Selasa, 03 September 2013

Tulis Saja


Konon, salah satu kesulitan atau kendala terbesar dalam menulis adalah ketiadaan ide. Namun, kesulitan atau kendala apapun dalam menulis selalu ada strategi dan solusi untuk mengatasinya, yakni “tulis saja”. Tidak usah repot-repot berpikir dari mana memulai, kata apa yang akan kita pilih untuk memulai tulisan, apakah tulisan kita akan menarik minat baca orang lain, dan sebagainya. Hanya satu yang harus kita lakukan, yaitu “tulis saja”. Judul tulisan saya kali inipun juga karena saat ini saya tidak memiliki ide yang spesifik, dan kata “tulis saja” itu menjadi ide untuk menulis.

Lantas, jika benar-benar tidak ada ide, apa yang kita tulis? Menurut saya, tulisakan saja bahwa “saat ini saya sangat ingin menulis namun tidak punya ide apa yang harus saya tulis”. Nah, setelah kita tuliskan kalimat tadi, coba mari bertanya dalam hati, mengapa kita tidak memiliki ide? Penjelasan atas pertanyaan ini akan menjadi kalimat kedua dari tulisan kita, bahkan bisa jadi menjadi paragraph yang beranak pinak.

Saat ide tidak juga datang ke pikiran kita, coba ambil satu istilah yang sering kita dengar namun kita tidak terlalu memahami artinya. Misalnya saja kata “moratorium”, apa sih sebenarnya arti kata ini? Lalu, masukkan kata yang ingin kita ketahui kedalam browser kita, apakah yahoo atau google, dan klik saja! Disitu akan kita dapatkan ratusan bahwan ribuan penjelasan dan penggunaan kata “moratorium” tadi. Saya jamin, dengan melakukan ini maka pemahaman kita terhadap kata tadi akan menjadi lengkap. Nah, jika pemahaman kita sudah lengkap, dengan sendirinya kita akan memperoleh ide yang lebih lengkap pula untuk mengelaborasi konsep tersebut. Pada saat itu, kita bisa membuat tulisan tentang mengapa pemerintah melakukan kebijakan moratorium, apa tujuan yang diinginkan dari kebijakan ini, dan seterusnya, termasuk kritik kita terhadap moratorium.

Kesulitan menulis karena kelangkaan ide juga bisa diatasi dengan mengabaikan fakta ketiadaan ide tadi. Inspirasi menulis bukan hanya datang dari ide di otak kita, namun bisa juga dari perasaan kita saat itu. Jika kita sedang senang, tuliskan saja bahwa “hari ini saya merasa senang sekali”. Begitu pula jika kita sedang bersedih, malu atau dipermalukan, merasa tertantang, bangga atas sesuatu, dan sebagainya, tuliskan saja perasaan itu. Setelah itu, coba kita deskripsikan perasaan tadi lebih detil, peristiwa apa saja yang memicu munculnya perasaan tadi, mengapa kita merasakan feeling tadi, apa yang harus atau akan kita lakukan dengan feeling tadi, bagaimana agar perasaan itu bisa bertahan lama atau cepat hilang dari hati kita, bagaimana manajemen qalbu kita menyiasati feeling tadi: jangan terlalu berlebihan atas kebahagiaan, dan jangan terlalu sentimental pula dalam menyikapi kesedihan, dan seterusnya. Dari deskripsi seperti ini saja akan bisa dihasilkan tulisan yang panjang dan menarik.

Kuncinya, jangan ragu-ragu untuk bertanya dalam hati. Asah terus rasa ingin tahu kita, upayakan hati dan pikiran kita menjadi questioning heart and mind, yakni hati dan pikiran yang terus bertanya. Sebab, di dunia ini terlalu banyak misteri yang tidak terungkap. Pengungkapan misteri bisa jadi memakan waktu singkat, namun bisa jadi banyak misteri yang akan tetap menjadi misteri ketika bumi dan seisinya hancur lebur bersama datangnya kiamat. Tugas kita bukan mengungkap misteri, namun terus bertanya tentang apapun. Ketika kita bisa mewujudkan prinsip hati dan pikiran yang terus bertanya, maka sesungguhnya hati dan pikiran kita selalu hidup dan tidak berhenti melakukan thawaf, yakni berputar mengelilingi jagad semesta raya secara virtual alias tidak kasat mata.

Jadi, strategi “tulis saja” memang strategi paling baik dalam menulis. Ide akan hadir dengan sendirinya ketika kita sudah mulai menulis. Strategi “tulis saja” akan menjadi stimulus untuk hati dan pikiran yang hidup dan terus bertanya. Inilah hebatnya menulis, karena dengan menulis kita terus memelihara kehidupan hati dan pikiran kita. Secara analog, ketiadaan ide ini bisa disamakan dengan situasi kemalasan yang sedang menjangkiti kita. Saat rasa malas tengah mendera, seolah memulai sesuatu begitu berat dan teramat sulit. Maka strategi terbaiknya adalah “lakukan saja”, maka kemalasan itu akan hilang dengan sendirinya.

Balikpapan, 4 September 2013

Tidak ada komentar: