sosial
atau belongingness and love ini.
Kebutuhan
akan status dan penghargaan biasanya ditunjukkan adanya kebutuhan
terhadap simbol-simbol kesuksesan, seperti gelar kesarjanaan, pengakuan dari
orang lain, pemilikan barang-barang pribadi yang mewah. Dengan adanya kebutuhan
ini, orang ingin mendemonstrasikan kemampuannya, serta membangun reputasi dan
performansi yang bisa dibanggakan didepan orang lain. Adapun kebutuhan aktualisasi diri merefleksikan
hasrat individu tiap-tiap orang untuk tumbuh dan berkembang atas dasar
potensinya secara optimal. Orang-orang seperti ini biasanya selalu menginginkan
adanya tantangan atau peluang dalam bekerja, dan disertai adanya hasrat untuk
mandiri dan menunjukkan tanggungjawab penuh.
Satu hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa teori motivasi yang dikemukakan Maslow (dan juga oleh
pakar yang lain), tidak dapat dianalisis secara parsial. Artinya, seseorang
yang telah berada pada tingkat kebutuhan tertinggi, bukan berarti tidak
membutuhkan lagi kebutuhan lainnya. Jadi, sifat pemenuhan setiap kebutuhan diatas
sifatnya kumulatif, bukan bersifat menggantikan atau melengkapi (untuk analogi:
bandingkan dengan teori 5 tahap perkembangan masyarakat dari Rostow).
Hasil studi Maslow ini
diperluas lebih lanjut oleh Herzberg,
yang menyebutkan bahwa terdapat dua perangkat faktor terpisah yang mempengaruhi
motivasi. Pandangan tradisional berasumsi bahwa motivasi dan kurangnya motivasi
hanya merupakan dua hal yang bertentangan dalam satu kontinum.
Herzberg menolak anggapan ini
dengan menyatakan bahwa faktor pekerjaan tertentu hanya membuat pegawai tidak
puas apabila tidak ada kondisi tertentu. Dengan demikian Herzberg membedakan
antara faktor iklim baik (hygiene factors) atau faktor pemeliharaan sebagai faktor yang
diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri pegawai, dengan
faktor motivasi (Davis dan Newstrom, 1993: 71-72), yakni kondisi
kerja yang terutama berfungsi untuk menimbulkan motivasi. Faktor motivasi
terutama berhubungan dengan isi pekerjaan (job
content), sedangkan faktor pemeliharaan berhubungan dengan isi pekerjaan (job context) karena lebih berkaitan
dengan lingkungan di sekitar pekerjaan. Oleh karena teori Herzberg ini membagi
kedalam dua faktor, maka teorinya sering dikenal dengan two-factor model of motivation.
Perluasan lebih lanjut dari
teori herzberg dan Maslow datang dari usaha Alderfer. Dia memperkenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan,
yakni kebutuhan akan keberadaan (existence),
kebutuhan berhubungan (relatedness)
dan kebutuhan untuk berkembang (growth
need). Teori ini sering disebut juga dengan teori ERG.
Apabila dibandingkan dengan
teori Maslow dan Herzberg, kebutuhan akan keberadaan kira-kira sama artinya
dengan kebutuhan fisik / fisiologisnya Maslow atau faktor pemeliharaannya
Herzberg. Kebutuhan berhubungan bisa dipersamakan dengan kebutuhan sosial atau
faktor pemeliharaan, sedangkan kebutuhan untuk berkembang identik dengan
kebutuhan aktualisasi diri atau faktor motivasi. Dalam hal ini, Alderfer lebih
menyukai perincian kebutuhan yang didasari pada kontinum, dari pada dengan
hirarki seperti Maslow atau dua faktor kebutuhan dari Herzberg. Alderfer juga
tidak menyatakan bahwa tingkat yang dibawah harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum memuaskan tingkat kebutuhan diatasnya. Menurut Thoha (1993: 228), teori Alderfer masih menunjukkan sifat-sifat
umum dan kurang mampu menjelaskan kompleknya teori motivasi, disamping kurang
memberikan kesiapan untuk bisa diterjemahkan kedalam praktek manajemen.
Tokoh motivasi lain yang
melakukan penelitian tentang desakan manusia untuk berprestasi adalah Mc. Clelland. Berdasarkan hasil
penelitiannya, dapat dikemukakan bahwa kebutuhan untuk berprestasi itu adalah
suatu motif yang berbeda dan dapat dibedakan dari kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Menurut Mc. Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi untuk berprestasi
jika ia mempunyai keinginan untuk melakukan suatu karya yang lebih baik dari
prestasi karya orang lain. Dalam kaitan ini Mc. Clelland mengelompokkan adanya
tiga macam kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi,
dan kebutuhan untuk kekuasaan. Adapun beberapa karakteristik dari orang-orang
yang berprestasi tinggi antara lain: 1) suka mengambil resiko yang moderat; 2)
memerlukan umpan balik yang segera; 3) memperhitungkan keberhasilan; dan 4)
menyatu dengan tugas (Thoha, 1993: 229-232).
Pengembangan teori Mc Clelland
ini sesungguhnya bisa dikatakan diilhami oleh ajaran Etika Protestan yang
dikemukakan Weber. Menurut paham
ini, seseorang sudah ditakdirkan untuk masuk neraka atau masuk surga.
Orang-orang yang akan masuk surga sudah dapat dilihat tanda-tandanya selama
hidup didunia, yaitu mereka yang kaya, pandai, dan sukses dalam hidupnya.
Sementara orang-orang miskin, bodoh, pengangguran, dan gagal dalam hidup,
ditakdirkan untuk menjadi penghuni neraka. Oleh karena itulah, orang cenderung bekerja keras meraih
prestasi agar dapat hidup sukses di dunia. Sejalan dengan ajaran ini, di Jepang
terdapat juga suatu kepercayaan yang menganjurkan pemeluknya bekerja keras,
yakni agama Tokugawa.
Tidak bisa dikesampingkan juga disini adalah teori
motivasi Mc. Gregor yang
mengemukakan teori X dan teori Y sebagai hasil klasifikasi dari dua jenis tipe
manusia yaitu tipe X dan tipe Y (dalam Bowditch
and Buono, 1985: 44).
Menurut teori X, pada dasarnya manusia itu cenderung berperilaku
negatif dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a) tidak senang bekerja dan apabila
mungkin akan berusaha mengelakkannya; (b) karenanya manusia harus dipaksa,
diawasi atau diancam dengan berbagai tindakan positif agar tujuan organisasi
tercapai; (c) para pekerja akan berusaha mengelakkan tanggung jawab dan hanya
akan bekerja apabila menerima perintah untuk melakukan sesuatu; dan (d)
kebanyakan pekerja akan menempatkan pemuasan kebutuhan fisiologis dan keamanan
di atas faktor-faktor lain yan berkaitan dengannya dan tidak akan menunjukkan
keinginan atau ambisi untuk maju.
Sementara itu teori Y menyatakan bahwa manusia itu pada
dasarnya cenderung berperilaku positif dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a)
para pekerja memandang kegiatan bekerja sebagai hal yang alamiah seperti halnya
beristirahat dan bermain; (b) para pekerja akan berusaha melakukan tugas tanpa
terlalu diarahkan dan akan berusaha mengendalikan diri sendiri; (c) pada
umumnya para pekerja akan menerima tanggungjawab yang lebih besar; dan (d) mereka
akan berusaha menunjukkan kreativitasnya, dan oleh karenanya akan berpendapat
bahwa pengambilan keputusan merupakan tanggungjawab mereka juga dan bukan
semata-mata tanggungjawab orang yang menduduki jabatan manajerial (Weber, 1960 dalam Siagian, 1989: 162-163).
Tidak jauh berbeda dengan Weber, Argyris mengajukan teori motivasi dengan membedakan manusia dalam
kelompok tidak dewasa dan dewasa. Dalam usahanya menganalisis situasi
kedewasaan dan ketidakdewasaan, Argyris mencoba membandingkan nilai-nilai
piramidal dari birokrasi yang masih mendominasi sebagian besar organisasi,
dengan sistem nilai demokrasi yang banyak memperhatikan faktor manusianya. Pada
akhirnya Argyris menyatakan ada tujuh perubahan yang terjadi pada kepribadian
seseorang yang tidak deewasa menjadi orang yang matang. Ketujuh perubahan
tersebut adalah pasif menjadi aktif, tergantung menjadi tidak tergantung,
bertindak yang sedikit menjadi banyak variasinya, minat yang tidak menentu dan
dangkal menjadi lebih dalam dan kuat, perspektif waktu jarak dekat menjadi
jarak jauh, posisi yang menjadi dibawah menjadi setingkat atau bahkan
diatasnya, serta kekurangan kesadaran atas dirinya menjadi tahu pengendalian
diri (Thoha, 1993: 241-249).
Diantara banyaknya teori motivasi yang dikemukakan tersebut
terdapat kecenderungan bahwa setiap pakar mengembangkan pola motivasi tertentu
sebagai hasil dari lingkungan budaya setempat. Mengenai pola motivasi ini,
empat pola yang sangat penting adalah prestasi,
kompetensi, afiliasi dan kekuasaan.
Motivasi
prestasi adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk mengatasi
segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Motivasi kompetensi
adalah dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan keterampilan
pemecahan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif. Motivasi afiliasi adalah
dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial. Motivasi
kekuasaan adalah dorongan untuk mempengaruhi orang-orang dan mengubah
situasi. Pengetahuan tentang berbagai pola motivasi akan membantu manajemen
dalam memahami sikap kerja masing-masing pegawai, sehingga dapat mengelolanya
sesuai dengan pola motivasi masing-masing yang paling menonol.
Disisi lain, Vroom
mengajukan pendekatan motivasi yang dapat diterima secara umum, yakni model harapan (expectancy model) atau
dikenal juga sebagai teori harapan. Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah
hasil dari tiga faktor yaitu: seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi), perkiraan orang itu tentang
kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil
(harapan), serta perkiraan bahwa
prestasi itu akan menghasilkan perolehan imbalan
atau instrumentalis (Davis and
Newstrom, 1993: 90). Hubungan antar ketiga faktor itu dapat dinyatakan
sebagai berikut:
valensi x harapan x instrumentalisasi =
motivasi
Hubungan antar ketiga faktor itu dapat dijelaskan sebagai
berikut: valensi mengacu kepada
kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan
kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Harapan adalah kadar kuatnya
keyakinan bahwa upaya kerja akan menghasilkan penyelesaian suatu tugas.
Sedangkan instrumentalitas menunjukkan
keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila tugas dapat
diselesaikan. Hasil ketiga faktor tersebut adalah motivasi, yakni kekuatan
dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Kombinasi yang menimbulkan motivasi
adalah valensi positif yang tinggi, tinggi harapan dan tinggi instrumentalitas.
Dengan adanya model harapan ini, maka para manajer
organisasi akan dipaksa untuk menguji proses timbulnya motivasi secara seksama.
Model ini juga mendorong mereka untuk merancang iklim motivasi yang akan
memperbesar kemungkinan timbulnya perilaku pegawai yang diharapakan (Davis dan Newstrom, 1993: 95).
LATIHAN KASUS
PENILAIAN MOTIVASI INDIVIDU: BAGAIMANA
MOTIVASI ANDA?
Lingkarilah jawaban yang Anda anggap paling benar dari
pertanyaan-pertanyaan berikut ini, dan kemudian hitunglah menggunakan tabel
yang tertera dibawahnya. Hasil penilaian terhadap jawaban Anda akan dapat
menunjukkan motif pribadi Anda, apakah termasuk dalam motif prestasi, motif
afiliasi (berhubungan dengan orang lain), ataukah motif berkuasa.
1.
Anda
mendapat tugas untuk membuat rencana perluasan proyek. Yang akan Anda lakukan adalah:
a.
Mengumpulkan
teman-teman untuk bersama-sama membuat rencana itu.
b.
Memerintahkan
staf Anda supaya mengajukan saran-saran dan membuat rencana itu.
c.
Memikirkan
sendiri bagaimana sebaiknya rencana itu dibuat.
2.
Apabila
Anda mengalami keberhasilan dalam usaha bersama teman-teman, maka Anda akan
melakukan hal ini:
a.
Merayakan
keberhasilan bersama teman-teman yang telah membantu Anda.
b.
Mempelajari
faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan itu.
c.
Menyarankan
kepada teman-teman supaya tetap bekerja dengan baik.
3. Pada
suatu waktu Anda mengalami kegagalan usaha bersama teman. Sesudah itu Anda akan:
a.
Merasa
sedih dan mencoba memahami apa yang terjadi serta memikirkan apa yang dapat
dilakukan.
b.
Menegur
teman yang berbuat kesalahan yang menyebabkan terjadinya kegagalan tersebut.
c.
Melupakan
kegagalan tersebut sambil menunggu teman yang melakukan kesalahan.
4. Seorang teman Anda menetapkan tujuan bagi dirinya. Anda
menyarankan kepada teman Anda sebagai berikut:
a.
Carilah
teman yang baik untuk menetapkan tujuan itu.
b.
Tetapkan
sendiri tujuan dengan resiko sedang.
c.
Gunakan
jasa baik orang lain dengan imbalan tertentu.
5.
Seorang
pimpinan yang menginginkan bawahannya sukses dalam kegiatan / usaha akan
menyarankan:
a.
Belajar
dari apa yang sudah dilakukannya.
b.
Bekerja
bersama-sama dengan teman supaya tidak jenuh
c.
Percayalah
pada kemampuan sendiri dan jangan pedulikan orang lain.
6.
Dalam
suatu kegiatan kelompok apabila ada seseorang anggotanya tidak mau
berpartisipasi dalam pencapaian tujuan kelompok, maka tindakan yang perlu
diambil adalah:
a.
Mencatat
orang itu karena dapat menghambat pencapaian tujuan.
b.
Menyadarkan
orang itu supaya ikut bekerja demi kelompoknya.
c.
Memberi
pekerjaan dan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya.
7.
Keberhasilan
yang pernah dicapai oleh si A dalam perusahaan yang dipimpinnya, adalah karena:
a.
Pandai
mempengaruhi bawahan supaya bekerja dengan baik.
b.
Menggalang
kerjasama yang ramah tamah dengan para karyawan.
c.
Mempunyai
rasa tanggungjawab pribadi yang besar.
8.
Betapapun
hebatnya kemampuan karyawan dalam perusahaan, mereka tidak akan mampu mencapai
prestasi yang baik karena:
a.
Tidak
adanya hubungan yang harmonis antara semua karyawan.
b.
Pimpinan
tidak mampu mempengaruhi dan mengarahkan bawahan.
c.
Tujuan
yang ditetapkan oleh pimpinan tidak menantang.
9.
Salah
satu langkah yang baik bagi pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi adalah:
a.
Menetapkan
tujuan yang rasional dan jelas.
b.
Mengatur
dan mengendalikan karyawan dengan tegas.
c.
Membuat
karyawan merasa senang dalam perusahaan / organisasi.
10.
Karyawan
yang mempunyai andil besar dalam pencapaian tujuan kelompok adalah mereka yang:
a.
Membantu
teman-teman tanpa diminta.
b.
Bekerja
sesuai dengan kemampuannya.
c.
Bekerja
keras demi semua karyawan yang sangat disenanginya.
CATATAN
1.
Motif Afiliasi
adalah motif yang mendorong dan mengarahkan orang untuk berhubungan dengan
orang lain, dan memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a.
Senang
bersama orang lain dari pada sendirian.
b.
Senang
mengadakan hubungan dengan orang lain.
c.
Lebih
efektif bekerja di lingkungan orang banyak daripada sendirian.
2.
Motif
Berkuasa adalah motif yang mendorong dan mengarahkan orang untuk
menguasai atau mendominasi orang lain, dan memiliki ciri-ciri antara lain
sebagai berikut:
a. Senang
memasuki organisasi.
b. Menyenangi
atribut.
c. Senang
mengatur atau mengendalikan atau mengawasi orang lain.
3.
Motif Prestasi
adalah motif yang mendorong dan mengarahkan orang untuk mencapai tujuan yang
lebih baik, dan memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a. Rasa
tanggungjawab tinggi atas segala tindakannya.
b. Senang
belajar dari pengalaman.
c. Senang
mengambil resiko sedang (masih dalam batas kemampuannya).
d. Kreatif
dan Inovatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar