Siklus
organisasi, hidup manusia, bahkan sistem tata surya nampaknya tidak terlepas
dari Kurva S (S Curve). Secara
sederhana, Kurva S dapat didefinisikan sebagai suatu grafik hubungan antara
waktu berjalannya sesuatu dengan nilai akumulasi progress sesuatu tersebut. Sebagai
contoh, sebuah kegiatan yang baik dalam organisasi, pada awalnya dicirikan oleh
kecepatan yang pelan, kemudian cepat dan sibuk di bagian tengah, dan kemudian
santai di penghujung. Demikian pula dengan manusia, pada saat lahir lemah tidak
berdaya, kemudian kuat dan produktif pada masa muda, hingga akhirnya kehilangan
kekuatan lagi saat menjelang senja.
Saya
amati, peserta diklatpim juga terkena sindrom Kurva S tersebut. Pada awalnya
sangat antusias dan cenderung menggebu-gebu dalam mengikuti diklat, di
tengah-tengah mulai banyak keluhan dan berprinsip “ikan sepat ikan gabus”
(makin cepat makin bagus), namun di akhir program menjelang penutupan justru
terasa ada yang hilang. Harus diakui bahwa di minggu-minggu terakhir tidak ada
lagi suara-suara yang menginginkan percepatan program diklat. Yang terjadi
justru keakraban yang makin terajut, dan hubungan yang makin cair. Dan ketika
hal itu mulai dirasakan, saat perpisahan justru semakin dekat.
Secara
kebetulan, program Diklatpim II yang saya ikuti bersamaan dengan bulan
Ramadhan. Maka sayapun mengkaitkan Diklatpim dengan Ramadhan. Ternyata diantara
keduanya ada kemiripan. Bulan Ramadhanpun disambut dengan antusias di depan,
biasa-biasa di tengah, dan dirindukan ketika mendekati datangnya hari lebaran. Mungkin
memang begitulah hukum alam: ketika kita belum merasa dekat dengan sesuatu,
sesuatu tersebut terasa begitu lama berada di sekitar kita meski kadang tidak
diharapkan. Namun begitu kita sudah merasa nyaman dengannya, sesuatu tadi
justru sudah pada masanya meninggalkan kira.
Maka,
tidaklah aneh ketika Diklatpim II kami tinggal tersisa satu hari, yang
dilakukan teman-teman adalah upaya saling mengenal dan mendekatkan satu sama
lain seperti merekam nomor hp, berjanji untuk saling kontak dan mengunjungi,
dan sejenisnya. Namun, saya pribadi kehilangan momentum karena saat Jurnal ini
saya tulispun, saya masih menunggui istri menjelang persalinannya. Kondisi
HB-nya yang rendah mengharuskan dia untuk menerima transfusi 6 kantong darah. Namun
disela-sela transfusi dan infus, sesekali diselingi dengan kontraksi perut dan
keluhan-keluhan lain seperti sesak nafas, jantung berdebar-debar, kesakitan
pada tulang kemaluan, dan banyak lagi. Maka, saya harus tetap terjaga agar
dapat hadir setiap kali dibutuhkan. Dan untuk menjaga agar tetap terjaga,
menulis jurnal inilah salah satu resep mujarabnya.
Sampai
disini, catatan harian selaku peserta Diklatpim II saya akhiri seiring dengan
datangnya saat berpisah. Namun, ketika perpisahan dengan teman-teman peserta
sudah diambang pintu, ketika itu pula saya tengah menantikan kehadiran dua buah
hati tercinta, si kembar Tri Widodo yunior. Kehadirannya bagi saya berada dalam
momentum yang sangat baik, yakni di 10 hari terakhir Ramadhan yang penuh
ampunan Ilahi Rabbi, bersamaan pula dengan keebrhasilan saya menyelesaikan tugas
kedinasan mengikuti Diklatpim Tingkat II. Momentum Ramadhan merefleksikan hubungan
manusia dengan Khaliq-nya, sementara Diklatpim melambangkan tugas kekhalifahan manusia
di muka bumi. Semoga, keseimbangan dimensi vertikal berupa penghambaan dan penyerahan
sepenuhnya (total devotion and total submission)
dengan dimensi horizontal berupa tugas memakmurkan dunia dan memuliakan sesama,
akan menjadi bekal mereka berdua dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Semoga
Allah senantiasa membimbing calon anakku berdua menjadi manusia utama lagi mulia,
yang tangguh mengarungi samudera dan angkasa raya, yang menjadi tokoh sentral dalam
membangun masyarakat sejahtera dan beradab, yang selalu berpikiran positif dan merubah
keburukan menjadi kebaikan, yang selalu menyebarkan salam dan kedamaian, yang selalu
bersih ucapan/pikiran/perbuatannya, yang selalu menyandarkan diri hanya kepada Allah
Azza wa Jalla, yang memegang teguh perjanjian dengan Rabb-nya ketika berada di Arsy-Nya,
yang menjadikan segalanya sebagai jalan ibadah menuju ridha dan surga-Nya.
Amin
amin amin ya rabbal ‘alamiin …
Kampus
Pejompongan Jakarta
Selasa
dini hari, 23 Agustus 2011, 04.00 Wib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar