Tujuan utama otonomi daerah adalah menciptakan
kesejahteraan masyarakat (public welfare)
yang lebih tinggi serta memberikan pelayanan yang lebih baik (public service delivery). Tujuan ini
tidak mungkin dapat terwujud seketika, karena memang tidak ada hubungan
langsung otonomi (desentralisasi politik) dengan kesejahteraan dan pelayanan
masyarakat. Otonomi hanya dapat menjelma dan berevolusi secara tepat menjadi
kesejahteraan dan pelayanan masyarakat yang baik jika proses berjalannya
otonomi juga dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain, otonomi
mengandung dalam dirinya variabel-variabel antara (intervening variables) yang merupakan prakondisi untuk mewujudkan
tujuan hakiki otonomi tersebut.
Salah satu proses terpenting yang harus dilakukan untuk
mewujudkan kesejahteraan dan pelayanan publik yang lebih baik tadi adalah
konvensi untuk menciptakan kreativitas dan inovasi penyelenggaraan
pemerintahan daerah secara berkesinambungan. Kreativitas disini diharapkan
muncul dari 3 (tiga) faktor utama yang terkandung dalam kebijakan otonomi,
yakni: fleksibilitas, responsibilitas, dan akuntabilitas. Selanjutnya, inovasi
dan kreativitas yang ditopang oleh etika politik (etika birokrasi) yang baik,
diharapkan akan melahirkan kinerja pemerintah daerah yang terbaik.
Pengertian inovasi sendiri sering disederhanakan sebagai
teknologi baru. Pengertian ini didasarkan pada berbagai kajian yang menyatakan
bahwa sebagian besar inovasi memang lahir di bidang teknologi. Namun menurut
Purwanto (2000: 4) pada dasarnya suatu inovasi sulit dipisahkan dari adanya
unsur-unsur pengetahuan baru (new knowledge), cara-cara baru (new
practices), barang/objek baru (new product), teknologi baru (new
technology), serta penemuan baru (new invention).
Fakta empiris di berbagai wilayah menunjukkan bahwa
inovasi dan kreativitas kepemimpinan daerah sudah cukup bagus. Hal ini
ditunjukkan oleh kemampuan mereka membuat gebrakan (breakthrough) yang berujung
pada diterimanya penghargaan pada berbagai bidang pembangunan. Berbagai inovasi
tadi dapat ditemukan di daerah-daerah lain baik pada level propinsi maupun
kabupaten/kota, baik di dalam maupun diluar wilayah Kalimantan Timur.
Di wilayah Kalimantan Timur, beberapa kisah sukses
pengembangan paradigma baru administrasi pemerintahan ini antara lain terjadi
di Kota Bontang yang mentransformasikan comparative advantage berupa
komoditas pisang menjadi competitive advantage berupa pengembangan
sentra industri mebelair berbasis bahan baku pelepah pisang. Sedangkan
di Penajam Paser Utara, dikembangkan sentra industri mebelair dengan
bahan dasar enceng gondok. Bontang juga telah menggagas konsep Dokter Keluarga
yang menggantikan fungsi Puskesmas, sehingga Puskesmas dapat lebih
berkonsentrasi pada fungsi pembinaan UKS dan Posyandu, supervisi toko obat,
pemantauan penyakit menular dan tingkat kesehatan masyarakat, penyuluhan pola
hidup sehat, serta fungsi-fungsi ”makro” lainnya yang lebih strategis. Pada
saat bersamaan, Bontang dengan kreatif telah menggulirkan program distance learning sebagai faktor
pengungkit baru dalam mendorong terwujudnya SDM yang berkualitas.
Selain itu, Kota Balikpapan telah menerapkan konsep
pemukiman baru di atas air sebagai solusi terhadap keterbatasan lahan di
perkotaan sekaligus untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya kayu lokal.
Kota Tarakan juga tidak mau ketinggalan dengan menciptakan kebijakan-kebijakan
stimulatif yang merangsang tumbuhnya investasi dan memacu PAD tanpa membebani
masyarakat dan dunia usaha. Dampaknya,
investasi berkembang pesat, sementara kebutuhan masyarakat dan dunia usaha
terhadap pasokan energi listrik terpenuhi secara memuaskan. Disisi lain,
Kabupaten Pasir mampu mereklamasikan eks tambang yang tidak lagi produktif
menjadi pusat rekreasi alam yang berwawasan lingkungan. Adapun Kutai
Kartanegara, telah membuktikan diri sebagai daerah yang pertama kali
menyelenggarakan Pilkada Langsung di Indonesia secara damai dan sukses, disamping
penerapan program pembangunan “Gerbang Dayaku” dan ZBPA (Zona Bebas Pekerja
Anak) yang cukup atraktif. Selanjutnya, Kutai Timur menjadi pemegang rekor MURI
terhadap kecepatan perizinan investasi, serta pelopor dalam pengembangan biodiesel tanaman jarak dan penetapan
KTM (Kawasan Transmigrasi Mandiri).
Sementara itu diluar Kalimantan Timur, Jembrana cukup
fenomenal dalam efisiensi birokrasi yang berujung pada pembebasan biaya
pendidikan dasar 9 tahun. Kesuksesan serupa diukir oleh Kabupaten Tanah Datar.
Kota Palangkaraya sendiri membuat terobosan penting di sektor pertanian dengan
mengubah lahan rawa / gambut menjadi lahan pertanian yang sangat produktif, dan
memiliki prospek sebagai ”lumbung padi” baru. Sejalan dengan yang terjadi di
Palangkaraya, Kota Pontianak juga berhasil membudidayakan
Aloe Vera di lahan Gambut.
Untuk lebih mempercepat
proses replikasi inovasi tersebut, sharing pengalaman sebagai pengganti
studi banding antar daerah, sangat layak untuk
ditradisikan untuk
mendorong tumbuhnya spreading effect (efek
getol tular) dan menjadi benchmark
bagi daerah-daerah lain untuk menghasilkan inovasi-inovasi baru pada
bidang-bidang yang menjadi keunggulan komparatif daerah yang bersangkutan.
Samarinda, 3 April 2007