Sebuah Refleksi 48
Tahun LAN (1957 – 2005)
Kepemimpinan
nasional dibawah SBY – JK harus diakui telah meletakkan landasan yang cukup
kokoh untuk menggulirkan program reformasi birokrasi dalam arti luas. Beberapa
kebijakan yang termasuk “berani” diantaranya tentang percepatan pemberantasan
korupsi, perundingan damai dengan GAM yang berimplikasi pada kemungkinan
lahirnya Parpol lokal, sertra program efisiensi (penghematan) energi nasional.
Berbagai upaya ini lebih diperkuat dan dijabarkan dengan kebijakan pada
tingkatan operasional baik di Departemen/Kementerian, LPND, maupun Pemerintahan
Daerah.
Namun dilihat
dari kinerja outputs dan outcomes-nya, harus diakui pula bahwa
komitmen untuk mereformasi birokrasi tadi masih banyak sekali menemui hambatan,
sehingga belum dapat mencapai hasil yang diharapkan. Secara internal, birokrasi
di Pusat maupun Daerah masih dihadapkan pada persoalan klasik seperti praktek
KKN, defisit profesionalisme, kesejahteraan yang rendah, duplikasi / overlapping
wewenang dan fungsi antar unit organisasi, transparansi dan akuntabilitas
yang rendah, dan sebagainya. Sementara secara eksternal, birokrasi juga belum
mampu menjawab secara tuntas permasalahan krusial seperti kesenjangan
pembangunan antar kawasan, pelayanan publik yang kurang bermutu, penegakan
hukum yang lemah, dan seterusnya.
Kondisi diatas
mengisyaratkan perlunya dilakukan langkah-langkah yang komprehensif, terutama
untuk mengevaluasi berbagai program reformasi yang telah berjalan sekaligus
merumuskan agenda dan strategi kedepan yang dapat membenahi kelemahan-kelemahan
yang ada saat ini. Dalam rangka mencari solusi terhadap kemacetan program
reformasi birokrasi, maka penyempurnaan dimensi-dimensi birokrasi haruslah
didasarkan pada visi dan misi negara. Hal ini bertujuan agar upaya reformasi
dapat dijamin berjalan pada jalur yang benar (on the right track),
sehingga dapat menjadi instrumen yang manjur untuk membangun bangsa dan
mensejahterakan masyarakat. Ini berarti pula bahwa reformasi birokrasi
Indonesia haruslah berpedoman pada “Visi Indonesia 2020” sebagaimana dituangkan
dalam Tap MPR No. VII/MPR/2001. Esensi Tap MPR ini adalah perlunya
pendayagunaan segenap potensi bangsa untuk mewujudkan “penyelenggaraan negara
yang baik dan bersih”.
Dalam konteks
menciptakan sistem penyelenggaraan negara yang baik dan bersih tadi, ketentuan
UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN,
kiranya dapat pula dijadikan sebagai rujukan tentang arah reformasi biirokrasi.
UU ini mengatur tentang Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur)
sebagai dasar etika berpemerintahan. Adapun asas-asas yang diatur meliputi asas
kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan,
proporsional, profesional, serta akuntabilitas. Ke-7 asas ini, pada gilirannya
haruslah mampu menjadi cermin bagi sosok negara yang dicita-citakan oleh Tap
MPR No. VII/MPR/2001, yakni penyelenggaraan negara yang baik dan bersih.
Atas dasar
pemikiran diatas, maka dalam rangka memperingati HUT Ke-48 (6 Agustus 1957 – 6
Agustus 2005), LAN sebagai salah satu institusi pemikir dalam pengembangan sistem
administrasi negara, memandang perlu adanya sebuah forum diskusi guna
mengevaluasi pelaksanaan program reformasi birokrasi secara nasional. Forum ini
diharapkan dapat mendeteksi berbagai penyebab gagalnya refromasi birokrasi,
sekaligus merumuskan alternatif kebijakan dan rencana aksi untuk mendorong
program reformasi birokrasi secara lebih baik dan berkesinambungan.
Samarinda, 1
November 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar