Sabtu, 05 Juni 2010

Kolaborasi Litbang dan Balai Bahasa di Lingkungan LAN: Sebuah Tawaran


Ada satu hal yang sangat ironis di tubuh PKDA LAN (sekarang PKP2A). Dilihat dari berbagai aspek, PKDA sudah sangat layak di sebut sebagai organisasi modern yang professional. Namun dilihat dari karya nyata dan kontribusi riil terhadap organisasi lain, nampaknya masih terlalu banyak kebijakan strategis dan langkah konkrit yang diperlukan dan harus dilaksanakan.

Tidak seperti organisasi pemerintah pada umumnya, PKDA memiliki struktur organisasi yang sangat ramping dengan hanya 1 eselon II-a, 4 eselon III-a, dan 3 eselon IV-a. Jika struktur STIA diperhitungkan, hanya ditambah dengan 1 Ketua dan Pembantu Ketua (disetarakan dengan eselon II), 2 Kepala Bagian (setara eselon III), dan 5 Kasubag (setara eselon IV). Dengan struktur yang demikian, PKDA dapat dikatakan sebagai organisasi yang hemat dan efektif, baik dalam pengertian kebutuhan dana untuk membayar tunjangan struktural, koordinasi dan rentang kendali, pengawasan maupun day-to-day operation. Sementara dilihat dari aspek SDM, PKDA memiliki banyak sekali tenaga-tenaga muda yang sangat potensial. Sebagian dari mereka mendapat pendidikan dan meraih master dari universitas terkenal di Inggris, Amerika, Jepang, Australia, Singapura dan New Zealand. Belum lagi yang mengambil program Master dan Doktor di dalam negeri. Dalam hal akademik, tidak ada yag perlu diragukan dengan kemampuan dan kualitas mereka.

Sayangnya, ketika dihadapkan pada tantangan dan perkembangan administrasi negara yang begitu dinamis, berbagai keunggulan diatas kelihatannya tidak cukup berarti. Hal ini bisa diamati dari berbagai sudut. Dalam hal layanan jasa perkonsultasian dan pengkajian misalnya, kemampuan bersaing unit litbang di PKDA masih berat dibanding dengan lembaga-lembaga serupa yang dimiliki Unpad, ITB, STPDN, Unpar, atau lembaga privat independent lainnya. Disisi lain, kebutuhan diklat guna membentuk kompetensi aparatur yang beragam-pun tidak mampu dipenuhi oleh unit diklat PKDA. Unit ini lebih banyak diuntungkan dari statusnya sebagai pembina diklat aparatur, dan bahkan sering terjebak pada fungsi penyelenggaraan dari pada pembinaan. Hal serupa terjadi pula untuk kasus STIA. Dengan statusnya yang “negeri” dan biaya pendidikan yang sangat murah, STIA mulai ditinggalkan segmen/pelanggan tradisionalnya. Fungsi penelitian dan pengabdian masyarakat tidak berjalan, sementara pengembangan staf akademik melalui penerbitan buku atau workshop juga sangat langka.

Pertanyaannya adalah, mengapa faktor input yang besar tadi tidak mampu melahirkan output yang handal dan prima? Secara asumtif dapat diperkirakan adanya kesalahan atau ketidakoptimalan dalam mengelola input tadi. Dan memang kenyataannya, dalam banyak hal sering terlihat bahwa masing-masing unit bekerja sekuat mungkin untuk mewujudkan program kerja unitnya tanpa upaya untuk mensinergikan dengan sumber daya yang tersedia di unit lain.

Itulah sebabnya, salah satu strategi yang patut dipikirkan secara serius adalah membuat sistem jaringan antar unit (internal network) dengan prinsip kerjasama saling menguntungkan (mutual collaboration). Tulisan ini mencoba memfokuskan pada upaya mensinergikan potensi Litbang dan Balai Bahasa. Sinergi antar keduanya diharapkan tidak hanya berdampak pada akselerasi kegiatan / program dan peningkatan kapasitas individu kedua unit, tetapi juga secara eksternal mampu mendongkrak kinerja PKDA secara umum. Tentu saja, bentuk kolaborasi ini perlu dikembangkan bukan hanya antara Litbang dan Balai Bahasa, namun juga antar unit-unit yang lain secara dinamik.

Adapun bentuk kolaborasi yang ditawarkan antara Litbang dengan Balai Bahasa dapat dilakukan dalam dua bentuk kegiatan sebagai berikut:

Penerjemahan hasil-hasil penelitian.

Hasil kerja dan berbagai informasi yang terkait dengan suatu lembaga, pada prinsipnya harus dapat diketahui secara langsung oleh masyarakat atau stakeholder dari lembaga tersebut. Ini adalah prinsip keterbukaan (transparency atau information disclosure) yang merupakan salah satu pilar dari konsep good governance. Untuk itu, sudah semestinya PKDA membuka akses seluas-luasnya kepada siapapun yang ingin mengetahui tentang program kerja dan kinerja PKDA. Tidak ada salahnya PKDA mencoba tampil sebagai instansi pemerintah yang menyediakan informasi tercepat, terlengkap, dan teraktual, baik secara online (internet) maupun koleksi arsip.

Seiring dengan sedang dipersiapkannya homepage PKDA (khususnya Litbang), perlu disiapkan juga versi Bahasa Inggrisnya, supaya publikasi PKDA dapat diakses secara lebih luas (internasional). Hal ini sekaligus untuk menunjang visi LAN sbg "institusi berkualitas international". Program penerjemahan ini nanti akan diwadahi dalam bentuk Proyek dan/atau Rutin. Dalam 1 tahun diharapkan dapat diselesaikan 4-5 paket penelitian, sehingga dalam kurun 3 tahun mendatang, semua hasil penelitian sudah tersedia baik versi bahasa Indonesia maupun Inggrisnya. Bagi Balai sendiri, disamping sebagai "side income", diharapkan para penerjemah juga dapat belajar tentang substansi bidang administrasi negara. Kemampuan staf Balai Bahasa untuk mengikuti isu-isu kontemporer administrasi negara, sekaligus akan sangat mendukung kolaborasi bentuk kedua.

Penyelenggaraan serial Workshop tentang "Pengembangan Kapasitas Aparat Pemda Dalam Implementasi Otonomi Daerah".

Dalam era otonomi daerah dewasa ini, daerah sangat membutuhkan SDM prima dengan kapasitas unggul. Apalagi ada kecenderungan bahwa suatu daerah dapat mengadakan hubungan (dagang, kebudayaan, pendidikan, dll) langsung dengan luar negeri. Hal ini mensyaratkan dimilikinya kemampuan substantive maupun kemampuan komunikatif. Itulah sebabnya, target penyelenggaraan workshop (dalam bahasa Inggris) ini akan diarahkan pada peningkatan kapasitas individu dan kelompok pada beberapa bidang, yaitu: problem and potency mapping skill, analytical skill, problem solving skill, serta verbal communication skill (termasuk language skill). Sementara level of difficulty-nya akan disesuaikan dengan tingkat kemampuan bahasa yang dimiliki calon peserta. Namun secara umum dapat diprediksikan bahwa untuk eselon IV kebawah dan staf akan dikelompokkan dalam kategori “Intermediate”, sedangkan untuk Eselon III keatas akan dimasukkan dalam kelompok “Advanced.

Bentuk konkrit kegiatan ini mirip FGD (Forum Group Discussion), namun dengan menggunakan media Bahasa Inggris. Sementara itu, topik-topik yang diangkat dalam diskusi kelompok telah kita desain berdasarkan isu-isu penting yang berkembang saat itu dan juga sesuai dengan karakteristik peserta.

Teknis pelaksanaanya, didahului dengan keynote speeches dari pakar-pakar di bidangnya masing-masing. Selanjutnya, dibentuk kelompok-kelompok kerja, yang diberi tugas untuk membahas isu/topik tertentu dan dilanjutkan dengan presentasi dan tanya jawab (semua proses dilaksanakan dalam bahasa Inggris). Jadi, tugas tim PKDA hanya sebagai fasilitator dan pemandu dalam diskusi kelompok. Namun jika diperlukan, pada hari pertama dapat diberikan juga pembekalan tentang Teknik Presentasi dan Teknik Diskusi yg efektif.

Untuk menunjang kedua bentuk kolaborasi tadi, staf Balai Bahasa perlu dilibatkan dalam kegiatan penelitian baik Proyek, Rutin maupun Kerjasama, sementara para peneliti di Litbang sangat dianjurkan untuk mengikuti program-program kebahasaan yg ditawarkan Balai. Harus diakui bahwa penguasaan bahasa Inggris para peneliti masih cukup rendah, sementara staf Balai Bahasa kurang optimal dalam penguasaan substansi issu-issu administrasi dan kebijakan publik. Itulah sebabnya, kolaborasi ini diharapkan menjadi media take and give yang harmonis. Perlu juga dipikirkan agar Balai yg secara fungsional dikoordinasikan oleh Bidang Diklat, ditarik menjadi koordinasi Bidang Litbang, sehingga status Balai Bahasa sama dengan Perpustakaan, yakni sama-sama sebagai "UPT" Litbang.

Tidak ada komentar: