Bagaimana
perasaan kita jika usaha kita terus menuai hasil dan keuntungan yang melimpah?
Apa yang kita rasakan ketika asset dan sumber daya kita terus berkembang? Dari
sudut pandang spiritualisme, minimal kita layak memanjatkan syukur dan akan
merasa senang atau nikmat yang terus bertambah. Namun dari sudut pandang
manajemen, senang dan bersyukur saja tidaklah cukup. Kita masih dituntut untuk mengolah
resources yang melimpah tadi menjadi
modal untuk menghasilkan resources yang
lebih lebih banyak lagi, dan begitu seterusnya membentuk siklus pengembangan
sumber daya.
Apa
hubungannya dengan LAN, khususnya Diklatpim II? Disadari atau tidak, LAN
memiliki resources yang terus
bertambah dengan sendirinya hanya dari pelaksanaan tupoksi rutinnya. Asset atau
sumber daya tadi tidak berupa keuntungan finansial atau asset fisik, melainkan
sesuatu yang memiliki nilai jauh melampaui asset fisik dan keuangan. Sumber
daya itu adalah alumni diklat. Saya bahkan berani menyebut bahwa alumni adalah
sumber daya organisasi (institutional
resources) yang terpenting, dengan beberapa alasan.
Pertama, semakin banyak
alumni identik dengan semakin luasnya networking.
Networking sendiri merupakan kunci untuk membangun koordinasi dan sinergi
lintas instansi. Ketika kita memiliki keperluan dengan kementerian tertentu,
dapat dipastikan jalur networking alumni
akan jauh efektif dibanding jalur formal melalui pengiriman surat,
pendisposisian, pengagendaan, penjadualan pertemuan, dan seterusnya. Dengan
kata lain, hubungan antar pejabat berubah dari pola yang formal dan kaku
menjadi pola yang cair dan personal. Networking
yang optimal juga akan memperlancar arus informasi antar instansi, yang berarti
pula mempercepat proses pengambilan keputusan.
Kedua, alumni dapat
diibaratkan anggota keluarga yang terus berkembang. Diantara anggota keluarga biasanya
terbentuk ikatan emosional dan kepedulian yang sangat kuat, sehingga membentuk
solidaritas yang kokoh. Itulah sebabnya, anggota keluarga yang sukses akan
berusaha mengangkat anggotanya yang belum sukses, atau selalu rela dan ikhlas
dalam membesarkan keluarga besarnya. Namun, manakala ikatan emosional antara
seseorang dengan keluarganya tidak terbentuk, maka orang tersebut dapat
dipastikan tidak akan peduli dengan keluarganya. Dalam konteks diklat, seorang
alumni yang kebetulan jobless atau non-job, sangat mungkin mendapatkan posisi
yang prestisius karena bantuan alumni lainnya. Atau, ketika LAN sebagai induk
para alumni memiliki program unggulan berskala nasional, maka keberadaan alumni
dapat dimanfaatkan sebagai sponsor atau supporter dari kegiatan tersebut.
Ketiga, hampir seluruh
pejabat karir di seluruh Indonesia pernah menempuh pendidikan di LAN atau di
tempat lain atas supervisi dan pembinaan langsung dari LAN. Para alumni diklat
tersebut saat ini sudah bertebaran di seluruh penjuru nusantara dan menempati
posisi strategis, dari Menteri/Kepala LPNK, Gubernur, Bupati/Walikota, anggota
DPR/DPRD, anggota Lembaga Tinggi Negara, Direktur BUMN/D, Direktur Jenderal,
dan lain-lain. Pendeknya, LAN adalah guru bangsa yang turut mewarnai hitam
putihnya perjalanan bangsa ini. Fakta ini menjelaskan betapa besar peran dan
kontribusi LAN dalam pembangunan karakter bangsa (character building) serta pembangunan kompetensi aparatur
pemerintah. Disisi lain, bangsa Indonesia masih memegang teguh budaya
menghormati gurunya. Meski seringkali seorang guru tidak cukup memiliki
kecakapan yang memadai, namun statusnya telah menempatkan dirinya pada posisi
mulia di mata peserta didiknya. Dengan budaya seperti ini, saya menarik asumsi
bahwa seluruh alumni Diklat di LAN tetap menaruh respek terhadap lembaga dan
pejabat di LAN sebagai guru bangsa. Kondisi ini, tentu saja, merupakan faktor
kekuatan (strength) yang dimiliki LAN
yang mampu memperkokoh branding dan
daya tawar organisasi (bargaining
position) LAN terhadap lingkungan strategisnya.
Maka,
menjadi aneh jika LAN tidak menjadikan alumninya sebagai institutional resources yang terdepan. Ini bukan hanya menjadi
sebuah kemubadziran, namun juga kebodohan. Hal yang semestinya dilakukan LAN
adalah memberikan Kartu Alumni lengkap dengan nomor registrasinya, seketika
seseorang dinyatakan lulus diklat. Selanjutnya, perlu dilakukan pembinaan
alumni dengan membentuk Pengurus Alumni Pusat dan Wilayah; melakukan
forum-forum komunikasi, pertukaran informasi, serta kerjasama antar instansi,
antar daerah, dan antar negara; membangun sistem informasi alumni yang modern
dan selalu updated; serta melibatkan
alumni dalam pembelajaran bagi peserta diklat (calon alumni).
Pengalaman
organisasi alumni lain seperti Ikatan Alumni ITB, Keluarga Alumni HMI, dan sebagainya
telah membuktikan bahwa forum alumni bukan sekedar forum arisan dan nostalgia
belaka, melainkan sebuah forum pemikir (think
tank) yang mampu menelorkan gagasan-gagasan besar untuk pembangunan bangsa.
Jika mereka bisa, kenapa tidak dengan LAN? Where
there is a will, there will be many ways … pasti
bisa !!!
Kampus
Pejompongan Jakarta
Senin, 8 Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar