Sabtu, 01 Mei 2010

Sepakbola dan Kehidupan


Saat sebuah pertandingan sepak bola berlangsung, apakah yang paling ditunggu, paling menarik perhatian dan menjadi bahan pembicaraan penonton?  Semua penonton pastilah berharap akan menyaksikan atraksi dan kocekan kaki pemain yang teramat indah bagaikan gemulai penari Keraton.  Pastilah pula mereka menginginkan terjadinya “duel udara” diseluruh wilayah pertahanan lawan, jungkir-baliknya Sang Kiper mempertahankan sarangnya, atau pontang-pantingnya si Wasit menegakkan the rule of game.

Pertandingan sepakbola juga menjadi ajang taruhan bagi pendukung kesebe­lasan masing-masing. Dan karena taruhan tersebut berpangkal pada status kalah menangnya suatu tim, atau besar kecilnya gol yang tercipta, berarti didalamnya terdapat proses analisis terhadap kekuatan personil, faktor cuaca dan kondisi lapangan, sampai kepada faktor psikologis seperti dukungan supporter tuan rumah, atau perlunya perang urat syaraf (psy war) menjelang jam D pertempuran 90 menit itu.

Namun, adakah yang berpikir bahwa sesungguhnya permainan sepakbola ibarat permainan kehidupan? Sepakbola dan hidup adalah 2 (dua) peristiwa yang sama-sama dibatasi oleh waktu. Didalam dimensi waktu, terjadilah perjuangan “hidup mati” oleh semua makhluk Tuhan, terutama manusia.  Barang siapa mau berjuang, dia akan memperoleh makna hidup yang sebenarnya; tetapi bagi yang malas berjuang, dia akan mengalami kematian dalam kehidupan (mati sajroning urip).

Oleh karena itu, sebelum terompet dibunyikan sebagai tanda berakhirnya waktu, kewajiban asasi umat manusia adalah berkarya mengisi hidupnya demi meraih tujuan utama kehidupan, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin. Inilah sasaran puncak kehidupan, terlepas dari masalah sejauh mana tercapainya suatu hasil perjuangan. Tiap-tiap individu akan memperoleh hasil yang berbeda sesuai dengan tingkat keseriusan dan ketrampilan masing-masing. Suatu hasil bukan untuk diperbandingkan, melainkan disikapi dengan kepasrahan dan ketawa­kalan. Yang terpenting, saat berpasrah diri atas segalanya kepada Al-Khaliq kita telah obah (bergerak atau berusaha), dan bukannya mlumah (tidur atau diam ber­pangku tangan).

Lalu, apa yang harus dilakukan agar perjuangan menjadi terarah, terencana dan terkendali, sehingga memudahkan pencapaian tujuan?

Sebagaimana dalam sepak bola, perjuangan hidup mestilah melewati tahap-tahap analisis. Persoalan asal muasal (sangkan) hidup memang bukan wewenang manusia untuk campur tangan, tetapi mengenai arah (paran) dan tujuan hidup sepenuhnya merupakan otonomi manusia. Manusia tidak berhak bertanya mengapa saya ada?; tetapi wajib mencari jawaban atas pertanyaan apa yang harus saya lakukan untuk mengisi hidup ini?.

Untuk mewujudkan arah dan tujuan tadi, sebelumnya harus didahului oleh perencanaan atau persiapan yang matang, strategi yang jelas dan jitu, serta penjela­jahan spasial dan temporal yang maksimal.  Ini berarti, idealnya tidak sedetik waktupun yang terbuang percuma, serta diperluasnya cakrawala bahwa seluruh wilayah dunia ini diciptakan oleh Yang Kuasa sebagai sumber rejeki. Contohlah pemain bola yang tidak henti-hentinya menyongsong bola dan memanfaatkan ruang gerak seefektif mungkin hingga garis paling luar.

Hal lain yang dapat kita ambil inti sari atau hikmahnya dari pertandingan sepak bola adalah bahwa segala kegiatan manusia, apapun bentuknya dan dimana­pun terjadinya, selalu ada hukum atau aturan mainnya. Aturan main harus dihor­mati, dijunjung tinggi dan ditaati baik oleh orang-orang yang merumuskan dan atau memutuskannya, maupun oleh masyarakat yang diatur. Adanya aturan menunjuk­kan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berbudaya, beradab serta menghargai sesamanya. Adapun tujuan diciptakannya peraturan adalah untuk mewujudkan keserasian (harmoni), keteraturan dan keindahan dalam hubungan dan kerjasama antar manusia. Apa jadinya sepakbola tanpa adanya wasit, penjaga garis dan ketentuan-ketentuan yang mengatur permainan tersebut? Dalam skala yang lebih luas, dapatkah kita membayangkan hidup tanpa pedoman dan sistem nilai?

Tanpa kita sadari, peristiwa kecil seringkali bisa mencerminkan gambaran dari keadaan yang lebih besar. Oleh karenanya, sangatlah tidak bijaksana sikap-sikap yang menyepelekan hal-hal atau masalah-masalah kecil. Justru kita harus bisa mengambil pelajaran dari segala sesuatu yang kecil itu untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi perencanaan, pelaksanaan, serta keberhasilan yang lebih besar.

Tidak ada komentar: